Jurnal Keislaman
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

63
(FIVE YEARS 62)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By STAI Taruna Surabaya

2722-7804, 2089-7413

2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 195-216
Author(s):  
Heni Listiana

Politik pendidikan guru agama Islam pada masa Orde lama tidak dapat dilepaskan dari perjuangan memasukkan materi agama di sekolah. Sudah sejak lama Pemerintah Belanda menjadikan pendidikan agama terpisah dari pendidikan sekolah, dengan asumsi pendidikan sekolah itu netral dari pendidikan agama. Pendidikan agama menjadi urusan pribadi masing-masing dan bukan menjadi bagian integral pada pendidikan sekolah. Pemisahan ini menjadikan perbedaan yang sengit antara kaum nasionalis dan umat Islam dalam memandang pendidikan agama. Kaum nasionalis memiliki kecenderungan sinis dan apatis terhadap kaum muslim. Demikian juga kaum muslim berusaha untuk menyelamatkan kepentingannya dalam kancah politik di Indonesia sebagai mayoritas. Tetapi menjadi hal yang menarik untuk dikaji adalah meskipun Kementerian agama lahir belakangan tetapi usaha yang dilakukan pasca kemerdekaan harus diakui sebagai upaya yang luar biasa dalam menyediakan pendidikan yang berkualitas bagi umat Islam, terbukti dengan penyelenggaraan pendidikan guru yang pernah dijalankan. Upaya membangun kesejajaran dengan Kementerian Pendidikan dalam mengelola lembaga pendidikan menjadi hal yang tidak dapat dielakkan. Untuk itu perlu dibahas tentang model pendidikan guru agama Islam pada masa orde lama sebagai bagian dari politik pendidikan masa orde lama dalam fokus kajian politik ketenagaan.


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 238-248
Author(s):  
Moh. Ikhwanuddin

Diskursus mengenai Hukum Islam dan budaya lokal sering kali tidak berjalan dengan baik. Keberadaan budaya yang dianggap merupakan hasil cipta manusia dan berjalan dinamis progresif, dipandang memiliki karakter yang berlainan dengan hukum Islam di mana tekstualitas dalil pembentukan hukum Islam bersumber pada dua hal yang paling penting dalam setiap pembentukan hukum, yakni Al-Qur’an dan Hadis. Akan tetapi, dalam tataran teori dan praktis, pembentukan hukum Islam ternyata tidak sama sekali menegasikan nuansa lokalitas. Persinggungan keduanya memiliki relasi yang saling terikat dalam pembentukan awal hukum Islam. Islam, dengan sumber hukumnya, berakulturasi dengan indah dengan unsur lokalitas ternyata mampu menyadarkan kembali pertentangan yang kembali, dan akan terjadi berulang, mengenai hukum Islam dan budaya lokal.


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 132-140
Author(s):  
Zuman Malaka

Para ulama’ berbeda pendapat tentang kapan mulai terjadinya pemalsuan hadis, orang telah memalsukan berbagai hadis dengan motif dan tujuan yang berbeda-beda, Terlebih untuk kepentingan-kepentingan tertentu orang bisa dan berani untuk membuat hadis palsu. Pengertian hadis secara istilah adalah Hadis yang disandarkan kepada rasulullah SAW Secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan berbuat ataupun menetapkannya. Mempergunakan hadis maudu’ itu batal, dan haram meriwayatkannya kecuali terpaksa atau mengerjakan hadis itu kepada ahli ilmu pengetahuan untuk diteliti. Berdasarkan data sejarah yang ada, pemalsuan hadis tidak hanya dilakukan oleh orang-orang islam tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non islam dengan berbagai macam motif dan kepentingan anatara lain Pertentangan politik, usaha kaum zindik, fanatic terhadap bangsa dan suku, mempengaruhi kaum awam dan lain sebagainya.


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 150-165
Author(s):  
Ries Dyah F.

