Khazanah Jurnal Studi Islam dan Humaniora
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

102
(FIVE YEARS 30)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Iain Antasari

2460-7606, 2460-7606

2021 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 21
Author(s):  
Muhammad Iqbal

This paper examines the theological thoughts of Sheikh Muhammad Arsyad al-Banjari in Tuhfat al-Râghibîn. Although it is a treatise on theology that actually deals with theoretical aspects (nazharî), it discusses extensively practical aspects (‘amalî). With Arsyad al-Banjari's background as an expert in Islamic law, these practical aspects are described using some notions developed in Islamic jurisprudence (fiqh). As a result, the nuances of fiqh are so evident in this treatise. This can be observed from the use of deontic modalities and argumentation models of fiqh to explain issues related to theology. Moreover, this treatise follows the deep structure of the so-called al-hukm al-wadh‘î in Islamic law to describe the concept of faith.Paper ini menganalisa pemikiran teologi Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dalam Tuhfat al-Râghibîn. Walaupun ini risalah tentang akidah yang sebenarnya membahas aspek-aspek teoritis (nazharî), tapi ia banyak mendiskusikan aspek-aspek praktis (‘amalî). Dengan latar belakang Arsyad al-Banjari sebagai seorang ahli fiqih, maka aspek-aspek praktis ini diuraikan dengan menuggunakan beberapa ide yang dikembangkan dalam yurisprudensi Islam (fiqih). Alhasil, nuansa fiqih sangat kentara dalam risalah ini. Ini terlihat dari penggunaan modalitas deontik dan model argumentasi fiqih untuk menguraikan persoalan-persoalan yang terkait dengan aqidah. Lebih dari itu, risalah ini mengikuti struktur dalam (deep structure) hukum wadh‘î dalam fiqih untuk menjelaskan konsep keimanan.


2021 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 39
Author(s):  
Wiwik Setiyani Khasbullah ◽  
Khoirun Nisa’

Every adherent of a religion or belief has a certain way to get closer to God. A strong desire to be close to God the creator of nature is a spirituality that can change human behavior for the better. The meeting between Islam and Sapta Darma is a way to find inner calm which has the concept of physical and spiritual awareness. Hence this article wants to explain the form of syncretism between Islam and Sapta Darma in Surabaya in the form of prostration or ening. The prostration performed by Sapta Darma is not a prayer, but a special ritual of seeking tranquility in the experience of life as a cultural interpretation. Prostration in Islam is the implementation of prayer to get closer to Allah with the provisions taught in Islam. This study uses in-depth interview as methodology to find the stage of religious maturity from the aspect of Shari'a and the implementation of religious teachings. This Research finds that, even though the syncretism between Islam and Sapta Darma is so pronounced but, this condition encourages its followers to maintain the two because they find what they want to achieve namely, balance and spiritual well-being. It shows that Islam and Sapta Darma are not as an escape but, as a way of life. This study also aims to provide a new perspective or paradigm in understanding religious concepts and spiritual values through syncretism between Islam and Sapta Darma. Syncretic diversity has been attached to society and has become the cultural identity of its locality.Setiap penganut agama atau kepercayaan memiliki cara tertentu untuk mendekatkan diri dengan Tuhannya. Keinginan yang kuat untuk dekat dengan Tuhan pencipta alam merupakan spiritualitas yang mampu mengubah perilaku manusia menjadi lebih baik. Pertemuan antara Islam dan Sapta Darma menjadi jalan untuk menemukan ketenangan batin yang memiliki konsep kesadaran jasmani dan rohani. Artikel ini menjelaskan bentuk sinkretisme antara Islam dan Sapta Darma di Surabaya, dalam bentuk sujud atau ening. Sujud yang dilakukan Sapta Darma bukanlah pelaksanaan sholat tetapi, ritual khusus mencari ketenangan dalam pengalaman hidup sebagai interpretasi budaya. Sujud dalam Islam adalah pelaksanaan sholat untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan ketentuan yang diajarkan dalam Islam.  Studi ini menggunakan metode in-depth interview guna, menemukan tingkat kematangan dalam beragama dari aspek syariat dan implementasi ajaran agama. Temuan penelitian menunjukan, kendati sinkretisme antara Islam dan Sapta Darma begitu terasa namun, kondisi ini mendorong mereka tetap mempertahankan keduanya karena, menemukan apa yang ingin dicapai yaitu, keseimbangan dan kesejahteraan spiritualitas. Agama Islam dan Sapta Darma bukan sebagai pelarian hidup semata tetapi, paradigma baru untuk memahami konsep keberagamaan dan nilai-nilai spiritualitas umat beragama melalui sinkretisme Islam dan Sapta Darma. Keberagamaan sinkretis telah melekat pada masyarakat dan menjadi identitas budaya lokalitasnya.


