SUHUF
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

188
(FIVE YEARS 46)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an

2548-6942, 1979-6544

SUHUF ◽  
2021 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
pp. 127-151
Author(s):  
Rahmatullah Rahmatullah ◽  
Hudriansyah Hudriansyah ◽  
Mursalim Mursalim

M. Quraish Shihab sering disebut sebagai sarjana yang memiliki peran dan pengaruh yang signifikan terhadap studi tafsir Al-Qur’an Indonesia kontemporer. Namun demikian, peran dan pengaruhnya tersebut masih belum didiskusikan dengan baik. Tulisan ini menemukan bahwa M. Quraish Shihab memang memilikiperan dan pengaruh yang signifikan. Tafsir tematik, yang menjadi tren tafsir Indonesia kontemporer, terbentuk karena peran dan pengaruh M. Quraish Shihab. Ia termasuk orang pertama yang memprakarsai dan mengelola proyek studi tafsir tematik di dunia akademik Indonesia. Selain menjadi pembimbing penulisan tafsir tematik yang dilakukan oleh mahasiswanya, keaktifannya dalam menghasilkan karya tafsir tematik, sekaligus menjadi caranya untuk mentransmisikan ide-ide tafsirnya, dan karena itulah ia dapat mempengaruhi dinamika studi tafsir Al-Qur’an Indonesia kontemporer. Tidak hanya itu, ia juga mempengaruhi dinamika objek studi tafsir Al-Qur’an yang terlihat dari maraknya studi yang menelaah dan terinspirasi oleh gagasan tafsirnya. Pengaruhnya yang signifikan juga dapat dilihat dari munculnya berbagai apresiasi dan kritik terhadap dirinya dan gagasan tafsirnya


SUHUF ◽  
2021 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
pp. 179-199
Author(s):  
Fuad Nawawi

Tulisan ini menunjukkan bahwa tradisi, jaringan sosial budaya, ideologi, dan kepentingan membentuk cara pandang terhadap pengetahuan, termasuk pengetahuan tentang qirā’āt sab‘ah. Az-Zamakhsyarī (w. 538 H/ 1143) kritis terhadap qirā’āt sab‘ah karena ia berlatar belakang muktazilah yang menilai bahwa sebagianragam bacaan qirā’āt sab‘ah merupakan produk ijtihad ulama. Muktazilah juga beranggapan bahwa tidak semua qiraah merupakan bagian dari Al-Qur’an. AzZamakhsyarī juga berpihak kepada mazhab nahwu Basrah yang memposisikan kaidah bahasa sebagai “hakim” yang menentukan. Jika ada qiraah yang tidak sesuai kaidah, qiraah tersebut dihukumi sebagai qiraah syāż. Di pihak lain, Abū Ḥayyān (w. 745 H/ 1344) membela qirā’āt sab‘ah karena Abū Ḥayyān berlatar belakang Asy‘ariyyah. Aliran teologi ini menilai qirā’āt sab‘ah sebagai qiraah mutawatir sehingga tabu untuk dikritik. Abū Ḥayyān berpihak kepada mazhab nahwu Kufah yang menilai apa pun yang berasal dari ungkapan orang Arab—tak terkecuali qirā’āt sab‘ah—diterima sebagai sumber bahasa, meskipun pada mulanya berbeda dengan kaidah umum


SUHUF ◽  
2021 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
pp. 223-244
Author(s):  
Hanan Syahrazad

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bentuk visual dan ragam hias yang ada dalam mushaf Al-Quran yang disalin di Pura Pakualaman, Yogyakarta, yang diuraikan dengan model satuan visual seni kriya. Naskah-naskah koleksi Pura Pakualaman disimpan di perpustakaan Pura Pakualaman, termasuk lima buah mushaf Al-Qur’an. Dua di antaranya memiliki ragam hias, yaitu satu mushaf dengan ragam hias wedana renggan, dan satu mushaf lainnya dengan ragam hias wedana gapura renggan dengan ragam hias flora. Tidak seperti naskah-naskah Pura Pakualaman pada umumnya yang memiliki kaitan filosofis antara teks dan ragam hiasnya, ragam hias yang terdapat pada mushaf ini tidak memiliki keterkaitan makna antara teks ayat Al-Quran dengan ragam hias yang mengitarinya. Ragam hias wedana renggan dan wedana gapura renggan yang muncul dalam mushaf Al-Qur’an tersebut menunjukkan adanya pengaruh tradisi penulisan naskah Jawa dalam penyalinan mushaf Al-Qur’an di Jawa, khususnya di Pura Pakualaman.


