world allergy organization
Recently Published Documents


TOTAL DOCUMENTS

76
(FIVE YEARS 9)

H-INDEX

22
(FIVE YEARS 1)

2021 ◽  
Vol 14 (7) ◽  
pp. 100557
Author(s):  
Ignacio J. Ansotegui ◽  
Giovanni Melioli ◽  
Giorgio Walter Canonica ◽  
Luis Caraballo ◽  
Elisa Villa ◽  
...  

2021 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 100517 ◽  
Author(s):  
Paul J. Turner ◽  
Ignacio J. Ansotegui ◽  
Dianne E. Campbell ◽  
Victoria Cardona ◽  
Motohiro Ebisawa ◽  
...  

2020 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 19-28
Author(s):  
Hendra Hendra Hendra

AbstrakAlergi makanan merupakan reaksi  imun yang terjadi setelah paparan terhadap makanan tertentu. World Allergy Organization (WAO) melaporkan 22% penduduk dunia menderita alergi dan terus meningkat setiap tahun.  Data tahun 2014, diperkirakan kasus alergi makanan terjadi pada 5% dewasa dan 8% pada anak-anak. Alergi makanan adalah bagian dari reaksi hipersensitivitas, yakni hiperesponsivitas imunologik terhadap antigen spesifik, dapat berasal dari makanan atau mikroorganisme patogen maupun  produknya. Alergi  makanan menunjukkan gejala klinis lokal ataupun sistemik. Perkembangan ilmu pengetahuan mengarahkan perubahan paradigma dari pencegahan alergi yang berupa tindakan  menghindari alergen  ke arah desensitisasi dan induksi aktif toleransi imunologik. Imunoterapi dibuat berdasarkan hubungan dengan alergen spesifik. Sebagai dasar teori yaitu dengan  melakukan  peningkatan  paparan secara bertahap seorang penderita dengan alergen yang spesifik, maka diharapkan akan terjadi suatu  proses desensitisasi atau peningkatan toleransi terhadap alergen tersebut. Oral imunoterapi melibatkan makanan yang merupakan alergen dan dikonsumsi bertahap dengan peningkatan dosis. Sebagian besar protokol oral imunoterapi meliputi fase eskalasi, diikuti dengan peningkatan dosis dan dosis maintenance. Optimasi imunoterapi dapat dilakukan dengan modifikasi protokol seperti dosis, durasi, probiotik dengan imunoterapi, ataupun modifikasi dengan alergen multipel.Kata kunci: alergi makanan, imunoterapi AbstractFood allergy is immunologic reaction after food exposures. World Allergy Organization (WAO) reported 22% worldwide have allergy and keep increasing. In 2014, food allergy been speculated 5% in adult and 8% in child. Food allergy is a part of hypersensitivity, as hyperresponsiveness in immune system with spesific antigen from food. Food allergy can manifest as local or systemic. New paradigm in food allergy treatment, shifted from avoid the allergen to desensitization and tolerance. In patient with gradual exposure with spesific allergen, desensitization and tolerance been expected. Oral immunotherapy involve food consuming and increased the doses. It consist of escalation, increasing doses and maintenance. For optimizing immunotherapy, it can been modified with dosage, duration, combined with probiotic or with multiple ellergen.       Keywords: food allergy, immunotherapy


2020 ◽  
Vol 13 (10) ◽  
pp. 100472
Author(s):  
Victoria Cardona ◽  
Ignacio J. Ansotegui ◽  
Motohiro Ebisawa ◽  
Yehia El-Gamal ◽  
Montserrat Fernandez Rivas ◽  
...  

2020 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 100080 ◽  
Author(s):  
Ignacio J. Ansotegui ◽  
Giovanni Melioli ◽  
Giorgio Walter Canonica ◽  
Luis Caraballo ◽  
Elisa Villa ◽  
...  

2019 ◽  
Vol 66 (3) ◽  
pp. 269
Author(s):  
Mario Sánchez-Borges ◽  
Sandra Nora González-Diaz ◽  
Lanny Rosenwasser ◽  
Ignacio Ansotegui

La Organización Mundial de Alergia (World Allergy Organization) es una federación de sociedades nacionales y regionales de alergia e inmunología clínica cuya misión es promover el desarrollo de estas especialidades a través de programas educativos en congresos, simposios y conferencias en diferentes partes del mundo. Esta alianza mundial de sociedades científicas y profesionales promueve la excelencia en la atención médica de la población mediante la educación, el entrenamiento y la investigación. Actualmente 103 Sociedades Nacionales y Regionales de Alergia e Inmunología Clínica pertenecen a la Organización Mundial de Alergia (https://worldallergy.org).


2019 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 18
Author(s):  
Wahyu Tri Kawuri ◽  
Ratih Dewi Yudhani ◽  
Novan Adi Setyawan

<p><strong>Pendahuluan</strong><strong>: </strong>Data <em>World Allergy Organization </em>(WAO) tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi alergi diperkirakan sekitar 30-40% dari populasi dunia. Reaksi alergi terjadi akibat pelepasan histamin oleh sel mast. Pengobatan alergi jangka panjang selama ini memiliki efek samping berupa ganggun kardiovaskuler, retensi urin, AGEP, dan gangguan saraf. Penelitian sebelumnya menunjukkan kuersetin mampu menghambat pelepasan histamin oleh sel mast. Pada analisis kimia, daun jambu biji mengandung kuersetin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antihistamin ekstrak daun jambu biji (<em>Psidium guajava</em>) pada tikus putih (<em>Rattus norvegicus</em>) yang diinduksi ovalbumin.</p><p><strong>Metode</strong><strong>:</strong><strong> </strong>Penelitian <em>quasi experimental design </em>dengan metode <em>posttest only group design</em> menggunakan 24 tikus yang dibagi kedalam 6 kelompok secara acak. Kelompok kontrol normal (KN) tanpa perlakuan, kontrol negatif (K-) yang hanya diinduksi ovalbumin, kontrol positif (K+) diberikan metilprednisolon, dan kelompok perlakuan (P1, P2, P3) diberikan ekstrak daun jambu biji dengan dosis, berikut 27 mg/200 gramBB, 54 mg/200 gramBB, dan 108 mg/200 gramBB. Pengamatan efek antihistamin berupa perhitungan rata-rata jumlah garuk tikus. Data dianalisis dengan menggunakan uji <em>One-Way ANOVA</em> dan dilanjutkan uji <em>Post Hoc Tukey.</em></p><p><strong>Hasil</strong><strong>:</strong><strong> </strong>Hasil uji <em>One-Way ANOVA</em> menunjukkan perbedaan rata-rata jumlah garuk tikus antar kelompok perlakuan bermakna secara statistik (p=0,00). Berdasarkan hasil uji <em>Tukey</em>, kelompok K- (45,75±5,50) dibandingkan dengan kelompok KN (2,25±0,96) dan kelompok perlakuan ekstrak daun jambu biji berbagai dosis menunjukkan perbedaan rata-rata jumlah garuk tikus yang bermakna secara statistik (p=0,00). Hasil rata-rata jumlah garuk tikus pada kelompok KN (2,25±0,96) dibandingkan dengan P2 (9,00±0,82) tidak menunjukan  perbedaan yang bermakna secara statistik (p=0,085).</p><p><strong>Kesimpulan</strong><strong>: </strong>Ekstrak daun jambu biji (<em>Psidium guajava</em>) memiliki efek antihistamin pada tikus putih (<em>Rattus norvegicus</em>) yang diinduksi ovalbumin.</p>


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document