2021 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 127
Author(s):  
Samdani Samdani ◽  
Isny Lellya

Using a descriptive qualitative approach, this study seeks to reveal the basic framework of the culture of manners in Islamic universities in South Kalimantan, especially in the three Islamic Colleges in South Kalimantan. The adab was analyzed by pivoting on the values in the Ta'līm al-Muta'allim book. The results of this study also revealed comprehensively the perceptions of lecturers and students on manners in the learning process, the values of adab were analyzed using a value analysis approach using data collection techniques, interviews, surveys and observations. Based on the research results, it was indintified that the values of adab and the way of thinking of lecturers and students in the learning process are in accordance with the values of adab as stated in the Ta'līm al-Muta'allim book. The awareness to implement certain adab was based on the goals to be achieved in the learning process or in the framework of seeking knowledge. Adab also takes place in certain dimensions, such as adab to Allah and the Prophet (spiritual attitude dimension) which is the core and basis of other dimensions; adab to humans (integration of the dimensions of spiritual and social attitudes); adab to oneself and to fellow humans (integration of the dimensions of spiritual & social attitudes). Some of the values implemented in the learning process could be seen in the doctrinal process of seeking knowledge conveyed by several lecturers to students, lecturers 'exposure to students regarding the virtues of studying, the students' intentions to study, the way students chose friends in association, how the students respected the lecturers, time management in learning, and some implementation of values that were in line with what was stated in the Ta'līm al-Muta'allim book.Kajian lapangan dengan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif ini berupaya mengungkapkan kerangka dasar budaya adab yang berlangsung di perguruan tinggi Islam di Kalimantan Selatan, khususnya di tiga Sekolah Tinggi Agama Islam yang ada di Kalimantan Selatan. Adab tersebut dianalisis dengan kacamata nilai-nilai yang tertuang dalam kitab Ta’lîm al-Muta’allim. Selain itu, hasil penelitian ini juga mengungkapkan secara komprehensif mengenai persepsi dosen dan mahasiswa mengenai adab dalam proses pembelajaran, nilai-nilai adab tersebut dianalisis dengan pendekatan analisis nilai dengan menggunakan teknik mengumpulan data wawancara, survei, dan observasi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai-nilai adab dan cara berfikir dosen dan mahasiswa dalam proses pembelajaran dan pembelajaran sangat sesuai dengan nilai-nilai adab yang tertuang dalam kitab Ta’lîm al-Muta’allim. Kesadaran untuk mengimplementasikan adab tertentu didasari pada tujuan yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran atau dalam kerangka mencari ilmu pengetahuan. Adab juga berlangsung dalam dimensi-dimensi tertentu, seperti adab kepada Allah dan Nabi (dimensi sikap spiritual) yang menjadi inti dan dasar dimensi lainnya; adab kepada manusia (integrasi dimensi sikap spiritual dan sosial); adab kepada diri sendiri dan kepada sesama manusia (integrasi dimensi sikap spiritual dan sosial). Adapun beberapa nilai yang terimplementasikan dalam proses pembelajaran dapat terlihat dalam proses doktrin tentang hukum mencari ilmu yang disampaikan oleh beberapa dosen kepada mahasiswa, adanya pemaparan dosen kepada mahasiswa terkait keutamaan menuntut ilmu, niat para mahasiswa menuntut ilmu, cara para mahasiswa dalam memilih sahabat dalam pergaulan, cara para mahasiswa menghormati dosen, pengaturan waktu dalam belajar, dan beberapa implementasi nilai yang sejalan dengan apa yang tertuang dalam kitab Ta’lîm al-Muta’allim. 


