Binamulia Hukum
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

70
(FIVE YEARS 46)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

1410-0088, 2656-856x

2022 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 171-186
Author(s):  
Louisa Yesami Krisnalita

Euthanasia berkaitan dengan hukum pidana dan ilmu kedokteran. Euthanasia secara umum adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpendek atau mengakhiri hidup seorang pasien. Euthanasia dibagi menjadi dua yaitu euthanasia aktif (tindakan aktif yang dilakukan oleh dokter atas persetujuan pasien demi cepatnya proses kematian) dan euthanasia pasif (tindakan pasif dari seorang dokter dengan membiarkan pasien meninggal dengan sendirinya tanpa perawatan atau pengobatan). Adapun permasalahan yang diangkat adalah mengenai pengaturan euthanasia dalam hukum positif Indonesia dan mengenai perkembangan praktik euthanasia dibeberapa negara di mana menimbulkan kontroversi terhadap pihak-pihak yang menyetujui dan tidak menyetujui euthanasia. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analisis, yuridis sosiologis komparatif. Pengaturan euthanasia dalam hukum pidana khususnya Pasal 344 KUHP tidak secara terperinci mengatur mengenai masalah euthanasia, sementara dari Kode Etik Kedokteran Indonesia dalam Pasal 7, seorang dokter berkewajiban mempertahankan dan memelihara kehidupan manusia.


2022 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 161-170
Author(s):  
Mutiarany Mutiarany ◽  
Riri Ajeng Anjani

Setiap manusia merupakan pendukung hak dan kewajiban yang sudah dimiliki pada saat manusia itu dilahirkan dan berakhir pada saat meninggal dunia. Dalam hukum keluarga alimentasi merupakan kewajiban bagi anak untuk memelihara orang tuanya seperti memberikan penafkahan dan memberikan bantuan mengingat usia 60 tahun atau lebih adalah fase di mana seseorang memasuki masa lanjut usia yang membutuhkan bantuan orang lain yang dikarenakan tidak semua lansia dapat melakukan kegiatan seorang diri, dan sangat membutuhkan kasih sayang dari anak-anaknya, maka dari itu adanya hak alimentasi yang wajib dilakukan oleh seorang anak. Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Tujuan penulis ingin menjelaskan hak alimentasi beserta akibat hukum bagi lansia yang hak-haknya tidak dipenuhi oleh anak-anaknya. Dalam hal ini penulis melakukan pendekatan kualitatif melalui observasi dan wawancara di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1, Jakarta Timur. PSWT memberikan pelayanan sosial, psikologis, perawatan medis, bimbingan fisik, mental, spiritual dan bimbingan pemanfaatan waktu luang yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas hidup dan keberfungsian sosial lansia terlantar sehingga dapat membuat hari tuanya dengan mengikuti ketenteraman lahir dan batin.


2022 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 151-160
Author(s):  
Roland Hutabarat

Dunia dikejutkan dengan adanya pandemi covid-19 yang menimbulkan kepanikan di mana-mana serta banyak sekali korban jiwa. Banyak sekali negara-negara di dunia yang belum siap dalam menangani pandemi ini. Indonesia adalah contoh Negara yang belum siap dalam menangani pandemi covid-19. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya warga yang terinfeksi virus covid-19. Pemerintah Indonesia tidak hanya berdiam diri melainkan terus berusaha untuk melawan virus covid-19 ini dengan membuat berbagai kebijakan dengan tujuan untuk mengurangi penyebaran covid-19 di Indonesia. Peraturan dan Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah tersebut merupakan langkah yang tepat tetapi yang terpenting menurut penulis untuk mengurangi kasus covid-19 yang terjadi di Indonesia adalah dengan menaati serta mematuhi peraturan dan kebijakan tersebut. Oleh karena itu, penulisan ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar akibat dari kesadaran hukum masyarakat dalam masa pandemi ini terhadap penurunan penyebaran covid-19. Penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan pada penulisan ini dan data yang didapat dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian memperlihatkan rendahnya kesadaran hukum masyarakat khususnya dalam menerapkan protokol kesehatan merupakan faktor penyebab yang cukup besar terhadap sulitnya mengatasi penyebaran covid-19 di Indonesia.


