Jurnal Desentralisasi
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

75
(FIVE YEARS 0)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Puslatbang KDOD Lembaga Administrasi Negara

2715-7318, 1412-3568

2015 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 147-157
Author(s):  
Yogi Permana

Pasca desentralisasi, dalam perpolitikan lokal di Indonesia berkembang fenomena baru, yaitu penguatan identitas lokal. Salah satu contoh menguatnya identitas lokal adalah bangkitnya lembaga adat seperti kerajaan dan lembaga adat lainnya. Pada saat yang sama, desentralisasi juga meningkatkan kehadiran aparatur negara, terutama di pulau-pulau terluar Indonesia. Birokrasi merepresentasikan kekuasaan negara pun mendominasi kepemimpinan politik di daerah-daerah tersebut. Kabupaten Sumbawa di Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah contoh daerah pulau terluar yang mengalami peningkatan masif keberadaan aparatur negara dan kebangkitan identitas lokal pada saat yang bersamaan. Birokrat di sana mendominasi kepemimpinan formal maupun informal. Sementara itu, kelompok bangsawan lokal membangkitkan semangat kerajaan dengan merevitalisasi Lembaga Adat Tana Samawa (LATS). Dalam dokumen resminya, LATS dimaksudkan sebagai aktor penengah yang memediasi antara pemerintah daerah dan masyarakat. Oleh sebab itu, muncul pertanyaan apakah kehadiran LATS dengan modal simboliknya mampu memperkuat demokrasi lokal di Sumbawa sebagai penyeimbang kepemimpinan politik yang selama ini dimonopoli oleh birokrat. Artikel ini akan mengelaborasi sejauh mana kehadiran LATS di Sumbawa dapat memperkuat demokrasi lokal di tengah derasnya pertumbuhan aparatur negara.


2015 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 133-146
Author(s):  
Suryanto Suryanto

Setiap perubahan selalu dihadapkan pada tantangan, karena apapun perubahan itu biasanya membawa kepada situasi ketidakpastian. Demikian pula ketika terbit dan berlaku UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, “ketidakpastian” pun muncul dalam penataan urusan pemerintahan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota. Yang dimaksud ketidakpastian disini adalah bahwa dengan perubahan dan pergeseran serta penambahan beberapa bagian aspek urusan pemerintahan tentu akan berimplikasi pada penataan urusan pemerintahan dan hubungan antar level pemerintahan. Peta urusan pemerintahan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota mengalami perubahan dibanding urusan pemerintahan dalam UU . 32 Tahun 2004 c.q. PP No. 38 Tahun 2007. Tulisan ini akan menggambarkan peta urusan pemerintahan dalam UU No. 23 Tahun 2014 dan lampirannya. Pada bagian akhir tulisan disampaikan saran terkait antisipasi yang perlu dilakukan dalam penataan urusan pemerintahan di masa depan.


2015 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 119-131
Author(s):  
Harditya Kusuma ◽  
Witra Yohanitas

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mempunyai tujuan untuk membentuk ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, hal ini untuk menjadikan ASEAN sebagai kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi dan maju. Bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri untuk menghadapi MEA sampai level desa. BUMDes sebagai penggerak ekonomi desa harus mengembangkan kapasitas sehingga dapat menjaga kemandirian desa dalam menghadapi MEA. Tujuan dari tulisan ini adalah: 1) melihat kondisi realitas BUMDes saat ini; 2) mengetahui peluang dan tantangan BUMDes di era MEA; dan 3) mengetahui upaya-upaya pengembangan BUMDes. Langkah-langkah pengembangan BUMDes dalam upaya peningkatan kapasitas antara lain: 1) penataan kelembagaan desa; 2) pengelolaan BUMDes dilakukan dengan profesional, kooperatif, independen dan efektif; 3) peningkatan peran, koordinasi dan kerjasama; dan 4) Memahami kebutuhan masyarakat desa terhadap BUMDes.