2021 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 83
Author(s):  
Triana Rosalina Noor ◽  
Idrus Idrus ◽  
Mohamad Mujib Ridwan ◽  
Maskuri Maskuri

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis spirit toleransi yang dikembangkan FKUB melalui Pendidikan Agama Islam Multikultural guna mengembangkan kerukunan umat beragama pada masyarakat Tengger. Penelitian ini dilakukan di masyarakat muslim Tengger tepatnya di Desa Sukapura dan Desa Krucil Kabupaten Probolinggo. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus, dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Informan dari penelitian ini adalah jajaran FKUB yang merupakan salah satu penggiat toleransi di Kabupaten Probolinggo.Hasil penelitian ini adalah spirit toleransi yang dikembangkan FKUB dan tokoh agama setempat melalui Pendidikan Agama Islam Multikultural guna mengembangkan kerukunan umat beragama telah membawa dampak positif. Masyarakat Tengger yang tinggal di Desa Sukapura dan Desa Krucil mampu hidup berdampingan dengan damai. Nilai-nilai toleransi tersebut adalah saling menghormati, kebebasan beragama, menerima keberadaan orang lain dan berpikir positif. Pada proses implementasinya, proses penanaman spirit toleransi kepada masyarakat Muslim dilakukan melalui kegiatan keagamaan seperti suroan, istighosah, pengajian umum, kegaiatan mauludan dan kegiatan tahlil. Pada kegiatan-kegiatan tersebut, nilai toleransi tersebut diimplikasikan melalui pemberian pemahaman dan pengetahuan terkait pentingnya spirit toleransi (tolerance knowing), untuk selanjutnya masyarakat muslim akan bisa merasakan “rasa” dari pentingnya toleransi dalam kehidupan masyarakat (tolerance feeling) dan pada akhirnya bisa hidup berdampingan dengan orang lain dalam masyarakat sehingga terciptalah kerukunan umat beragama (tolerance action).


2021 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 105
Author(s):  
Rusma Noortyani ◽  
Mutiani Mutiani ◽  
Syaharuddin Syaharuddin ◽  
Jumriani Jumriani ◽  
Ersis Warmansyah Abbas