Pengelolaan zakat yang selama ini telah dilakukan oleh badan amil zakat secara keseluruhan belum maksimal sehingga syiar Islamnya pun belum mampu melakukan perubahan paradigma masyarakat khususnya umat Islam. Yang perlu dilakukan lebih intens oleh BAZ/ LAZ adalah klasifikasi dan pengelompokan sasaran penerima zakat, yaitu kelompok mustahiq yang sesuai untuk menerima zakat produktif dan mustahiq yang hanya bisa diberi zakat konsumtif (untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari). Sehingga implementasi dari dakwah Islam melalui zakat sebagai pemberdayaan ekonomi masyarakat bisa optimal. Pemerintah harus sesegera mungkin untuk melakukan revisi UU tentang Zakat yang mencakup prosedur pengelolaan Zakat, regulasi zakat sebagai pengurang pajak, pembentukkan departemen/ direktorat zakat yang bersinergi dengan lembaga keuangan/ Ditjen Pajak.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 81-99
Author(s):  
Makinudin Makinudin

Wakaf merupakan salah satu bagian dari sedekah, yang dalam hadis diberi sifat dengan lafal “jariyyah” setelah lafal “sadaqah”, dan oleh ulama dianggap sedekah yang paling utama. Wakaf diundangkan melalui al-Qur’an dan al-Hadith, dan dipraktekkan sejak zaman nabi Muhammad saw. sampai sekarang. Bahkan, di Indonesia, sejak tahun 2004 telah ada undang-undang tentang wakaf yang menyempurnakan peraturan-peraturan sebelumnya. Pada umumnya, masyarakat Islam beranggapan bahwa wakaf itu bersifat muabbad (berlaku selamanya), tidak muaqqat (dibatasi waktunya), sehingga jika wakif telah mengucapkan ikrar wakaf, maka benda yang diwakafkan itu lepas dari miliknya, tidak dapat ditarik kembali. Hal ini didasarkan, bahwa mereka bermazhab Shafi’i, sebagaimana kitab-kitab dan buku-buku mereka yang dibaca dan dipahami, sehingga jika ada pendapat lain, mereka menolaknya, padahal wakaf itu merupakan masalah ijtihad. Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf menjelaskan bahwa wakaf itu ada yang muabbad dan muaqqat, berbeda dengan peraturan sebelumnya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik dan Kompilasi Hukum Islam, dengan cara menggabungkan beberapa mazhab fiqh, Malikiyyah, Hanafiyyah, Shafi’iyyah, dan Malikiyyah dengan cara talfiq. Pemberlakuan wakaf muaqqat sesuai dengan ulama Malikiyyah yang menyatakan bahwa benda wakaf tidak lepas dari kepemilikan wakif dan Hanafiyyah, yang berpendapat bahwa wakaf itu seperti akad ‘ariyah (pinjaman), yang sewaktu-waktu dapat ditarik kembali. Sedangkan, dari sisi maslahah, wakaf muaqqat, yang merupakan bagian dari Pasal 1 ayat 1 UU No. 41 Tahun 2004 termasuk dalam maslahah hajiyyah (sekunder), yang bersifat menyempurnakan maslahah daruriyyah (primer) terkait dengan memelihara keturunan (muhafazah ‘ala naslal-nasab), sehingga terhindar dari kefakiran keluarga wakif.     


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 100-113
Author(s):  
Heni Listiana

Metode spasial hadir untuk mengkaji keberadaan agama pada tempat-tempat non agama (sekuler). Isu-isu kontemporer yang dihadapi oleh politisi dan intelektual di negara-negara sekuler Eropa adalah hubungan antara sekularitas dan agama.2 Dalam konteks itu, Kim Knott berusaha menemukan hubungan antara keduanya, membongkar kebekuan antara keduanya yang sudah lama terjadi, dengan menggunakan metode spasial yang berasal dari ilmu-ilmu sosial dan budaya. Berangkat dari preposisi yang menyatakan ada hubungan antara agama, lokal dan masyarakat maka metode spasial, memosisikan agama sebagai ruang yang multidimensi, menjadikan tubuh sebagai peran sentral pembentuk ruang. Dalam ruang tubuh itu melekat agama yang menempati lokal dan masyarakat. Dengan kata lain, dalam diri orang beragama, agama ikut serta bersamanya kemanapun dia pergi dan dimanapun ia berada. Sehingga agama itu tidak hanya tampak pada tempat-tempat ibadah/agama saja.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 114-131
Author(s):  
Nasiruddin Nasiruddin

