MAARIF
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

59
(FIVE YEARS 42)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By MAARIF Institute

2715-5781, 1907-8161

MAARIF ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 98-117
Author(s):  
Desvian Bandarsyah

Tantangan Muhammadiyah di era pasca kebenaran dalam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya semakin tidak mudah, disebabkan perubahan yang berlangsung pada masyarakat semakin mengarah kepada persoalan moral dan etika yang semakin kompleks, karena pola kehidupan mereka semakin rumit dengan sikap yang cenderung semakin mengeras, terutama dalam mengklaim kebenaran sebagai “pemilik yang otoritatif” dalam wacana yang simpang-siur itu. Situasi itu mendorong berkembangnya sikap, ucapan dan perilaku yang menggambarkan kekerasan verbal (verbal of violence) dan kekerasan narasi (narration of violence) dalam ruang jagad maya yang mempengaruhi ruang sosial kehidupan bersama. Muncul sikap dan perilaku yang gagap etika dalam komunikasi di ruang publik, serta menumbuh-suburkan prasangka dan kecurigaan di antara masyarakat yang bertumpu pada komunitas sosialnya. Kelemahan manusia yang paling mendasar dan menyebabkan lahirnya kesalahan adalah kepicikan dan kesempitan bernalarnya yang menjadikan ia tergesa-gesa dalam menilai pengetahuan dan informasi yang diperolehnya, juga dalam menyebarkan pengetahuan dan informasi yang diperoleh itu. Inilah tantangan Muhammadiyah dalam dakwah di era pasca kebenaran yang perlu diwujudkan dalam regulasi dakwahnya dengan mengedepan pendekatan makna dan pemaknaan semacam yang kuat, sehingga dakwahnya dapat menyentuh kesadaran individualitas dan pada akhirnya dapat menggerakkan kesadaran kolektif sebagai masyakarat. 


MAARIF ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 15-41
Author(s):  
Abdul Munir Mulkhan
Keyword(s):  

   Perkembangan kehidupan masyarakat di era revolusi teknologi 4.0, membuat lembaga ekonomi dan sosial banyak yang mengalami kebangkrutan ditinggalkan warga. Nasib serupa suatu saat bisa saja dialami Muhammadiyah di masa depan. Di saat demikian itulah perkembangan Muhammadiyah dengan pengalaman aktivis gerakan berdialog dengan tradisi lokal di desa Kerto Yogyakarta, Plompong Brebers, Wuluhan Jember, Sendang Ayu Lampung, Jatinom Klaten Jawa Tengah, menarik untuk dikembangkan sebagai model dan pola dialog kreatif dan kritis semacam “ijtihad” lokal menjawab pertanyaan tentang peran dan fungsi Muhammadiyah dalam kehidupan masyarakat yang sedang berubah. Masa depan gerakan ini banyak ditentukan oleh kemampuan memaknai ulang jargon kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah secara kreatif dan substantif agar tidak terjebak pada pemaknaan harfiah yang kaku dan beku. Karena itu harmonisasi tradisi lokal dengan fatwa tarjih melalui media dialog kritis dan kreatif menjadi agenda masa depan yang perlu menjadi fokus perhatian para aktivis gerakan ini untuk memelihara elan-vital gerakan pembaruan sosial-budaya di era abad kedua sejarahnya. 


MAARIF ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 118-140
Author(s):  
Yulianti Muthmainnah

Muhammadiyah, organisasi keagamaan modern terbesar di Indonesia—dan dunia—berkontribusi besar dalam pembentukan negara bangsa Indonesia, termasuk perumusan Pancasila. Melalui konsep Dar al-Ahdi Wa al-Syahada, Muhammadiyah bersepakat pada ideologi Pancasila. Salah satu implementasi, penetrasi nilai-nilai Pancasila tercermin dalam mata kuliah Pendidikan Pancasila yang diintegrasikan dengan mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), salah satunya Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta. Penelitian ini mengkaji paradigma orang muda (mahasiswi/a) terhadap Pancasila, potensi mereka sebagai daya laku (agensi) untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang berperspektif Islam dan gender untuk moderasi beragama. Metode penelitian observasi selama pembelajaran, diskusi terfokus, dan narasi mahasiswi/a dari tugas individu. Hasil penelitian menunjukkan ketidaktahuan orang muda akan kontribusi Muhammadiyah dalam penyusunan Pancasila dan pembentukan negara bangsa Indonesia karena tidak disebutkan dalam buku-buku Pendidikan Pancasila. Mereka setuju Pancasila senafas dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, serta kesiapan orang muda sebagai daya laku (agensi) nilai-nilai Pancasila, moderasi beragama untuk orang muda. 


