Bawi Ayah: Jurnal Pendidikan Agama dan Budaya Hindu
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

29
(FIVE YEARS 29)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

2614-1744, 2089-6573

2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 40-48
Author(s):  
I wayan Karya

Perkembangan kognitif berhubungan dengan kecerdasan dan pengetahuan. Kecerdasan dan pengetahuan bukan kuantitas atau sesuatu hal yang statis. Kecerdasaan adalah aktif, dinamis dan senantiasa berubah sedangakan pengetahuan adalah mengetahui dan ia adalah sebuah proses yang diciptakan melalui aktivitas pemelajar (Gredler, 2011:325). Hal ini dapat dikatakan bahwa kecerdasan dan pengetahuan seseorang selalu berubah melalui interaksi individu dengan lingkungannya. Dengan demikian interaksi dengan lingkungan sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan kecerdasan dan pengetahuan individu. Selain itu, Individu dalam menentukan perkembangan kognitifnya dipengaruhi oleh faktor esensial. Faktor esensial itu adalah lingkungan fisik, kematangan, pengaruh sosial, dan proses yang disebut sebagai penyeimbang. Teori belajar behavioristik ini berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk lebih baik, dan juga belajar. Jadi sekoah harus berhati-hati supaya tidak membunuh naluri dengan memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap. Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk belajar sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis dan juga punya keinginan. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada behaviorisme.


2019 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 32-54
Author(s):  
Pranata Nata

Penomena menggambarkan bahwa upaya remaja untuk mencapai moralitas dewasa dalam mengendalikan dirinya menghadapi gejolak keremajaannya sangat sulit. Salah satu yang sangat berperan adalah guru khususnya guru agama. Dimana guru agama harus berperan sebagai pembimbing dimana dia harus membimbing siswa-siswanya agar menjadi lebih baik dalam pergaulannya dimasyarakat sehingga anak didiknya dapat mencapai kedewasaan yang optimal. Guru agama harus mampu mencurahkan segala perhatiannya kepada anak didiknya di sekolah dalam hal mengatasi segala permasalahan yang dialami anak didiknya, sehingga siswa dapat tersadarkan bahwa pergaulan yang salah akan berdampak negatif bagi dirinya. Berangkat dari permasalahan diatas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah sistem pembelajaran Pendidikan Agama Hindu, untuk mengetahui tentang upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh guru agama Hindu dalam meningkatkan pengendalian diri siswa serta untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat terhadap peningkatan pengendalian diri siswa di SMK Bakti Mulya Kabupaten Kotawaringin Timur.


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 28-39
Author(s):  
I Nyoman Sidi Astawa

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji dari aspek yang berbeda terhadap hari suci Saraswati yakni mengenai nilai-nilai pendidikan dan catur guru dalam hari suci Saraswati. Nilai-nilai pendidikan Hindu yang terdapat dalam hari suci Saraswati secara garis besarnya atau pokok-pokoknya sesuai dengan tri kerangka dasar agama Hindu. Dalam pemaknaan hari suci Saraswati terdapat pula ajaran agama Hindu tentang guru yang terdiri atas Tuhan (Swadyaya), Pemerintah (Wisesa), Guru di sekolah (Pengajian) dan Orang Tua (rupaka) yang disebut dengan istilah catur guru.


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 16-27
Author(s):  
I Gede Dharman Gunawan

Dewasa ini perkembangan teknologi internet telah merambah berbagai disiplin ilmu. Dengan berkembangnya teknologi internet, dunia pendidikan pun makin ramah dengan situs jejaring media sosial facebook, blogger, instagram, hingga twitter. Situs jejaring media sosial tidak hanya digunakan untuk berinteraksi dengan sesama teman. Ada yang memanfaatkannya sebagai media menyampaikan informasi, untuk mempromosikan produk, bahkan hanya sekedar untuk mencurahkan isi hati pengguna, tentunya dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran yang inovatif. Berkaitan dengan permasalahan saat ini mengenai pemanfaatan media sosial yang tidak terkontrol, sehingga perlunya pemanfaatan media sosial sebagai media pembelajaran pendidikan agama Hindu yang inovatif. Tentunya pemanfaatan media sosial dapat menumbuhkan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Maka sangat penting pemanfaatan media sosial sebagai media pembelajaran pendidikan agama Hindu pada siswa.


