scholarly journals Dampak Pola Makan Kariogenik pada Remaja Awal

2022 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 478
Author(s):  
Nisa Muthi’ah Muthi’ah ◽  
Musnar Munir ◽  
Cicih Bhakti Purnamasari

Pola makan adalah faktor risiko modifikasi yang berkontribusi secara tidak langsung terhadap karies gigi. Potensi kariogenik tinggi pada makanan dapat meningkatkan risiko demineralisasi enamel. Asupan nutrisi yang memadai dapat meningkatkan perlindungan tubuh atas gangguan ekologi rongga mulut. Ketidakseimbangan mikroba rongga mulut yang terjadi berisiko menjadi port de entry mikroorganisme patogen ke organ tubuh lain akibat infeksi gigi. Tanggalnya gigi sulung terakhir dalam masa peralihan gigi geligi permanen terjadi pada usia 11-13 tahun. Manifestasi klinis karies gigi yang tampak pada anak dan remaja merupakan gambaran kumulatif atas multifaktorial penyebab penyakit. Di antara faktor kontributornya adalah substrat makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi makanan kariogenik dan asupan nutrisi terhadap karies permanen pada remaja awal usia 13 tahun. Sejumlah 37 murid satu SMP diwawancara dengan metode synchronous online  dan dianalisis secara cross sectional. Food Frequency Questionnaire (FFQ) disebar melalui telesurvei. Dihasilkan rerata DMF-T kelompok = 1,62 (kategori rendah). Terdapat korelasi signifikan berkekuatan sedang ( r = 0,539 ;  p = 0,001) arah positif antara pola makan kariogenik dan karies. Tidak ada korelasi signifikan antara asupan makanan sehat 4 kelompok dan karies  ( r = 0,023 ; p = 0,894).

2020 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 69-78
Author(s):  
Nurlaili Handayani ◽  
Muhammad Dawam Jamil ◽  
Ika Ratna Palupi

Faktor gizi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kemampuan belajar anak, termasuk pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berada pada usia remaja dan disiapkan sebagai tenaga terampil sesuai bidang keahliannya. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan faktor gizi yang meliputi asupan energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, zat besi, vitamin C, dan zink), kebiasaan sarapan, dan status gizi dengan prestasi belajar pada siswa SMK di Sleman, DIY. Penelitian ini merupakan penelitian observasional cross sectional pada 100 siswa kejuruan dengan jurusan bidang teknik kendaraan ringan yang berasal dari SMKN 2 Depok, SMKN 1 Seyegan dan SMK Muhammadiyah Prambanan. Pengumpulan data menggunakan kuesioner karakteristik individu dan semi kuantitatif Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Status gizi ditentukan dengan indikator IMT/U dan prestasi belajar diukur dari nilai ujian praktik mata pelajaran kejuruan. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan subjek memiliki asupan energi defisit (68%), protein defisit (40%), lemak defisit (57%), karbohidrat defisit (65%), vitamin C defisit (27%), zat besi defisit (59%), zink defisit (93%), status gizi normal (67%), dan kebiasaan sarapan jarang (35%). Tidak terdapat hubungan antara tingkat asupan energi dan zat gizi serta status gizi dengan prestasi belajar (p>0,05) tetapi ada hubungan signifikan antara kebiasaan sarapan (p=0,010) serta pekerjaan ayah dan ibu (p=0,030 dan p=0,031) dengan prestasi belajar. Disimpulkan bahwa kebiasaan sarapan merupakan faktor gizi yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa SMK.