MAARIF ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 60-78
Author(s):  
Muhammad K. Ridwan
Keyword(s):  

Tulisan ini bertujuan untuk merefleksi dan mengelaborasi gerakan moderasi Islam di Indonesia yang dapat diperankan oleh organisasi Muhammadiyah. Perspektif ini menekankan pada konteks pendidikan sebagai model gerakan moderasi Islam yang cukup penting dalam menyukseskan agenda moderasi. Pendidikan diklaim sebagai wadah paling strategis dalam membentuk watak dan kepribadian masyarakat sebagaimana dimaksudkan dalam gerakan moderasi. Lebih dari itu, gerakan moderasi juga lebih dekat dengan gerakan preventif-advokatif-edukatif, ketimbang gerakan yang bersifat kuratif-pasif-reaktif. Oleh karena itu, tulisan ini ingin kembali menegaskan bahwa gerakan moderasi Islam melalui pendidikan merupakan jalur stategis dalam rangka mewujudkan masyarakat moderat dan berkemajuan. Peran pendidikan dalam rangka moderasi Islam tidak dapat diabaikan karena, tidak hanya akan menyebabkan dunia pendidikan dikuasai oleh gerakan ekstremis-radikalis, tetapi juga akan menyebabkan upaya moderasi Islam mengalami stagnasi dan status quo. Muhammadiyah sebagai organisasi yang memiliki lembaga pendidikan cukup banyak di Indonesia diharapkan mampu memainkan peranannya dalam rangka menggerakkan moderasi Islam di jalur pendidikan. 


MAARIF ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 141-161
Author(s):  
Neni Nur Hayati

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi komunikasi politik inklusif Muhammadiyah sebagai gerakan islam amar maruf nahi munkar dalam Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah analisis teks dalam pesan komunikasi politik Muhammadiyah. Pemilu yang pertama kali terselenggara di Indonesia, yang menyatukan Pemilihan Anggota Legislatif dengan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara bersamaan ini memiliki tantangan yang cukup kompleks dan berat. Keberadaan organisasi islam Muhammadiyah dinilai mempunyai peranan strategis dan signifikan dalam mewujudkan pemilihan yang berkualitas dan berintegritas. Muhammadiyah sebagai komunikator politik masyarakat telah merancang pesan komunikasi politik dalam bentuk retorika, propaganda dan fungsi komunikasi dengan efektif sehingga dapat mempersuasi publik, meminimalisir polarisasi dua kubu yang perpecah belah, mampu melawan hoax, memerangi politik uang, ujaran kebencian dan politik identitas, dengan menghadirkan narasi pencerahan sebagai alternatif isu. 


MAARIF ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 79-97
Author(s):  
Muhammad Alwi HS

Artikel ini membahas kajian sarjana Indonesia terkait moderasi beragama yang digaungkan oleh Muhammadiyah dengan mengarah pada pemetaan apakah kajian sarjana tersebut bernuansa studi Islam atau dakwah Islam. Data-data kajian sarjana diperoleh dari artikel jurnal yang dipublikasikan sejak edisi pertama 2016 hingga edisi kedua 2020. Melalui metode deskritpitf--analitis, artikel ini menyimpulkan bahwa kajian-kajian sarjana Indonesia cenderung berkisar pada kajian bernuansa dakwah daripada studi. Artinya, para sarjana Indonesia cenderung menjadi perpanjangan tangan atas pemahaman dan gerakan moderasi beragama untuk konteks Indonesia. Semua latar belakang isu moderasi beragama dalam kajian sarjana Indonesia tersebut berdasarkan kegelisahannya menyaksikan fenomena radikalisme, terorisme, dan aksi ekslusif lainnya, yang secara riil membutuhkan solusi, termasuk dari perspektif Muhammadiyah. Temuan ini menunjukkan bahwa sisi teologi Islam yang melekat pada kesarjanaan senantiasa mempengaruhi kajiannya. Sehingga, sekalipun posisi sarjana Indonesia berada di ruang akademisi, yang menempatkan dan menuntut mereka sebagai peneliti, tetapi para sarjana tersebut tidak dapat dilepaskan dari identitasnya sebagai penganut agama Islam, yang yakin akan kebenaran agamanya dan bertujuan menyebarkannya, termasuk dalam hal moderasi beragama menurut ORMAS Islam Indonesia. 