2019 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 87-97
Author(s):  
Ni Wayan Ramini Santika

Dalam kehidupan beragama khususnya agama Hindu yang memiliki suatu Pemahaman Konsep Teologi Hindu yang bersumber daripada Kitab Suci Veda dan Kitab Suci Panaturan, karena kitab suci sebagai pedoman umat Hindu dalam memperkuat keimanan tentang pengetahuan Ketuhanan. Agama Hindu mengembangkan ajarannya sesuai dengan desa (tempat), kala (waktu/penentuan hari baik atau buruk) dan patra (keadaan sosial ekonomi, situasi dan kondisi). Selain itu, dalam pelaksanaan ajaran agama Hindu juga selalu berpegang pada Tiga Kerangka Dasar Agama Hindu yaitu Tattwa (filsafat), etika (tata susila) dan ritual (upacara). Ketiga kerangka ini merupakan sebagai dasar bagi setiap  umat Hindu dalam usahanya untuk mencapai ketenangan dan ketentraman dalam keyakinanya. Aspek tattwa atau filsafat agama merupakan inti ajaran Agama Hindu, sedangkan aspek susila atau etika merupakan pelaksanaan ajaran agama dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Aspek upacara atau ritual agama merupakan yadnya, persembahan atau pengorbanan suci yang tulus ikhlas kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Ketiga aspek tersebut merupakan suatu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Karena itu ketiga kerangka dasar agama tersebut harus dipahami, mengingat ketiganya saling berkaitan. Memahami atau tidak memahami salah satu aspek, dapat mengakibatkan pemahaman terhadap Agama Hindu menjadi tidak lengkap dan bahkan bisa mengaburkan atau memberi  pengertian yang keliru terhadap Agama Hindu.. Pendidikan Agama Hindu diberikan pada peserta didik diharapkan agar menjadi orang yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan Pendidikan Agama Hindu dapat menjalankan dan mengamalkan ajaran Agama Hindu sehingga terbentuknya budi pekerti yang luhur dan berakhlak yang mulia.


2019 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 72-86
Author(s):  
Suwito Suwito

Upacara Mamapas Lewu akibat perzinahan adalah merupakan bagian dari sikap dan tingkah laku baik dalam pelaksanaan upacara  menetralisirkan segala hal-hal yang tidak baik, malapetaka, marabahaya bagi kehidupan manusia serta memohon berkat perlindungan dan anugrah dari Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa) agar dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat desa mendapatkan kesejahteraan, kedamaian dan keselamatan yang melibatkan masyarakat sekitarnya. Kegiatan tersebut merupakan  sesuatu yang selalu dilakukan oleh masyarakat Hindu Kaharingan bahkan masyarakat secara umum juga meyakini ajaran tersebut, karena ingin mendapatkan keselamatan. Dengan dilakukan upacara Mamapas Lewu akibat perzinahan sebagai salah satu upacara untuk menetralisir atau menghapuskan segala hal peristiwa yang terjadi pada kehidupan manusia yang didasari dengan simbol, mitos dan ritus. Tatacara upacara mamapas lewu akibat perzinahan adalah diawali dengan mempersiapkan sarana dan prasarana upacara, setelah beberapa sarana tersebut telah dipersiapkan, maka seluruh keluarga dan masyarakat yang melaksanakan upacara tersebut bersama-sama mendirikan Pasah Pali tersebut di Pinggir Sungai. Hal itu dilakukan secara bergotong royong (habaring hurung) bersama masyarakat sekitarnya. Setelah itu baru  upacara mamapas lewu akibat perzinahan dilaksanakan mulai dari pisor melaksanakan duduk menawur (Hataburan Bulau Urai) menuju Ganan Pali dengan mempersembahkan sesajen agar tidak mengganggu lagi. Fungsi upacara mamapas lewu akibat perzinahan adalah mempunyai fungsi yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan, keharmonisan dan keselamatan dunia. Makna upacara mamapas lewu akibat perzinahan pada hakikatnya adalah sebagai perwujudan simbol-simbol ketuhanan yang mempunyai makna yang tinggi dalam hal manusia memuja kebesaran Tuhan beserta semua manifestasinya, karena segala yang akan terjadi di karenakan atas kehendak Ranying Hatalla (Tuhan Yang Maha Esa). Makna tersebut dapat ditinjau dari makna sasajen dan ritualnya.


