Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

137
(FIVE YEARS 59)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Hindu Indonesia

2620-827x, 1693-0304

2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
pp. 98-104
Author(s):  
Ida Bagus Ngurah

Secara historis, seksualitas pada awalnya merupakan strategi budaya guna pembagian kerja, misalnya, tenaga domestik dalam pengasuhan. Setelah perkembangan pesat dalam masa berikutnya beralih bersifat eksploitatif, dari terdapat penaturalan terhadap tugas-tugas jenis kelamin. Dari keiklasan dalam melaksanakan tugas menjadi keharusan dan kepatuhan. Reduksi ini juga dicatat dalam berbagai mitos yang berkembang di masyarakat salah satunya adalah mitos padi. Artikel ini mengkaji tentang wacana kuasa dalam mitos padi dalam Geguritan Sri Sedana. Setelah analisis data, ditemukan bahwa mitos munculnya padi dengan tokoh Dewi Sri dan Dewa Siwa sebagai tokoh utama memiliki suatu relasi kekuasaan yang timpang dimana terdapat asumsi ideologi gender dan ideologi seks. Ideologi gender mengungkapkan adanya suatu perbedaan sosial peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sosial dimana kedudukan laki-laki lebih tinggi dalam kehidupan sosial. Sedangkan ideologi seks mengungkapkan adanya suatu tirani abadi terhadap konstruksi perempuan sebagai mahluk intuitif sedangkan laki-laki sebagai mahluk rasional.


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
pp. 90-97
Author(s):  
I Gde Widya Suksma ◽  
I Gusti Ketut Widana

Secara evolutif, apapun yang menyangkut diri manusia sejak jaman prehistoris (purba) sampai posmodern selalu bergerak dinamis mengikuti kecenderungan perubahan. Oleh karena itu diperlukan pandangan yang lebih lunak mengenai kemajuan manusia sejak jaman purba, bila ingin mempunyai pengertian tentang diri manusia. Mempelajari manusia, sebenarnya adalah mempelajari diri kita sendiri dalam berbagai bentuknya, mulai dari yang primitif, sederhana hingga modern atau postmodern. Semua perkembangan itu menggambarkan betapa perubahan dari bentuk satu ke bentuk lain, cenderung bergerak ke arah yang semakin bebas. Termasuk bebas dalam arti lepas dari aturan norma dalam berbusana sembahyang, yang pada akhirnya bermuara pada terjadinya degradasi etika. Hal ini berkaitan dengan bahwa secara biologis tubuh manusia adalah konstruk fisikal-material yang meliputi bermacam organ dengan berbagai jenis dan fungsinya yang kemudian menjadi satu kesatuan membentuk keutuhan anatomis manusia. Ketika tubuh biologis atau anatomis manusia hendak ditampilkan dalam kerangka relasi atau interaksi sosial, maka muncullah apa yang dinamakan sebagai “penampilan fisik”. Tubuh fisikal yang didesain sedemikian rupadengan unsur-unsur material yang artifisial sesuai dengan perkembangan tren mode, dengan kecenderungan menyimpang dari tuntunan etika Hindu.


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
pp. 53-62
Author(s):  
I Putu Udiyana Wasista

Penelitian ini mengangkat pola tata letak sanggah di Banjar Bedugul. Fenomena ini diangkat karena adanya perbedaan dengan pola tata letak sanggah pada umumnya. Apabila tata letak sanggah pada umumnya di arah kaja-kangin, hal berbeda terjadi di Banjar Bedugul. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan emik yang disajikan deskriptif. Dalam tulisan ini, tidak ada teori khusus yang berusaha untuk dibenturkan dengan fenomena. Ini karena penelitian ini adalah awal dari penelitian sejenis. Pendekatan emik dipilih karena cara pandang warga adalah material berharga untuk pertimbangan penelitian berikutnya. Adapun literatur yang digunakan, lebih bertujuan untuk menjelaskan bukan membedah fenomena. Hasilnya, tata letak sanggah di Banjar Bedugul berada di depan pintu masuk pekarangan. Kondisi ini muncul dari representasi warga untuk meletakkan sanggah dengan hulu ke jalan umum. Hulu mengacu pada jalan dan arah kaja yaitu Pura Batur Jati. Ini menyebabkan sanggah berada di arah kaja-kangin dan kaja-kauh, bila dilihat dari hulu kaja-kelod jalan umum di Banjar Bedugul. Nilai-nilai yang didapat dari wawancara dan observasi adalah nilai yang didasarkan pada pemikiran mistis religius, kolektif, pelestarian danidentitas.