SUHUF ◽  
2021 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
pp. 27-48
Author(s):  
Muhammad Asif ◽  
Nopi Nafisantunnisa

Di kalangan pesantren, Abil Fadhal as-Senory lebih dikenal sebagai ahli fikih serta penulis tentang teologi dan ilmu bahasa Arab yang karya-karyanya banyak diajarkan di pesantren. Studi ini bertujuan untuk melihat terjemahan Al-Qur’ān al-Karīm karya Abil Fadhal as-Senory dalam konteks pengajaran tafsir dan terjemahan Al-Qur’an di pesantren. Studi ini menganalisis model dan metode terjemahan serta ideologi dalam terjemahan Al-Qur’an tersebut yang ditulis dengan huruf Pegon yang juga berfungsi sebagai alat analisis gramatika bahasa Arab dalam ayat. Metode terjemahan yang digunakan adalah tarjamah tafsīriyyah. Secara teologis, terjemahan ini mengapropriasi teologi Sunni-Asya’ri yang umumnya dianut kalangan pesantren. Hal ini menunjukkan bahwa terjemahan Al-Qur’an bahasa Jawa tidak hanya terkait dengan proses saling mempengaruhi antarbahasa, tetapi juga merepresentasikan ajaran teologi tertentu. Studi ini juga menyimpulkan bahwa Abil Fadhal telah menekankan pentingnya pembelajaran terjemahan AlQur’an dalam kurikulum pesantren pada saat tafsir masih menjadi kurikulum sekunder di lembaga pendidikan tersebut.  


SUHUF ◽  
2021 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
pp. 201-221
Author(s):  
Ahmad Subhan

Artikel ini menguraikan beberapa aspek yang melatarbelakangi kemunculan percetakan Kemas Muhammad Azhari yang mencetak Al-Qur'an menggunakan alat cetak batu atau litografi. Fenomena percetakan bumiputra di Palembang era kolonial yang muncul pada tahun 1848 ini penulis kaji dengan pendekatan Sejarah Buku, Budaya Cetak, serta penjelasan tentang keberterimaan teknologi cetak bagi kalangan muslim. Sebagai teknologi ciptaan Eropa, litografi lebih berterima bagi kalangan muslim. Penerimaan itu terjadi secara massif pada pertengahan abad XIX seiring menguatnya kolonialisme dan meluasnya jangkauan para rohaniwan musafir sebagai agen budaya cetak dalam misi penginjilan. Kontak budaya berupa alih teknologi antara agen budaya cetak berkebangsaan Eropa dengan kalangan muslim India dan Asia Tenggara memunculkan industri cetak di kawasan koloni Inggris dan Hindia Belanda. Percetakan Kemas Muhammad Azhari merupakan resultan dari trajektori perjalanan ibadah haji dan misi dakwah Kristen yang melintasi Selat Malaka sebagai jalur pelayaran di mana Singapura menjadi titik persilangan.


SUHUF ◽  
2021 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
pp. 153-177
Author(s):  
Heriyanto Heriyanto

Kajian ini menyoal fenomena tren menghafal Al-Qur’an melalui media teknologi online, baik menggunakan media sosial, website interaktif, maupun aplikasi android. Penelitian ini menggunakan model studi living Qur’an yang datanya diambil melalui observasi di internet, wawancara, dan penelusuran pustaka dariberbagai sumber. Kajian diharapkan mampu mengeksplorasi pola-pola yang muncul, jejaring, dan metode yang digunakan, sehingga fenomena cyber tahfiz ini dapat terejawentahkan dengan baik. Hasil kajian menunjukkan adanya pergeseran otoritas sanad dalam praktik tahfiz online. Proses talaqqi dalam pendidikan tahfiz tradisional menjelma menjadi talaqqi-virtual. Guru dan murid tidak harus bertemusecara langsung dalam menjamin otentisitas Al-Qur’an yang dihafalkan. Tradisi menghafal Al-Qur’an melalui media internet ini telah memunculkan realitas baru dalam konteks living Qur’an yang penulis sebut sebagai e-living Qur’an. Jika living Qur’an mengkaji komunitas yang hidup di tengah masyarakat dalam dunia nyata,maka e-living Qur’an adalah model studi Al-Qur’an yang menyasar masyarakat maya melalui komunitas-komunitas online


SUHUF ◽  
2021 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
pp. 79-97
Author(s):  
Akhmad Roja Badrus Zaman