Sains masa lalu adalah pilar bagi tumbuh-kembangnya sains saat ini dan di masa mendatang yang memberikan andil pada terbentuknya sebuah peradaban manusia. Ilmu pengetahuan pada dasarnya tidaklah berkembang pada arah yang tak terkendali, tapi ia harus bergerak pada arah maknawi dan umat manusia berkuasa untuk mengendalikannya, salah satu alternatif yang ditawarkan oleh ilmuwan muslim adalah mengintegrasikan antara sains, filsafat bahkan agama yang lebih populer dengan istilah islamisasi sains sebagai suatu respon terhadap krisis masyarakat modern yang disebabkan oleh pendidikan Barat yang bertumpu pada suatu pandangan dunia yang bersifat materialistis dan sekularistik, Dunia pendidikan di Indonesia dalam arus peradaban manusia modern tidak akan pernah sunyi dari perubahan-perubahan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 56-80
Author(s):  
Lailatu Zahroh

Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Disamping itu, tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan, dan yang terpenting lagi adalah dapat memberI penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan. Pendidikan seharusnya berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai, bukan semata-mata berorientasi pada sederetan materi, karena itulah tujuan pendidikan harus dirumuskan terlebih dahulu sebelum merumuskan komponen pendidikan yang lain Bagaimanakah tujuan pendidikan menurut Muhammad Iqbal dan HAMKA? Apa persamaan dan perbedaan antara keduanya?


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 23-37
Author(s):  
Nasiri Nasiri

Gagasan maslahah al Thufi akan semakin signifikan apabila dikaitkantuntutan global mengenai Hak Asasi Manusia dan etika global. Gagasan al Thufimerupakan jembatan bagi dialektika turats dan tajdid dalam menyikapi tantanganglobal yang muncul akibat modernisasi dan globalisasi. Para intelektual Islam telahlama berusaha mencari formula yang dapat mengakomodasi perkembangankontemporer dengan tetap memiliki jangkar kepada khazanah I slam (turats),khususnya Alquran dan hadits. Formula formula yang dihasilkan oleh paraintelektual tersebut adakalanya terlalu berat sebelah kepada turats, yangmemunculkan fundamentalisme Islam. ada kalanya formula tersebut terlalu beratkepada perubahan sehingga sampai mengorbankan kesakralan Alquran. Gagasanmaslahah al Thufi dapat dipandang sebagai jalan tengah. Pertama, konsentrasigagasan maslahah al Thufi terhadap wilayah muamalah memberikan sebuahdemarkasi yang jelas dimana perubahan massif dapat d ilakukan. Kedua, kedudukansumber hukum Islam terdefinisi secara jelas sehingga perubahan yang didasarikepentingan umum tidak mengorbankan Alquran dan hadits. Dua hal tersebutmemungkinkan gagasan maslahah dapat dikembangkan dan memperoleh pengakuansecar a luas, terlebih al Thufi berasal dari tradisi madzhab yang diakui olehortodoksi Islam sunni.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 48-55
Author(s):  
Ali Mas'ad

Spektrum politik Indonesia diwarnai oleh pergulatan elit  politik yang terpilah dalam banyak kelompok, Kelompok islam dan yang memakai simbol-simbol islam merupakan salah-satu kelompok yang ikut andil dalam pertarungan politik, ketika orde baru masih eksis, partai yang ada hanya terdapat tiga partai yaitu Golkar, PDI dan PPP. Dari ketiga partai tersebut yang berafiliasi dan bernafaskan islam hanya PPP. Namun begitu bola reformasi menggelinding maka PPP melahirkan partai-partai islam lainnya, semisal PKB, PBB, PKS dan lainnya, Khusus kasus politik islam pasca orde baru Kaum formalis memang meluncurkan partai-partai islam formal. Bahkan PPP yang semula berasaskan pancasila berganti berasaskan Islam, dan gambar ka’bah menggantikan gambar bintang segi lima, tetapi dari sejumlah partai yang menjamur di pasca orde baru, hanya ada satu partai yang menjadi dambaan dan tetap melekat di hati kaum santri yaitu Partai Persatuan Pembangunan.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document