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
pp. 40-52
Author(s):  
Mathias Jebaru Adon

Budaya Manggarai mengenal berbagai jenis perkawinan. Salah satunya adalah perkawinan lili atau legal married of brother/sister in law. Perkawinan ini dilakukan dengan seorang wanita yang telah menjanda ditinggal mati oleh suaminya. Sementara seorang laki-laki masih ada hubungan keluarga dengan mantan suaminya. Lili sebenarnya bukanlah sebuah perkawinan yang resmi jika dilihat dari tata cara adat perkawinan Manggarai. Lili hanya pengalihan tanggungjawab sebagai suami terhadap seorang janda menggantikan suaminya terdahulu yang telah meninggal. Hukum Perkawinan Gereja Katolik mengizinkan seseorang menikah dengan saudara/saudari pasangan yang sudah meninggal (ipar). Artikel ini bertujuan untuk mendalami adat perkawinan lili masyarakat Manggarai dan perspektif hukum perkawinan Gereja Katolik tentang perkawinan lili. Studi ini menemukan bahwa kendatipun perkawinan lili tidak dilarang Gereja tetapi seringkali bertentangan dengan tujuan perkawinan Katolik karena motivasi perkawinan lili dalam adat perkawinan Manggarai cenderung didasarkan pada tanggung jawab memelihara anak-anak yang ditinggalkan dalam perkawinan sebelumnya. Hal ini bertentangan dengan hakikat perkawinan Katolik yang pertama-tama didasarkan pada kesejahteraan suami isteri.


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
pp. 72-82
Author(s):  
Ni Made Ari Dwijayanthi ◽  
Ida Bagus Putu Eka Suadnyana

Yoga sastra dikatakan jalan yang dipilih pengarang kekawin untuk menemukan jalan kemanunggalan dengan Semesta melalui karyanya. Beberapa kekawin digunakan dalam penelitian ini yakni Kekawin Dharma Sawita, Dharma Wimala, Dharma Niskala, Dharma Sunya, Dharma Putus, Smaradahana, dan juga Kidung Jayendrya. Fokus tulisan ini untuk mengungkapkan bentuk, fungsi, dan makna yoga sastra dalam kekawin. Teori yang digunakan untuk menginterpretasi teks adalah teori semiotika dari Pierce sementara teori rasa dari Sharma digunakan untuk menganalisis kedalaman pengalaman estetik dalam karya sastra Kawi. Sehingga menghasilkan temuan berupa yoga sastra sebagai jalan manunggal pengarang dengan pencipta melalui proses kreatif karang mengarang karya sastra.


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
pp. 83-89
Author(s):  
Komang Indra Wirawan

Pada kajian ini, secara khusus menelisik lebih dalam tentang pementasan tari sakral Rangda pada prosesi napak siti melalui pendekatan Teo-etika Hindu. Melalui kajian ini, penulis berupaya menggali makna teologis dan etika pementasan tari sakral Rangda yang dipentaskan dalam setiap sritual napak siti atau mapinton ketika prosesi sakralisasi Barong-Rangda dilakukan. Prosesi “menarikan” Rangda ini menjadi penting dilakukan sebagai sebuah proses “pengesahan”, bahwaRangda telah layak disebut sakral, dan berhak dijadikan objek pemujaan. Meskipun, Barong-Rangda sudah disakralkan melalui proses ritual, tetapi belum dilakukan proses napak siti, maka Barong dan adalah proses pemberkatan kepada pertiwi (bumi), dan dalam teologi Hindu pertiwi adalah Sakti dari Bhatara Siwa sebagai simbol kekuatan yang supream. Jadi, pementasan tarian napak siti ini menjadi hal yang menarik dikaji dalam upaya menggali makna teologi, estetik dan etika dalam menarikan Rangda sebagai pentasbihan, bahwa Rangda sudah terbukti sakral dan dapat dijadikan objek pemujaan.


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
pp. 29-39
Author(s):  
A.A. Kade Sri Yudari ◽  
Ni Wayan Karmini

Wacana Ratu Adil Satria Piningit dan Zaman Edan, tidak pernah hilang dari benak dan relung hati masyarakat Indonesia. Tulisan ini hanyalah sebagai ungkapan rasa keprihatinan atas fenomena carut marut yang sedang terjadi di bumi pertiwi ini. Tujuannya, memaknai secara tersurat naskah warisan para leluhur yang penuh dengan perlambang sehingga masyarakat luas dapat memahami mengapa istilah Ratu Adil Satria Piningit dan Zaman Edan selalu diwacanakan ketika bumi pertiwi sedang mengalami berbagai masalah. Tulisan ini juga merupakan reinterpretasi beberapa sumber pustaka salah satunya adalah serat Kalatidha karya Raden Ngabehi Ranggawarsita. Bahwa, serat Kalatidha merupakan kepustakaan sastra Jawa yang berisi kritik social, nilai keagamaan, tradisi kapujanggaan, prediksi masa depan/ futurology dan kemunculan Satria Piningit sang Ratu Adil. Pada akhirnya, ‘Serat’ yang mengisyaratkan zaman edan menjadi pembicaraan klasik populer dikalangan masyarakat luas. Ketika keadilan yang diharapkan belum memenuhi semua komponen, seperti terjadi ketimpangan social yang berkepanjangan maka wacana Ratu Adil terus dielukan. Faktanya, istilah yang melegenda itu pun hanyalah merupakan gambaran kondisi zaman yang dirasakan masyarakat disertai dengan harapan datangnya seorang pemimpin yang adil, bijak dan lebih memihak kepada rakyat.