Abstract: Literature leaves a deep meaning that can be taken for life. One of the literary works in question is a local literary work, namely Dindang Banjar. In particular, the existence of the Banjar walls that are still maintained today makes it interesting to study. The Dindang Banjar can be called a song when you put your child to sleep. Chanting through the lyrics of the Dindang Banjar is delivered with great affection and deep love from parents to children. This study aims to describe the implementation of the advice in the lyrics of the Banjar songs. The descriptive qualitative is used for the method because it produces data and analysis in the form of phenomenon descriptions. Data collection is used through observation, interview, and documentation techniques. The results found that the lyrics came from the sincere hearts of parents and have a charm that is second to none into the soul of a child. Dindang Banjar implies values, such as; honesty, persistence, and intelligence. This lyric contains praise to Allah SWT, salawat to the Prophet Muhammad, good prayers from parents, parents' hope that children have faith, obey parents, keep away from cheating and feeling lazy, advice there is no sense of resentment and don't there is jealousy, advice away from cheating and keep jealousy. Even though the child who was sung was not yet understood, the message was already heard. Later in its growth, the child will hear the advice in the lyrics of the Dindang Banjar.Keywords: Literature, Dindang banjar, and value Abstrak: Karya sastra menyisakan makna mendalam yang dapat diambil untuk kehidupan. Satu diantara karya sastra yang dimaksud adalah karya sastra lokal yakni Dindang Banjar. Secara khusus, keberadaan Dindang Banjar yang masih terpelihara sampai sekarang menjadikan hal menarik untuk diteliti. Dindang Banjar dapat disebut sebagai lagu saat menidurkan anak. Nyanyian melalui lirik Dindang Banjar disampaikan dengan penuh kasih sayang dan rasa cinta yang dalam dari orang tua kepada anak. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan implementasi nilai petuah dalam lirik Dindang Banjar. Metode yang digunakan dengan deskriptif kualitatif karena menghasilkan data dan analisis berbentuk deskripsi fenomena. Pengumpulan data digunakan melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian memaparkan bahwa Dindang Banjar keluar dari hati yang tulus orang tua dan memiliki daya tarik yang tidak ada duanya hingga memasuki ke dalam jiwa anak. Dindang Banjar menyiratkan nilai-nilai, seperti; kejujuran, keteguhan, dan kecerdasan. Lirik ini berisi pujian kepada Allah S.W.T., salawat kepada Nabi Muhammad saw., do’a yang baik, harapan orang tua agar anak memiliki iman, patuh kepada orang tua, menjauhkan diri dari kecurangan dan rasa malas, petuah jangan ada rasa dendam dan jangan ada rasa iri, petuah jauhkan dari sifat curang dan jauhkan rasa dengki. Meskipun anak yang didendangkan itu belum mengerti, pesan itu sudah didengarnya. Kelak dalam pertumbuhannya anak memahami petuah dalam lirik Dindang Banjar tersebut.Kata kunci: Karya Sastra, Dinding Banjar, dan Nilai


2021 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 61
Author(s):  
Zulpa - Makiah

This paper describes Nidhal Guessoum, who tried to reconcile the epistemic between the Islamic tradition and modern science. The method used is descriptive content analysis. Nidhal sees that efforts to build relations between religion and science are still simplistic. He seeks to uncover the deadlock between the science of religion and philosophy and to present the principles of reconciliation of Islam and science more completely and systematically. This reconciliation effort departs from his critique of the condition of education and Arab society as well as the Islamic world as a whole, as well as the developing thoughts on the relationship between religion and science, which are sometimes too simplistic, both Sardar's ijmāli model, i'jāz an-Najjar model, and Islamization of al-Faruqi's model of knowledge. In Nidhal's view, these methods contain weaknesses, so those other alternatives are needed. The steps taken by Nidhal are to build a foundation for the creation of a harmonious relationship between science, religion and philosophy. He proposed a quantum approach through (1) the principle of no conflict between religion and science, (2) layered interpretation of the Qur'an, (3) theistic falsification.Tulisan ini berupaya menjelaskan pemikiran Nidhal Guessoum yang berusaha melakukan rekonsiliasi epistemik antara tradisi Islam dan sains modern. Metode yang digunakan dalam membaca karya Nidhal adalah dengan menggunakan analisis isi (content analysis) secara deskriptif. Nidhal melihat upaya dalam membangun relasi antara agama dan sains masih bersifat simplistik. Nidhal berusaha menyingkap kebuntuan titik temu antara sains agama dan filsafat serta menghadirkan prinsip-prinsip rekonsiliasi Islam dan sains secara lebih lengkap dan sistematis. Upaya rekonsiliasi ini berangkat dari kritiknya terhadap kondisi pendidikan dan masyarakat Arab serta dunia Islam secara keseluruhan, juga terhadap pemikiran-pemikiran yang berkembang mengenai hubungan antara agama dan sains yang terkadang terlalu simplistik, baik model ijmāli Sardar, model i’jāz an-Najjar, maupun Islamisasi pengetahuan model al-Faruqi. Metode-metode itu dalam pandangan Nidhal mengandung kelemahan-kelemahan sehingga diperlukan alternatif lain. Langkah yang dilakukan Nidhal adalah membangun landasan terciptanya hubungan yang harmonis diantara sains, agama dan filsafat. Nidhal mengusulkan pendekatan kuantum melalui: (1) prinsip tidak ada pertentangan antara agama dan sains; (2) penafsiran berlapis terhadap al-Qur’an; (3) falsifikatif teistik. 