2021 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 117-132
Author(s):  
Yessy Kusumadewi

Perkawinan merupakan hukum yang paling awal dikenal oleh manusia yang ditandai dengan adanya perkawinan antara Adam A.S. dengan Hawa yang kemudian dalam perkembangannya, perkawinan banyak mengalami perubahan disesuaikan dengan perkembangan masyarakat itu sendiri namun tidak menghilangkan atau mengubah syarat serta rukun perkawinan itu sendiri sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Adanya UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengubah keseluruhan pasal dalam UU No. 1 Tahun 1974 namun hanya mengubah pasal tertentu yaitu mengenai batasan usia perkawinan. Pada praktiknya perkawinan yang sering terjadi dalam masyarakat termasuk di kalangan artis adalah perkawinan atau pernikahan siri yang hanya dilakukan dan diakui oleh hukum agama, di mana tujuan utama dilakukan perkawinan siri adalah untuk menghindari terjadinya zina. Namun akhir-akhir ini perkawinan siri yang telah dilakukan oleh pasangan artis Rizky Billar dengan Lesti Kejora (Leslar) menjadi perbincangan hangat dan bahkan dilaporkan oleh Kongres Pemuda di Jawa Timur karena dianggap sebagai kebohongan publik sehingga diancam pidana karena tidak dipublikasikan serta dianggap sebagai bentuk pelanggaran HAM. Oleh karena itu, penulisan ini bertujuan untuk menganalisis, apakah perkawinan siri yang tidak dipublikasikan dapat dipidana, melanggar HAM dan sah atau tidak adanya pengulangan akad perkawinan yang dilakukan oleh Rizky Billar dengan Lesti Kejora.


2021 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 107-115
Author(s):  
Debby Fitrian Surya Laksmana ◽  
Anang Dony Irawan

Perlindungan anak harusnya menjadi jaminan bahwa anak mendapatkan perlindungan hukum dan terpenuhinya kebutuhan mereka untuk tetap bertahan hidup, tumbuh dan berkembang. Akan tetapi, masih banyak kasus penelantaran anak di Indonesia, terutama anak jalanan yang ditelantarkan oleh orang tua bahkan tidak dapat mengenyam pendidikan secara layak akibat dari rendahnya perekonomian keluarga. Pemerintah telah mencantumkan peraturan yang wajib dilaksanakan yaitu mengenai perlindungan anak terlantar dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang mana setiap anak memiliki hak yang harus dilindungi serta dipenuhi sejak dalam kandungan serta dalam Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tindakan Penelantaran anak yang mengakibatkan anak terlantar di jalanan merupakan pelanggaran terhadap perlindungan anak dan hak asasi manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana perlindungan hukum hak anak jalanan sebagai korban penelantaran dan upaya apa yang dapat dilakukan dalam memenuhi hak anak jalanan sebagai korban penelantaran. Pemerintah dan masyarakat harusnya memberikan perhatian lebih terhadap kasus penelantaran anak khususnya anak jalanan yang masih banyak terjadi di negara Indonesia terutama dalam hal optimalisasi pelaksanaan perlindungan anak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


2021 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 133-149
Author(s):  
Shannon Rosemary Bernadika ◽  
Maura Kavita
Keyword(s):  

Artikel ini menganalisis hukum terkait penggunaan norma kesusilaan yang terkandung di dalam Pasal 10 UU Pornografi telah menjadikan Indonesia berpotensi menghadapi krisis kriminalisasi yang berlebihan (overkriminalisasi) dan ketidakadilan gender terhadap perempuan dalam cara tata berpakaiannya di muka umum. Kedudukan hak perempuan dalam kebebasan mengekspresikan cara berpakaiannya dikemukakan dalam DUHAM, CEDAW, UUD 1945, dan UU HAM. Tujuan artikel ini adalah untuk menyalurkan argumen penulis terkait overkriminalisasi dan ketidakadilan terhadap tata berpakaian perempuan di muka umum. Metode penelitian ini adalah yuridis-normatif (legal research) menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual dengan mengumpulkan data secara kualitatif berupa sumber data sekunder sebagai jenis sumber data, seperti peraturan perundang-undangan yang berlaku, literatur, dokumen-dokumen, serta referensi-referensi yang relevan dengan penelitian ini, selanjutnya metode analisis data ini ialah deskriptif kualitatif. Temuan membuktikan bahwa penggunaan norma kesusilaan yang dituangkan dalam Pasal 10 UU Pornografi telah berpotensi menimbulkan adanya pengawasan dan intervensi kehidupan privat perempuan yakni dalam cara berpakaiannya di muka umum dan berhubungan dengan kedudukan hak asasinya sebagai perempuan. Jika hukum pidana negara terlalu jauh memasuki ruang privasi wanita, dikhawatirkan justru akan melebihi batasan yang patut dari asas dan fungsi utamanya sebagai alat senjata terakhir dalam pelaksanaan penegakan hukum (ultimum remedium).