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
pp. 63-71
Author(s):  
I Nyoman Ariyoga

Berdasarkan pembabakan sejarah kebudayaan Indonesia maka perkembangan Hindu dan Buddha di Indonesia masuk ke dalam masa klasik. Hal ini masih tersimpan dalam karya sastra keagamaan yang pada jaman dahulu, nilai-nilai tersebut dimuat dalam lontar. Lontar merupakan pustaka klasik yang mengandung nilai-nilai etis, estetis, dan religius. Nilai-nilai ini sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan, bagaimana menata tatanan sosial keagamaan di Bali. Salah satu warisan agama Hindu berupa Lontar Parwa adalah Lontar Candra Bherawa adalah suatu karya sastra yang tergolong klasik memiliki banyak pengetahuan ajaran-ajaran Agama Hindu, baik dalam bentuk ajaran tattwa, susila, maupun juga upacara yang masih sangat relevan diimplementasikandalam kehidupan masyarakat. Selain itu Lontar Candra Bherawa memberikan kontribusi cerita mengenai konsep ketuhanan Siwa-Buddha yang menjadi momentum bersatunya kedua paham ajaran ini, yang pernah menjadi sebuah konsep kepercaaan agama di bumi Nusantara Indnesia. Ajaran Siwa-Buddha saling memberikan pengaruh sehingga terjadi hubungan yang erat dan kekeluargaan. Dalam Lontar Candra Bherawa hubungan tersebut ditegaskan kembali bahwa kedua ajaran tersebut menuju sumber yang sama yaitu Siwa-Buddha adalah tunggal adanya. Penelitian ini merupakan penelitian tekstual, yakni menggunakan teks sebagai sumber utama. Hal ini dilakukan semata untuk mengetahui pola pikir dan kronologis pemikiran umat Hindu pada masa silam. Sebagaimana dalam Lontar Candra Bherawa terdapat konsep ajaran sinkretisme Siwa-Buddha yang pernah melahirkan peradaban-peradaban besar di nusantara.


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
pp. 105-122
Author(s):  
Ida Ayu Made Gayatri
Keyword(s):  

Artikel ini mengidentifikasi dampak dari dinamika interaksi sosial disosiatif berupa konflik horizontal antarkelompok masyarakat sejak Agustus 2020 hingga April 2021 di Bali. Penelitian menggunakan pendekatan teoritik gerakan sosial dan mobilisasi sosial. Metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini yaitu observasi partisipatif, wawancara mendalam dan studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan dampak propaganda dan aksi dari Gema Hindu yaitu:1) ditujukan untuk mendesak PHDI mencabut surat pengayoman untuk sampradaya Hare Krishna ISKCON, Sai Baba dan sampradaya lainnya; 2) berhasil mendapat simpati secara luas dengan adanya dukungan Gubernur, DPRD, Majelis Desa Adat dan PHDI Provinsi Bali dan masyarakat Hindu secara nasional; 3) menghasilkan Surat Keputusan Bersama (SKB) PHDI Provinsi Bali dan MDA Provinsi Bali; 4) menghasilkan tindakan penegakan hukum secara pre-emtif, preventif dan represif dalam pencegahan penistaan agama dan fundamentalisme serta radikalisasi agama di PHDI dan desa adat sebagai bagian dari partisipasi masyarakat dalam pertahanan NKRI dan ideologi Pancasila.


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
pp. 1-28
Author(s):  
Seno Joko Suyono

Dalam penelitian tentang Ramayana di Indonesia, sudah banyak yang menyadari tentang kemungkinan adanya sumber lain selain Walmiki yang digunakan oleh pengarang dan pemahat Indonesia di zaman kuno. Malini Saran dan Vinod C. Khanna misalnya, dalam buku The Ramayana in Indonesia, mereka menganggap beberapa gambar di relief Prambanan menyimpang dari penggambaran Ramayana versi Walmiki. Malini Saran dan Vinod C. Khanna secara menarik menduga bahwa para silpin (pemahat relief) Prambanan selain memang secara umum saat memahat mengacu pada kisah mainstream Ramayana versi Walmiki, juga mereferensikan diri pada beberapa kisah minor Ramayana di India. Dalam studi ini saya bermaksud melakukan pembacaan ulang atas relief Ramayana sebagaimana ditafsir oleh Malini Saran dan Vinod C Khanna, terutama pembacaan atas Rahwana. Sebab bagi saya pembacaan Rahwana di relief Prambanan yang dilakukan kedua arkeolog India ini yang paling dekonstruktif dan berbeda dari kesepakatan umum.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document