MAARIF ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 42-59
Author(s):  
Pradana Boy ZTF

Moderasi keagamaan merupakan sebuah wacana dan gerakan baru dalam konteks keberagamaan di Indonesia. Tidak semua pihak menyambut gerakan ini dengan positif. Muhammadiyah merupakan gerakan Islam yang merespon positif gerakan ini. Artikel ini hendak menunjukkan bahwa Muhammadiyah merupakan gerakan Islam moderat dalam hal sistem pemikiran dan gerakannya. Untuk membuktikan hal tersebut, artikel ini menganalisis salah satu produk pemikiran Majelis Tarjih yang dikeluarkan pada Musyawarah Nasional Tarjih tahun 2020. Produk pemikiran itu bernama “Risalah Akhlak Islam Filosofis.” Dengan menggunakan kerangka teori moderasi, analisis atas dokumen tersebut menunjukkan bahwa Muhammadiyah melakukan moderasi dalam dua konteks, yaitu tataran teoretis dan praktis. 


MAARIF ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 5-14
Author(s):  
Moh. Shofan

Artikel-artikel dalam jurnal ini secara umum melihat secara kritis bagaimana peran Muhammadiyah di tengah arus informasi teknologi, dan juga sebagai gerakan Islam yang membawa moderatisme, baik dalam hal sistem pemikiran dan gerakannya, atau melalui jalur pendidikan dalam rangka mewujudkan masyarakat moderat dan berkemajuan. Semangat kemodernan dan pencerahan Muhammadiyah juga terinstitusionalisasi ke dalam konsep Islam berkemajuan dalam konteks cita-cita Indonesia yang lebih maju. Gagasan keindonesiaan Muhammadiyah tercermin dalam konsep darul ahdi was syahadah. 


MAARIF ◽  
2020 ◽  
Vol 15 (1) ◽  
pp. 60-92
Author(s):  
Musa Maliki

Tulisan ini memaparkan tentang discourse kelompok beragama yang ignore terhadap Covid-19. Ada anggapan dari mainstream umat beragama bahwa kelompok ini tidak menggunakan akalnya tetapi menggunakan egonya sehingga mempunyai implikasi sosial yakni menularkan virus SARS-CoV-2 ke orang-orang di dekatnya. Singkatnya kelompok ini konservatif dan ‘anti-sains’. Tulisan ini memberi perspektif yang berbeda bahwa kaum beragama yang ignore terhadap Covid-19 menggunakan agama demi melindungi dirinya atau demi kepentingan survival-nya di level eksistensial dari represi discourse modernkapitalisme. Problemnya, discourse kelompok ignorance ini justru melegitimasi (membenarkan) discourse politik sekuler Barat yang telah mengandangkan agama ke ‘agama’ dalam definisi yang dikonstruksikannya. Padahal, dalam Islam, Ilmuwan Muslim terdahulu menjalankan hidup asketismenya justru melalui jalur sains demi mencari kebenaran Allah yang mewujud pada alam semesta (ayat kauniyah). Di sini ada sinergi dan keselerasan antara sains dan spiritualisme, yang ukhrawi dan yang duniawi (secular), transcendental dan immanent. Oleh sebab itu, hal yang penting adalah proses penghayatan keberagamaan selalu harus diawali dengan disiplin ketat dalam mempelajari agama secara bertahan, tidak serampangan dan melompat-lompat atau terus belajar kepada para ahlinya, bukan dengan ‘demokratisasi’ agama.


MAARIF ◽  
2020 ◽  
Vol 15 (1) ◽  
pp. 168-180
Author(s):  
Ahmad Muttaqin Alim

“Perlawanan” cendekiawan Muslim termasuk para ilmuwan kedokteran terhadap sains modern melalui proyek Islamisasi Ilmu juga terejawantah di dalam dunia kedokteran. Para dokter Muslim mulai melirik konsep dan praktik kedokteran Islam, bahkan di beberapa universitas sudah diajarkan sejak dua dekade ini seperti “kedokteran nabi”, bekam, obat-obat herbal yang ada dalam hadits-hadits dan kitab-kitab salaf. Tak hanya itu, sumpah dokter Muslim pun dipakai di dalam sumpah dokter bersama sumpah hipokrates. Artikel ini akan memetakan persoalan yang lebih kompleks dan dalam dari sekadar fenomena cocokologi antara hadits dan ilmu kedokteran, bagaimana posisi ilmu kedokteran di dalam hierarkhi pengetahuan menurut para cendekiawan Muslim, bagaimana perkembangan dunia kedokkteran modern dan landasan filsafatnya, serta pekerjaan rumah para cendekiawan dan praktisi ilmu kedokteran bila ingin membangun konstruksi kedokteran Islam yang kokoh.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document