2019 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 1-21
Author(s):  
Mitro

Dalam interaksi edukatif, guru tidak cukup hanya mengetahui bahan ilmu pengetahuan yang akan dijabarkan dan disajikan kepada siswa, tetapi juga harus mengetahui filosofis dan didaktisnya, sehingga mampu memberikan motivasi di dalam kegiatan belajar mengajar. Proses belajar mengajar, guru memegang peranan penting karena bertindak sebagai pengelola dan pelaksana interaksi belajar mengajar. Guru bertindak sebagai perencana, membimbing dan mengarahkan dalam memberi motivasi, agar terjadi proses interaksi yang memungkinkan terjadinya proses belajar dengan baik. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyaji pelajaran khususnya di depan kelas, guru tidak hanya dituntut menyusun perencanaan pengajaran dan mentransfer pengetahuan atau isi pelajaran yang disajikan kepada para siswanya, tetapi guru juga harus mentransfer kecakapan karsa dan kecakapan rasa yang terkandung dalam materi pelajaran yang disajikan.


2019 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 55-71
Author(s):  
Serlis Serlisrusandi Rusandi

Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk memantau proses, relevansi kemajuan belajar siswa dengan tujuan atau standar yang telah ditetapkan, dan perbaikan pengajaran siswa serta kelemahan - kelemahan yang telah dilakukan dalam kegiatan proses belajar mengajar. Menetukan dan menjelaskan apa yang harus dinilai selalu mendapat prioritas dalam proses evaluasi. Efektifitas evaluasi bergantung pada telitinya deskripsi tentang apa yang akan dievaluasi, karena itu agar hasil evaluasi dapat mencerminkan informasi yang akurat tentang hasil belajar siswa dan efektivitas program pengajaran yang telah dilaksanakan, maka diperlukan teknik dan pendekatan analisis evaluasi yang digunakan untuk menentukan keakuratan informasi hasil evaluasi yang telah dilakukan dan merupakan syarat mutlak yang diperlukan untuk menghasilkan keputusan yang tepat dalam memilih alternatif yang terbaik berdasarkan kesesuaian antara hasil yang dicapai dan tujuan yang ingin dicapai. Pola pendekatan dalam evaluasi harus dipilih sesuai dengan tujuan yang akan dilayaninya dan harus dipertimbangkan apakah teknik evalusi merupakan metode yang paling efektif untuk menetukan apa yang ingin diketahui oleh siswa. Evaluasi yang komprehensif menuntut berbagai teknik evaluasi. Salah satu alasan perlunya berbagai prosedur evaluasi adalah karena setiap jenis hanya menyajikan bukti-bukti yang unik tetapi terbatas tentang perilaku siswa. Untuk mendapatkan gambaran yang komplit tentang pencapaian siswa perlu kombinasi hasil dari berbagai teknik. Pemakaian pendekatan dalam evaluasi yang sewajarnya menuntut kewaspadaan akan keterbatasannya seperti juga kekuatannya. Semua alat evaluasi selalu mengandung kekurangan tertentu. Pertama, adalah kesalahan sampling, yakni hanya dapat mengukur sampling kecil pada satu waktu. Kesalahan   kedua adalah pada alat evaluasi itu sendiri atau proses memakai alat itu. Sumber  kesalahan  yang lain lahir dari  penafsiran  yang  salah  tentang  hasil  evaluasi,  menganggap alat-alat  tersebut mengandung  presisi   yang   sebenarnya   tidak  mereka miliki. Sebaik-sebaiknya alat   evaluasi hanya memberikan hasil yang bersifat mendekati saja sehingga harus ditafsirkan secara wajar. Kesadaran atas keterbatasan alat evaluasi memungkinkan penggunaannya lebih efektif, dan kesalahan-kesalahan dalam teknik evaluasi dapat dihilangkan dengan cara hati-hati dalam memilih dan menggunakannya. Evaluasi hanyalah alat mencapai tujuan bukan merupakan tujuan akhir.