2021 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Muhammad Thohir ◽  
Nalindra Isnan Pangestu ◽  
Fiha Ainun Jariyah ◽  
Puga Sakti Wibowo

The habit of Muslims to pray in congregation in mosques has a great potential in transmitting the virus because many people gather in one place. There have been calls from the government and MUI as well as several mass organizations to regulate congregational activities at mosques. The public response in responding to this appeal certainly has significant implications in efforts to prevent the spread of the Covid-19 outbreak. This research aims to explain in a theological perspective about the public response in responding to congregational activities in mosques during the Covid-19 outbreak. The method used is a mixed method by distributing quantitative questionnaires and combining qualitative data. The results of the study revealed that at least the Muslims were divided into three groups, namely First, those who surrendered to their destiny, did not make dzahir efforts in dealing with this epidemic, so they remained in congregation in mosques without maintaining health protocols; Second, the Muslims who are too paranoid, use every effort to take precautions in a dzahir manner but are ignorant of spiritual matters; Third, the middle Muslims, namely those who are balanced, they remain in congregation but still follow health protocols. The attitude that should be applied is the third attitude by trying physically and mentally and ending with tawakal.


2020 ◽  
Vol 18 (1) ◽  
pp. 91
Author(s):  
Fuad Mahbub Siraj ◽  
Muhammad Husni

This study aims to further explain Badiuzzaman Said Nursi's thought on prophethood. This library study employs a historical approach in extracting data and  content analysis. The study shows that Said Nursi's thought concerning prophecy stems from his criticisms of the materialistic-mechanistic paradigm  of Western civilization. This view basically rejects the transcendental perspective and spiritual values in understanding nature. The notion of materialism from the West attacks the key concepts of Islamic teachings. Realizing this, Nursi was called upon to give a very serious intellectual response. It was at this point that Nursi offered his ideas on prophethood. In Risālah an-Nūr, Said Nursi strives to revive prophetic values by applying theological approaches to be easily understood by society. Nursi’s thought is built on an effort to revive prophetic values so that it could shed light on Turkish people who had suffered serious illnesses due to the influences of the Western paradigm of mechanical materialism.y. This prophetic knowledge would eventually end in faith, which leads to eternal happiness for believers and eternal misery for unbelievers.Artikel ini bertujuan untuk lebih menjelaskan pemikiran Badiuzzaman Said Nursi tentang kenabian. Studi literatur ini menggunakan pendekatan historis dalam mengekstraksi data dan melakukan analisis konten. Studi ini menunjukkan bahwa pemikiran Said Nursi tentang nubuat berasal dari paradigma materialisme-mekanistik yang lahir dari peradaban Barat. Pandangan ini pada dasarnya menolak perspektif transendental dan nilai-nilai spiritual dalam memahami alam. Gagasan materialisme dari Barat menyerang konsep-konsep kunci ajaran Islam. Menyadari hal ini, Nursi dipanggil untuk memberikan respons intelektual yang sangat serius. Pada titik inilah Nursi menawarkan gagasannya tentang kenabian. Dalam Risālah an-Nūr, Said Nursi berusaha untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kenabian dengan menerapkan pendekatan teologis agar mudah dipahami oleh publik. Pemikiran Bediuzzaman dibangun dalam upaya untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kenabian sehingga dapat memberikan cahaya kepada orang-orang Turki yang sudah menderita penyakit serius karena pengaruh Barat dengan paradigma materialisme mekanis yang tidak memiliki dimensi spiritualitas. Pengetahuan kenabian ini pada akhirnya akan berakhir dalam iman, yang oleh Bediuzzaman disebut kebahagiaan esensial (manusia memiliki iman) bagi manusia, dan yang menolak (kufur) keberadaan peran Tuhan dan Nabi, yang merupakan kesengsaraan sejati.