2021 ◽  
Vol 10 ◽  
Author(s):  
Sabuktagin Rahman ◽  
Patricia Lee ◽  
Santhia Ireen ◽  
Moudud ur-Rahman Khan ◽  
Faruk Ahmed

Abstract A validation study of an interviewer-administered, seven-day semi-quantitative food frequency questionnaire (7-d SQFFQ) was conducted in Bangladeshi rural preschool age children. Using a cross-sectional study design, 105 children from 103 households were randomly selected. For the SQFFQ, a list of commonly consumed foods was adapted from the Bangladesh national micronutrient survey 2011–12. The data on the actual number of times and the amount of the children's consumption of the foods in the preceding 1 week were collected by interviewing the mothers. The intake was compared with two non-consecutive days 24-h dietary recalls conducted within 2 weeks after the SQFFQ. Validity was assessed by the standard statistical tests. After adjusting for the energy intake and de-attenuation for within-subject variation, the food groups (cereals, animal source foods, milk and the processed foods) had ‘good’ correlations between the methods (rho 0⋅65–0⋅93; P < 0⋅001). Similarly, the macronutrients (carbohydrate, protein and fats) had ‘good’ correlations (rho 0⋅50–0⋅75; P < 0⋅001) and the key micronutrients (iron, zinc, calcium, vitamin A, etc.) demonstrated ‘good’ correlations (rho 0⋅46–0⋅85; P < 0⋅001). The variation in classifying the two extreme quintiles by the SQFFQ and the 24-h recalls was <10 %. The results from Lin's concordance coefficients showed a ‘moderate’ to ‘excellent’ absolute agreement between the two methods for food groups, and nutrients (0⋅21–0⋅90; P < 0⋅001). This interviewer-administered, 7-d SQFFQ with an open-ended intake frequency demonstrated adequate validity to assess the dietary intake for most nutrients and suitable for dietary assessments of young children in Bangladesh.


Author(s):  
Benjamin Miller ◽  
Paul Branscum

The purpose of this study was to evaluate the association between non-nutritive sweetener (NNS) consumption and stress and anxiety, among a sample of college students. Two-hundred and twenty-seven students from a large mid-western university participated in this cross-sectional study. Students completed an online survey that evaluated NNS using a validated food frequency questionnaire. Stress and anxiety were evaluated using previously validated instruments. Most students reported very low/low/average concern for stress (63.9%), and had low/moderate anxiety (82.3%). Participants experiencing high and very high levels of stress had significantly higher NNS consumption compared to those with a very low and low risk, and concern for stress ( p < .046; d = 0.28). There was no difference however for NNS intake and anxiety. Reduction of artificial sweetener intake may be associated with stress levels among college students. However, more research is needed to examine any causal relationship between artificial sweetener intake and stress.


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 91
Author(s):  
Septi Lidya Sari ◽  
Diah Mulyawati Utari ◽  
Trini Sudiarti

Latar Belakang: Minuman berpemanis kemasan merupakan jenis minuman padat kalori dan tinggi gula, namun rendah nilai gizi. Konsumsi minuman berpemanis secara berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit tidak menular, seperti obesitas, diabetes melitus tipe II, dan penyakit kardiovaskular. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi konsumsi minuman berpemanis kemasan dan mengetahui apakah terdapat perbedaan proporsi konsumsi minuman berpemanis kemasan berdasarkan karakteristik individu dan penggunaan label informasi nilai gizi (ING) pada kalangan remaja. Metode: Desain studi yang digunakan, yaitu cross sectional dengan jumlah responden sebanyak 167 siswa kelas X dan XI pada salah satu SMA swasta (SMAS) di Jakarta Timur. Data diperoleh melalui pengisian kuesioner online dan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) secara mandiri. Data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan uji Chi-Square. Hasil: Tingkat konsumsi minuman berpemanis kemasan pada sebagian besar responden (55,1%) tergolong tinggi (≥3 kali per hari). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna proporsi konsumsi minuman berpemanis kemasan berdasarkan jenis kelamin (p=0,03) dan kemampuan membaca label ING (p=0,011). Kesimpulan: Tingkat konsumsi minuman berpemanis kemasan cenderung lebih tinggi pada responden laki-laki dan juga pada responden dengan kemampuan membaca label ING rendah.


2003 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 147-157 ◽  
Author(s):  
Keiko Ogawa ◽  
Yoshitaka Tsubono ◽  
Yoshikazu Nishino ◽  
Yoko Watanabe ◽  
Takayoshi Ohkubo ◽  
...  