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 63-82
Author(s):  
Nali Eka

Masyarakat Dayak Tumon yang beragama Hindu Kaharingan begitu mengedepankan upacara kematian berupa pengupacaraan terhadap tubuh dan perjalanan sang roh. Berdasarkan alasan tersebut Peneliti tertarik untuk mengangkat judul penelitian tentang: Upacara Kematian Pada Masyarakat Dayak Tumon di Desa Guci Kabupaten Lamandau (Kajian Agama dan Budaya Hindu). Titik incar pengkajian penelitian ini adalah menyangkut bagaimana bentuk, fungsi dan kajian agama dan Budaya Hindu terhadap upacara kematian pada masyarakat Hindu Dayak Tumon di Desa Guci Kecamatan Bulik Kabupaten Lamandau?. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan studi dokumen serta dianalisis secara deskriptif interpretatif melalui tahapan klasifikasi, reduksi dan interpretasi. Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh informasi bahwa Ritual kematian masyarakat Dayak Tumon merupakan tradisi agama sekaligus adat, sehingga memiliki nilai-nilai luhur. Nilai-nilai tersebut terlihat dalam tradisi perawatan jenazah dan penguburan sampai pada pasca penguburan dimana bentuk perhatian dan kasih sayang keluarga yang ditinggalkan begitu luar biasa, yang meninggal diperlakukan layaknya ketika masih hidup, doa-doa yang dilantunkan oleh dukun agar perjalanan sang roh kembali kepada penciptanya. Upacara kematian bagi masyarakat Hindu Dayak Tumon di Desa Guci Kecamatan Bulik Kabupaten Lamandau tidak sekedar bersifat sakral melainkan juga bersifat sosial. Upacara kematian ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan kosmos yang diharapkan dapat memberikan keselamatan baik kepada roh si mati maupun terhadap manusia yang ditinggalkan. Konsep kematian masyarakat Hindu Dayak Tumon di Desa Guci kabupaten Lamandau tersebut di atas sejalan dengan kepercayaan yang terdapat dalam peradaban Veda (Hindu) tentang karma, reinkarnasi/Punarbhawa.


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 1-15
Author(s):  
Hendri -

Emosi keagamaan yang menyebabkan manusia mempunyai sikap dan perilaku yang serba religius merupakan suatu getaran yang menggerakkan jiwa manusia. Sistem keyakinan dalam suatu religius terwujud pikiran, moralitas dan gagasan manusia yang menyangkut keyakinan. Sistem ritus dan upacara dalam religi terwujud tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan, Dewa-Dewi Nenek Moyang atau makhluk lainnya. Dalam sistem ritus dan upacaranya biasanya digunakan sasaran dan peralatan upacara. Upacara ritual merupakan bentuk dari kebudayaan yang telah mengalami perkembangan dan beradaptasi, tetapi  tidak mempengaruhi makna dan tujuan yang merupakan local genius atau kebudayaan setempat. Upacara ritual yang dilakukan dengan harapan apa yang menjadi keinginan dapat tercapai. Upacara Manenung yaitu melalui beberapa  tahapan, yaitu (1) Tahap pertama diawali dengan mendatangi Basir atau rohaniawan pelaksana upacara ritual Manenung dan dengan membawa  berbagai alat yang digunakan dalam proses upacara ritual tersebut. Ritual tersebut mengandung nilai pendidikan agama Hindu yaitu Tattwa , Susila, dan Upacara. Kendala yang dihadapi dalam menanamkan Nilai Pendidikan Agama Hindu dalam Upacara Manenung  menurut Umat Hindu Kaharingan di Desa Petak Bahandang Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas  yakni : (a) Adanya anggapan dari luar atau non Hindu bahwa Bahwa upacara-upacara ritual yang dilakukan sebagai adat budaya sehingga upacara Manenung  dikatakan sebagai adat budaya.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document