Artikel ini mengelaborasi teori ma’nā-cum-maġza dan implementasinya terhadap topik riba dalam Al-Qur’an. Tulisan ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif, dan termasuk dalam penelitian pustaka. Teknik kerja teori hermeneutika ma’nā-cum-maġza adalah melakukan analisis linguistik, melihat historisitas penurunan suatu ayat dalam konteks makro dan mikro, dan melakukan penggalian maqṣad atau maġza (signifikasi) suatu ayat. Dengan menggunakan teori tersebut, dapat diketahui bahwa dalam aspek historisnya, riba menunjuk kepada fenomena realitas bangsa Arab abad ke-7 yang melipatgandakan nominal pinjaman awal yang mengarah kepada perbuatan eksploitatif dan zalim. Hal tersebut berbeda dengan konsep bunga bank dalam sistem perbankan kontemporer. Dengan mengambil maġza melalui kajian historis, teori interpretasi ma’nā-cum-maġza cenderung menekankan pada aspek moral pengharaman riba, dan menomorduakan bentuk legal riba—karena memiliki signifikasi hukum yang tidak terkatakan, sehingga menjadikannya tidak diharamkan.


SUHUF ◽  
2021 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
pp. 1-25
Author(s):  
Jajang A Rohmana

Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan penggunaan istilah aing (aku) bagi Tuhan dalam tafsir Al-Qur’an berbahasa Sunda. Objek kajian ini adalah penggunaan kata aing tersebut dalam tafsir Qur’anul Adhimi karangan Haji Hasan Mustapa (1852-1930) dan beberapa tafsir Al-Qur’an karya K.H. Ahmad Sanusi (1888-1950). Keduanya menggunakan istilah aing bagi Allah sebagai kata ganti orang pertama tunggal. Melalui metode riset kepustakaan dan pendekatan sosiolinguistik, kajian ini menunjukkan bahwa penggunaan istilah aing tersebut tidak hanya terkait dengan keyakinan teologis akan superioritas Allah dibanding makhluk, tetapi juga mencerminkan pengaruh stratifikasi sosial di masyarakat yang menempatkan aing pada tingkatan tertinggi. Meski sekarang penggunaan istilah aing dianggap kurang sopan, tetapi penggunaannya pada awal abad ke-20 dapat diterima karena dianggap paling bisa mewadahi superioritas Allah itu dibanding kata sejenis yang menunjukkan strata sosial rendah. Sebuah kesadaran diglosia bahasa dalam tafsir kitab suci sebagai cermin perlakuan orang Sunda terhadap Allah ke dalam situasi bahasa tertinggi yang berbeda dengan situasi lainnya.


SUHUF ◽  
2021 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
pp. 99-126
Author(s):  
Abdul Muiz Amir ◽  
Sahiron Syamsuddin

Kajian-kajian keagamaan di media sosial virtual telah memengaruhi kualitas penafsiran terhadap redaksi wahyu, utamanya dalam konten dakwah bergenre akhir zaman yang dipopulerkan oleh para mubalig di Indonesia melalui media sosial YouTube. Kajian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara praktik penafsiran Al-Qur’an dan dampak penyebaran konten narasi-narasi akhir zaman terhadap ekstremisme keagamaan di YouTube. Tujuan tersebut dicapai melalui observasi menggunakan desain analisis kritis dengan menerapkan pendekatan intertekstualitas dan dekonstruksi. Investigasi ini menemukan adanya praktik reduksi penafsiran terhadap redaksi wahyu dalam konten dakwah akhir zaman. Kajian ini juga membuktikan adanya hubungan simbiosis antara praktik reduksi penafsiran melalui penggunaan sumber-sumber non-otoritatif. Praktik semacam ini dapat berdampak pada penyebaran narasi-narasi ekstremisme beragama melalui YouTube. Kedua hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh kelompok jihadisekstremisme transnasional untuk merekrut anggota baru di Indonesia.


SUHUF ◽  
2021 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
pp. 49-77
Author(s):  
Fadhli Lukman

Artikel ini membahas perkembangan terbaru pada kesarjanaan (sejarah) tafsir Indonesia, terutama sekali terkait bagaimana para penulis dalam kesarjanaan ini membangun terminologi tafsir nusantara yang belakangan sering digunakan. Selanjutnya, tulisan ini menawarkan cara pandang alternatif untuk mendiskusikan terminologi tersebut. Untuk tujuan tersebut, tulisan ini melakukan penelaahan metodologis dan teoretis atas data-data berupa karya dari penulis-penulis sejarah tafsir di Indonesia. Artikel ini berargumen bahwa istilah tafsir nusantara digunakan oleh peneliti sejarah tafsir Indonesia dalam dua perspektif: (1) sebagai instrumen untuk membatasi lokus penelitian dalam perspektif studi kawasan dan (2) sebagai upaya menginventarisasi dan menjelaskan lokalitas tafsir; sebuah cara pandang turunan dari Islam Nusantara. Berangkat dari dua perspektif tersebut, tulisan ini lebih lanjut mendiskusikan terminologi tafsir nusantara melalui perspektif tafsir sebagai genealogical tradition.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document