scholarly journals PROFIL POTENSI PENYAKIT AKIBAT KERJA TAHAPAN PEMBATIKAN

2016 ◽  
Vol 5 (4) ◽  
pp. 348
Author(s):  
Rr. Vita Nur Latif ◽  
Ristiawati Ristiawati ◽  
Nor Istiqomah

Abstrak   Batik diakui UNESCO sebagai budaya milik Indonesia. Pembatikan masih menggunakan bahan baku berbahaya. Salah satu tuntutan AFTA (ASEAN Free Trade Area) 2015 yaitu meningkatkan kualitas dan perlindungan produk dalam negeri (batik) untuk dapat bersaing dengan produk luar negeri, dimana dalam proses produksinya memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerjanya. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi gangguan kesehatan yang muncul pada tahapan pembatikan yang nantinya dapat menjadi dasar rekomendasi substitusi bahan dan metode dalam tahapan pembatikan. Penelitian ini berupa survey analitik dengan metode deskriptif analitik. Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja industri batik di Kota Pekalongan pada 634 industri batik. Sampel pada penelitian ini sejumlah 80 responden yang diambil secara random sampling. Ditemukan gangguan kesehatan pada pekerja batik berupa gangguan kapasitas paru 67,5%; penurunan fungsi penglihatan 33,8%; dermatitis ekstrimitas 30%. Sebaran pekerja dengan gangguan kapasitas paru, penurunan fungsi penglihatan, dan dermatitis ekstrimitas terbanyak ditemukan pada tahap pelekatan lilin, berturut-turut 64,8%; 48,1%; dan 66,7%.   Abstract   Batik is recognized by UNESCO as Indonesian indigenous culture. Batik processing was still using dangerous material. One of AFTA 2015 requirements was to increase quality and protectionto domestic product for commpeting with foreign product, whith paying attention to health and safety. This study aimed to identify health disorders in batik processing for being the rasionale for material and method substitution recommandation in batik processing. This was descriptive analitic survey. The population was all workers in all batik industries (634 industries) in Pekalongan City. There were 80 respondents which were choosen ramdomly as sample. It was indentified that the health disorders in batik industries workers were vital lung capacity abnormalities (33.8%), optical degeneration and dermatitis extremities (30%). Health disorders were mostly found in waxing process; they were vital lung capacity abnormalities (64.8%), optical degeneration (48.1%) and dermatitis extremities (66.7%).

Author(s):  
Endra Murti Sagoro

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja keuangan ditinjau dari tingkat penjualan dan tingkat laba. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat penjualan dan tingkat laba sebelum dan setelah adanya ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) dan ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA) pada UMKM industri kreatif yang ada di Yogyakarta.Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah UMKM anggota Dekranas Kota Yogyakarta. Sampel penelitian ini sebanyak 69 UMKM diambil dengan teknik random sampling. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis uji beda.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Terdapat perbedaan tingkat penjualan UMKM industri kreatif di Yogyakarta sebelum dan setelah adanya ACFTA dan AIFTA yang ditunjukkan dengan nilai T hitung sebesar -3,230 dengan signifikansi 0,002; dan (2) Tidak terdapat perbedaan tingkat laba UMKM industri kreatif di Yogyakarta sebelum dan setelah adanya ACFTA dan AIFTA yang ditunjukkan dengan nilai T hitung sebesar -1,589 dengan signifikansi 0,117.   Kata kunci: ACFTA, AIFTA, Penjualan, Laba


2017 ◽  
Vol 10 (2-3) ◽  
pp. 180-204
Author(s):  
Lawrence Ngobeni ◽  
Babatunde Fagbayibo

Abstract In 2016, the Southern African Development Community (SADC) amended Annex 1 of the SADC Protocol on Finance and Investment (FIP) in order to remove investor access to international arbitration or Investor-State Dispute Resolution (ISDS). The recent formation of the African Continental Free Trade Area (AfCFTA) and the COMESA-EAC-SADC Tripartite Free Trade Agreement (T-FTA) are factors that will likely curtail SADC’s ability to regulate foreign investments. Both AfCFTA and T-FTA are supposed to have their own investment protocols. This means that SADC faces the loss of regulatory authority over foreign investments. The recent formation of the Pan African Investment Code (PAIC) has shown that some African Union (AU) Member States want to provide ISDS for their investors, while others including SADC Members States do not. This article intends to evaluate the lessons SADC can learn from other jurisdictions in terms of the effective regulation of ISDS.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document