AbstractObjectives:To examine the validity and reproducibility of a self-administered food-frequency questionnaire (FFQ) used for two cohort studies in Japan.Design:Cross-sectional study.Setting:Two rural towns in the Miyagi Prefecture, in north-eastern Japan.Subjects:Fifty-five men and 58 women.Results:A 40-item FFQ was administered twice, 1 year apart. In the mean time, four 3-day diet records (DRs) were collected in four seasons within the year. We calculated daily consumption of total energy and 15 nutrients, 40 food items and nine food groups from the FFQs and the DRs. We computed Spearman correlation coefficients between the FFQs and the DRs. With adjustment for age, total energy and deattenuation for measurement error with the DRs, the correlation coefficients for nutrient intakes ranged from 0.25 to 0.58 in men and from 0.30 to 0.69 in women, with median of 0.43 and 0.43, respectively. Median (range) of the correlation coefficients was 0.35 (−0.30 to 0.72) in men and 0.34 (−0.06 to 0.75) in women for food items and 0.60 (−0.10 to 0.76) and 0.51 (0.28–0.70) for food groups, respectively. Median (range) of the correlation coefficients for the two FFQs administered 1 year apart was 0.49 (0.31–0.71) in men and 0.50 (0.40–0.64) in women for nutrients, 0.43 (0.14–0.76) and 0.45 (0.06–0.74) respectively for food items, and 0.50 (0.30–0.70) and 0.57 (0.39–0.66) respectively for food groups. Relatively higher agreement percentages for intakes of nutrients and food groups with high validity were obtained together with lower complete disagreement percentages.Conclusions:The FFQ has a high reproducibility and a reasonably good validity, and is useful in assessing the usual intakes of nutrients, foods and food groups among a rural Japanese population.


2020 ◽  
Author(s):  
Zhengyan Cheng ◽  
Ping Shuai ◽  
Qichuan Qiao ◽  
Tingxin Li

Abstract Background In China, many people are apt to participate in regular physical examination as a precaution. Some simplified food frequency questionnaire have been designed and used. However, the effectiveness of questionnaire is absent. This study was conducted to examine the reliability and validity of simplified food frequency questionnaire (SFFQ) used among physical examination adults in southwest region of China. Methods This study was a cross sectional study among physical health examination adults in Southwest region of China. A total of 239 participants aged 20-65 were conducted during February to June in 2019. The performance of the SFFQ was evaluated by the mean of three-day 24-hour dietary recalls (3R24). The relative validity and agreement was assessed by the Pearson`s correlation and intra-class correlation coefficients(ICC) respectively. Results The median energy-adjusted ICC of food groups between SFFQ2 and SFFQ1 was 0.59 (range: 0.49-0.73) and the ICC of nutrients was 0.47(range: 0.39-0.76). The Pearson correlation showed the validity between the SFFQ1 and 3R24, which ranged from -0.086 to 0.93 for food and and 0.21 to 0.71 for nutritions, respectively. Energy-adjustment slightly increased the correlation coefficients. Conclusions The reliability and validity of the SFFQ was acceptable. It could be an appropriate dietary assessment tool for future epidemiological studies in physical health examination adults among Chinese in southwest China.


2021 ◽  
Vol 5 (3) ◽  
pp. 223
Author(s):  
Silvia Alfinnia ◽  
Lailatul Muniroh ◽  
Dominikus Raditya Atmaka