2020 ◽  
Vol 18 (1) ◽  
pp. 25
Author(s):  
Eni Zulaiha ◽  
Busro Busro

This study examines the use of liberal principles in Husein Muhammad's works on Quramic interpretation which are found when uses new concepts of the Sciences of the Qur’an.  This new concept is used as an ontological view when he interprets Qur'anic verses regarding human rights and gender relations. The liberal principles that Husein Muhammad uses have clear parameters and do not neglect the basic rules of interpretation itself. Through a qualitative approach with descriptive method, research on literature and interviews, this study confirms that the liberal principles used by Husein Muhammad, in addition to using gender justice analysis, are also produced among others through a re-understanding of the rules of interpretation such as asbuz nuzul, nāsikh mansūkh, ta`wīl, muhkam-mutasyābih, makkiyah madāniyyah. The redefinition of the rules of interpretation is then used as the basis when he makes the interpretation of the Qur'an so that the results of the interpretation are different when compared to interpretations that have been developed among Muslims. As a result, his interpretation is not only laden with religious messages, but also becomes part of the expression of feminist kiyai identity in the development of interpretations in Indonesia.


2020 ◽  
Vol 18 (1) ◽  
pp. 131
Author(s):  
Nida Humaida ◽  
Miftahul Aula Sa'adah ◽  
Huriyah Huriyah ◽  
Najminnur Hasanatun Nida

The Sustainable Development Goals (SDGs) are the global agenda, agreed by world leaders in the United Nations. They are aimed at reducingpoverty, fighting inequality, and stopping the effects of climate change on the global environment. This paper discusses the concept of SDGs, consisted of 17 goals from the perspective of Islam Indonesia as the country with the largest Muslim population in the world. This literatures study used descriptive qualitative method. It is found that, the concepts of Islam are in line with the SDGs. Islam also has a way to fight poverty by doing zakat (charity), fasting, and a simple and healthy lifestyle, promoting fair rights between women and men and assurring equivalent positions between both, and instructing human beings to manage the environment wisely and to maintain the balance of nature. Moving ‘Muslim Power’ to achieve SDGs as a form of their ‘taqwa’ to their God is the challenge for the government, civil society organizations, and scholars in promoting SDGs or Sustainable Science to society and to higher education especially in the Islamic Universities (PTKI).Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan atau Sustainable Development Goals merupakan skema program kebijakan yang disepakati para pemimpin dunia untuk mengurangi kemiskinan, kesenjangan, dan mengakhiri dampak perubahan iklim global. Artikel ini, mendiskusikan konsep SDGs yang terdiri dari 17 goal dalam perspektif Islam Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian literatur ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil studi menunjukkan bahwa konsep Islam searah/berkelanjutan dengan tujuan SDGs. Islam juga memiliki cara untuk memerangi kemiskinan dengan zakat, puasa, dan pola hidup yang sederhana, memberikan hak-hak secara adil antara perempuan dan laki-laki dan menegaskan tidak ada posisi yang ekuivalen di antara keduanya; dan memerintahkan manusia untuk mengelola lingkungan secara bijak dan menjaga keseimbangan alam. Menggerakkan massa Islam untuk membantu dalam pencapaian SDGs sebagai wujud ketaqwaan mereka kepada Allah SWT menjadi tantangan bagi pemerintah, organisasi masyarakat, maupun akademisi dalam mensosialisasikan SDGs serta Sustainable Science ke masyarakat maupun ke pendidikan tinggi khususnya perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKI). 


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document