Hukum pidana adat terdapat kaedah-kaedah yang mencerminkan nilai-niIai moral yang tinggi yang berlaku secara universal bagi seluruh masyarakat di Indonesia. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa hukum pidana adat telah mencerminkan nikai-nilai dalam pendekatan hukum progresif. Oleh karena itu, hukum pidana adat adalah mutlak perlu mendapatkan tempat bagi pembentukan KUHP Nasional di masa yang akan datang sebagai salah satu upaya pembaharuan hukum. Namun kiranya perlu dipertimbangkan bahwa didalam memberikan tempat kepada hukum pidana adat bagi pembentukan KUHP Nasional tersebut hendaknya dicari kaedah-kaedah yang hanya berlaku secara universal bagi seluruh masyarakat. Kaedah-kaedah tersebut kemudian dikodifikasikan dalam KUHP Nasional, sehingga ia akan menjadi kaedah-kaedah KUHP Nasional semata-mata, bukan sebagai kaedah hukum pidana adat lagi. Dalam hal ini berarti bahwa kedudukan hukum pidana adat telah digantikan hukum pidana nasional, namun yang tetap dijiwai perasaan hukum yang hidup didalam seluruh masyarakat di Indonesia. Adapun konsep transplatasi sanksi bagi pelanggar hukum pidana setempat, sebaiknya pengadilan memilih menjatukan tindakan (maatregel) yang dipertimbangkan dapat memberikan beban bagi si pelanggar, namun sebaliknya dapat memberikan manfaat langsung bagi rnasyankat setempat. Hal ini bertujuan mengembalikan keseimbangan yang ada didalam masyarakat yang bersangkutan. Hal yang kiranya perlu mendapat perhatian didalam menjatuhkan sanksi kepada si pelanggar hukum pidana setempat adalah : 1. Beratnya sanksi yang berupa tindakan tersebut disesuaikan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan. 2. Beratnya sanksi juga disesuaikan dengan tingkat kemampuan si pelanggar yaitu sejauh mana ia dapat melaksanakan sanksi itu. 3. Apabila pelanggaran hukum pidana adat setempat tersebut ternyata terdapat pidananya didalam KUHP NasionaI, maka yang barus dipergunakan banyalah kaedah dan sanksi yang dirumuskan didalam KUHP Nasional.
Customary criminal law has methods that reflect high moral values that apply universally to all people in Indonesia. Thus it can be concluded that customary criminal law reflects values in a progressive legal approach. Therefore, customary criminal law is absolutely necessary to get a place for the formation of the National Criminal Code in the future as an effort to reform the law. However, it is important to consider that in providing a place for customary criminal law for the establishment of the National Penal Code, methods should be sought that are universally applicable to all people. These methods are then codified in the National Criminal Code, so that they will become the National Criminal Code solely, not as a customary criminal law method anymore. In this case it means that the position of customary criminal law has been replaced by national criminal law, but that is still imbued with a feeling of law that lives in all people in Indonesia. As for the concept of transplanting sanctions for local criminal law offenders, the court should choose to unite actions (maatregel) which are considered to be a burden on the offender, but instead can provide direct benefits to the local community. This aims to restore the existing balance in the community concerned. Things that need attention in imposing sanctions on local criminal offenders are: 1. The severity of sanctions in the form of such actions is adjusted for the severity of the violations committed. 2. The severity of the sanction is also adjusted to the level of the offender's ability, namely the extent to which he can implement the sanction. 3. If the violation of the local customary criminal law turns out to have a criminal offense in the National Criminal Code, then only a number of methods and sanctions should be used which are formulated in the National Criminal Code.