ABSTRAK Latar Belakang: Anak usia sekolah mengalami peningkatan kebutuhan gizi untuk tumbuh kembang. Di usia ini, anak-anak bisa memilih makanan maupun media bermain sesuai keinginan mereka. Aktivitas menggunakan layar yang berlebih serta perilaku makan yang buruk dapat memicu terjadinya obesitas.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan Screen Based Activity (SBA) dan perilaku makan dengan status gizi anak usia sekolah.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan di SDI Darush Sholihin Kabupaten Nganjuk. Besar sampel sebanyak 48 siswa yang dipilih secara proportional random sampling. Pengumpulan data meliputi berat badan, tinggi badan, kuesioner SBA, Food Frequency Questionnaire (FFQ), serta food recall 2x24 jam. Data dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman dan Kendall’s tau dengan nilai signifikansi 0,05.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan SBA (p=0,151), perilaku makan makanan pokok (p=0,101), perilaku makan lauk hewani (p=0,212), perilaku makan lauk nabati (p=0,829), perilaku makan sayuran (p=0,751) dan perilaku makan jajanan (p=0,109) dengan status gizi. Namun, terdapat hubungan perilaku makan buah (p=0,040) dengan status gizi.Kesimpulan: Konsumsi buah-buahan yang sering tanpa memperhatikan kandungan gula dan cara penyajian dapat memberikan risiko obesitas pada anak. Diperlukan pendidikan gizi kepada pihak sekolah maupun orang tua mengenai pembatasan SBA dan perilaku makan sehat terutama buah untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal dan terhindar dari obesitas.


2019 ◽  
Vol 8 (3) ◽  
pp. 164-171
Author(s):  
Fransisca Natalia Bintang ◽  
Fillah Fithra Dieny ◽  
Binar Panunggal

Latar belakang: Remaja yang berprofesi sebagai model sering merasa takut jika mengalami kenaikan berat badan memiliki kecenderungan membatasi asupan makan. Hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan makan dan anemia. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara gangguan makan dan kualitas diet dengan status anemia pada remaja putri di Modelling School.Metode: Penelitian observasional dengan desain cross-sectional melibatkan 55 remaja putri berumur 12-19 tahun yang dipilih secara consecutive sampling dan dilakukan di Sekolah Model Semarang. Kadar hemoglobin (Hb) diukur dengan metode Cyanmethemoglobin, gangguan makan menggunakan kuesioner Eating Disorder Diagnostic Scale (EDDS), dan kualitas diet diukur dengan formulir food frequency questionnaire (FFQ), kemudian dihitung skor kualitas dietnya menggunakan panduan Diet Quality Index International (DQI-I). Analisis data menggunakan uji Chi Square. Hasil: Subjek yang mengalami anemia sebanyak 25 orang (45,5%). Gangguan makan ditemukan pada 29 subjek (52,7%) dengan 11 orang mengalami bulimia nervosa. Persentase remaja putri (63,6%) yang memiliki kualitas diet rendah pada penelitian ini lebih banyak dibandingkan dengan remaja (36,4%) yang memiliki kualitas diet tinggi. Hasil menunjukkan subjek (41,4%) yang anemia juga mengalami gangguan makan (p=0,243), dan subjek (45,7%) yang anemia memiliki kualitas diet yang rendah (p=0,959). Kualitas diet rendah (65,5%) ditemukan lebih banyak pada kelompok yang mengalami gangguan makan (p=0,866). Simpulan: Tidak ada hubungan antara gangguan makan dan kualitas diet dengan status anemia pada remaja putri di modelling school (p > 0,05)


2019 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 29
Author(s):  
Mailina Prima Sahara ◽  
Nurmasari Widyastuti ◽  
Aryu Candra

Latar Belakang: Prestasi olahraga bulutangkis cenderung menurun beberapa tahun terakhir. Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi adalah daya tahan (endurance). Kualitas diet akan mempengaruhi daya tahan (endurance) sehingga seseorang dapat melakukan pekerjaan secara efektif dan efisien dalam waktu yang lama tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Tujuan: Mengetahui hubungan antara kualitas diet dan daya tahan atlet bulutangkis remaja di Kota SemarangMetode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Subjek adalah 60 atlet bulutangkis usia 12-18 tahun. Variabel perancu adalah aktivitas fisik dan persen lemak tubuh subjek. Pengukuran daya tahan dengan metode Multistage Fitness Test (MFT). Data yang dikumpulkan yaitu kebiasaan makan yang diambil menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ) dan data aktivitas fisik menggunakan Physical Activity Quistionnaires for Adolescent (PAQ-A). Kualitas diet dinilai menggunakan kuisioner Diet Quality Index International (DQI-I). Data antropometri meliputi tinggi badan, berat badan, dan persen lemak tubuh. Uji kenormalan data dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan  analisis data dengan uji korelasi Rank Spearman.Hasil: Terdapat 1,7% subjek yang memiliki kualitas diet baik. Sebagian besar atlet memiliki daya tahan yang cukup (35%). Persen lemak tubuh subjek sebagian besar tergolong optimal (61,7%). Tidak terdapat hubungan antara kualitas diet dan daya tahan (endurance) (r = 0,122, p=0,353). Tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dan daya tahan (endurance) (r = 0,209, p= 0,109). Ada hubungan antara persen lemak tubuh dan daya tahan (endurance) ( r = -0,480, p=0,0001). Simpulan: Kualitas diet yang baik akan meningkatkan daya tahan (endurance), namun bersifat lemah dan secara statistik tidak berhubungan. Persen lemak tubuh yang optimal berkontribusi penting dalam menjaga daya tahan (endurance) atlet. Faktor perancu aktivitas fisik tidak mempengaruhi daya tahan (endurance).