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 91-106
Author(s):  
Hudyarto Hudyarto

Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi kewajiban penulis dalam rangka FH-UNKRIS menuju sebagai fakultas unggulan tahun 2025 dan memberikan pemahaman baik bagi masyarakat lingkungan kampus maupun masyarakat umum tentang pertanggungjawaban atas putusan pailit bagi perseroan terbatas. Peneliti ini dibatasi lingkupnya karena terbatasnya waktu, sumber daya, maupun dana. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Data yang dikumpulkan adalah bahan dan data sekunder di perpustakaan maupun dari institusi yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Temuan penelitian ini adalah peran direksi dalam perseroan terbatas memegang peran sentral apabila dalam menjalankan usahanya dijatuhi putusan pailit tanggung jawab ada pada direksi. Sebaliknya apabila direksi telah melakukan kesalahan maka yang bertanggung jawab atas pailit tersebut adalah pribadi direksi, yang dalam hal ini disebut ultra vires. Direksi lebih dari satu orang, maka tanggung jawab berlaku secara tanggung renteng, sedangkan fungsi dan peran komisaris dapat memberhentikan direksi untuk sementara waktu bila direksi melakukan kesalahan dan mengabaikan nasihat komisaris. Tugas direksi menjadi tanggung jawab komisaris sepanjang hal tersebut diatur dalam anggaran dasar/keputusan RUPS. Konsekuensi komisaris dalam mengurus perseroan melekat pada direksi termasuk putusan pailit apabila komisaris melakukan kesalahan dijatuhi putusan pailit merupakan tanggung jawab komisaris. Persero hanya bertanggung jawab sebanyak yang disetorkan dan pemegang sahamnya dapat bertanggung jawab secara pribadi jika melanggar peraturan perusahaan.


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 1-14
Author(s):  
Hendra Haryanto ◽  
John Calvin

Actio pauliana merupakan upaya Kurator untuk melakukan pembatalan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh debitur pailit. Dalam hal ini yang diteliti yaitu actio pauliana yang diterapkan dalam Putusan Nomor 61 PK/Pdt.Sus-Pailit/2015 (PT. Metro Batavia) atau yang dikenal dengan Batavia Air, selain itu diteliti juga pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa Debitur Pailit telah mengetahui perbuatannya. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan actio pauliana oleh kurator dalam studi kasus PT. Metro Batavia. Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan ini ialah metode penelitian normatif, dengan menggunakan pendekatan kasus actio pauliana Batavia Air. Analisis dari permasalahan ini yaitu bagaimana actio pauliana dapat diupayakan oleh kurator dalam hal terjadi kasus perbuatan dengan itikad tidak baik yang dilakukan oleh debitur pailit dan permasalahan selanjutnya yaitu bagaimana pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa debitur pailit telah mengetahui perbuatannya, bahwa perbuatannya tersebut telah melawan hukum, tidak memiliki moral dan tidak memberikan keadilan bagi kreditor dan kurator. Saran dalam penelitian ini yaitu hakim dalam pengadilan niaga lebih ditingkatkan pemahamannya dalam menangani perkara kepailitan yang berkaitan dengan actio pauliana.


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 15-30
Author(s):  
Vanesa Ajeng Ayu Ningtyas
Keyword(s):  

Sikap netral dan independen dari intervensi politik merupakan sebuah kewajiban hukum yang harus ditaati oleh setiap Aparatur Sipil Negara. Sudah menjadi keharusan bagi setiap Aparatur Sipil Negara untuk menghindarkan diri di dalam pelibatan secara aktif pada proses pemilu yang merupakan bentuk kontestasi politik di Indonesia. Ketentuan mengenai syarat netralitas bagi Aparatur Sipil Negara pada hakikatnya memiliki korelasi terhadap upaya untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik atau kerap dikenal dengan istilah good governance. Di samping hal tersebut perlu disadari pula bahwa Aparatur Sipil Negara merupakan bagian dari Warga Negara Indonesia yang memiliki hak politik sebagaimana telah dijamin oleh konstitusi. Penelitian yang menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan studi pustaka ini akan mengkaji mengenai kewajiban untuk bersikap netral bagi Aparatur Sipil Negara di samping keberadaan hak politik bagi Warga Negara Indonesia untuk turut serta dalam pemilu di Indonesia.


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 61-68
Author(s):  
Kurniawan Suya Negara ◽  
Tami Rusli ◽  
Recca Ayu Hapsari

Perlindungan konsumen yaitu semua upaya yang menjamin keberadaan kepastian hukum dan untuk memberi perlindungan bagi konsumen. Penelitian ini guna untuk mengetahui perlindungan dan pertanggungjawaban hukum terhadap penyalahgunaan data konsumen pengguna fintech terhadap serangan hacker dan malware. Tata cara riset ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif yuridis empiris dengan data sekunder serta data primer. Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa perlindungan hukum terhadap penyalahgunaan data konsumen fintech saat ini diatur dalam PP No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik, dalam Pasal 14 ayat (1) tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE). Pertanggungjawaban terhadap penyalahgunaan data pribadi konsumen fintech adalah para pihak penyelenggara berhak bertanggungjawab atas penyalahgunaan data konsumen fintech, menurut beberapa peraturan pihak penyelenggara dikenakan sanksi yaitu, berupa teguran tertulis denda administratif seperti: penghentian sementara, pemutusan akses, dan dikeluarkan dari daftar.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document