2016 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Bezaliel R. Narasiang ◽  
Nelly Mayulu ◽  
Shirley Kawengian

Abstract: Pregnancy is a critical time or a golden period of the brief human growth and development time, a part of the Window of Opportunity, which affects the maternal and fetal health. Throughout the first phase of pregnancy, pregnant women need more food intake, accurate eating pattern, and also a balanced macronutrient intake. An adequate intake of food is very important to support the physical health and development of fetal mental health also decrease the risk of pregnancy complications. This study was aimed to obtain the description of food consumption pattern in pregnant women in Manado. This was a descriptive study with a cross sectional design using Food Frequency Questionnaire (FFQ) to obtain data of pregnant women in 5 public health centers in Manado from September to October 2016. Based on the FFQ data given by 181 respondents, the consumption of pregnant women in Manado was as follows: carbohydrate 159.97g/day, protein 79.15g/day, and fat 124.74g/ day. The most common foods consumed by the pregnant women were rice (carbohydrate), saltwater fish (protein), and coconut oil (fat). Meanwhile, chicken was rarely consumed (81.22%) and eel was never consumed (100%). Conclusion: Pregnant women in Manado had a food pattern that was lack in carbohydrate and high in fat according to pregnant women Recommended Dietary Allowances (RDA) in Indonesia.Keywords: pregnant women, food pattern, food frequency questionnaire Abstrak: Kehamilan merupakan masa kritis atau masa emas tumbuh kembang manusia yang singkat, bagian dari Window of Opportunity, yang memengaruhi kesehatan ibu dan janin. Sepanjang tahap awal kehamilan, ibu hamil membutuhkan konsumsi makanan yang lebih dari semula, pola makanan yang tepat, juga asupan makronutrien yang seimbang. Pola asupan makanan yang adekuat sangat penting untuk menunjang kesehatan fisik, perkembangan mental janin, dan menurunkan komplikasi kehamilan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum pola konsumsi makanan pada ibu hamil di Kota Manado. Jenis penelitian ialah deskriptif dengan desain potong lintang menggunakan Food Frequency Questionnaire (FFQ) pada ibu hamil di 5 puskesmas di Kota Manado selama bulan September-Oktober 2016. Berdasarkan perolehan data FFQ dari 181 responden, didapatkan bahwa konsumsi karbohidrat ibu hamil di Kota Manado sebanyak 159,97gr/hari, protein sebanyak 79,15gr/hari, dan lemak sebanyak 124,74gr/hari. Makanan tersering dan terbanyak yang dikonsumsi ialah beras (karbohidrat), ikan air laut (protein), dan minyak kelapa (lemak). Ayam merupakan makanan yang jarang dikonsumsi (81,22%) dan belut merupakan makanan yang tidak pernah dikonsumsi ibu hamil (100%). Simpulan: Ibu hamil di Kota Manado memiliki pola makan yang rendah karbohidrat dan tinggi lemak berdasarkan AKG ibu hamil di Indonesia. Kata kunci: ibu hamil, pola makan, food frequency questionnaire


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document