2015 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 85-105
Author(s):  
Widhi Novianto

Dalam konteks ASEAN Economic Community (AEC), aparatur negara memerlukan penyesuaian-penyesuaian kapasitas untuk menghadapi tantangan baru yang akan muncul di lingkungan ASEAN. Pemerintah tidak hanya harus mereposisi kebijakan-kebijakan ekonominya, tetapi juga memastikan komponen aparatur siap dengan perubahan struktural ini. Langkah maju dalam reformasi birokrasi telah dilakukan oleh pemerintah, yakni dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Tidak berlebihan, lahirnya UU tersebut merupakan tonggak keberhasilan reformasi dan juga lahirnya Aparatur Sipil Negara yang berbasis profesionalisme dan kompetensi serta memenuhi kualifikasi dalam menjalankan jabatannya. Sejalan dengan implementasi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara dalam konteks AEC, maka diperlukan penyusunan kompetensi Aparatur Sipil Negara khususnya kompetensi teknis bagi Aparatur Sipil Negara Jabatan Pimpinan Tinggi di Pemerintah Daerah dalam menghadapi liberalisasi di sektor perdagangan baik perdagangan dalam maupun luar negeri serta peningkatan daya saing sektor perindustrian. Standar kompetensi teknis Aparatur Sipil Negara Jabatan Pimpinan Tinggi di Pemerintah Daerah disusun dengan mempertimbangkan beberapa pendekatan antara lain pendekatan konseptual, AEC Blueprint, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Jawa Timur, Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Barat serta pembagian urusan pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di bidang perdagangan dan perindustrian.


2015 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 107-117
Author(s):  
Marsono Marsono

Kebijakan membangun Indonesia dari Desa sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, tidak akan pernah menafikkan peran strategis Kecamatan sebagai pembina kewilayahan di tingkat pemerintahan terbawah (akar rumput) dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang segera diberlakukan. Selanjutnya tantangan berat bagi Kecamatan saat ini adalah pelaksanaan perannya sebagai transformator dan akselerator bagi pemerintah desa dalam menghadapi MEA di tingkat lokal. Peran ini tentu menjadi sangat penting manakala Desa/Kelurahan harus dapat bersaing dengan beberapa negara di kawasan ASEAN, baik menyangkut produk-produk pertaniannya maupun terkait dengan tenaga kerjanya. Oleh karena itu, agar tenaga kerja dan ekonomi lokal memiliki daya saing yang baik dalam menghadapi pasar bebas ASEAN, maka Kecamatan harus memiliki kapasitas untuk dapat melakukan perannya tersebut. Peran strategis yang harus dimainkan Kecamatan terkait dengan kesiapan Desa dalam menghadapi MEA, antara lain: (1) memfasilitasi desa untuk melakukan mapping (pemetaan) potensi unggulan; (2) penguatan pelaku usaha dan industri di desa; (3) mendorong dan memfasilitasi Desa untuk membentuk BUMDes (4) bantuan program pelatihan kewirausahaan, manajemen, pemasaran, teknik produksi modern, teknis pengemasan modern, bantuan peralatan, modal usaha, dan lainnya; (5) mendampingi desa untuk meningkatkan wawasan sumber daya manusia (SDM) pelaku UKM terhadap MEA; (6) mendorong dan mendampingi para pelaku UMKM desa untuk menerapkan standarisasi atau sertifikasi produk-produk unggulannya, sehingga akan memiliki daya saing.


2015 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 47-60
Author(s):  
Rusman Nurjaman

Lahirnya Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa menjanjikan harapan pembaharuan untuk mewujudkan desa yang mandiri, maju, demokratis, dan sejahtera. Kajian ini bertujuan untuk melihat bagaimana praktik implementasi UU Desa tersebut dijalankan di beberapa daerah. Pengalaman desa dan pemerintah daerah di beberapa daerah kabupaten di Jawa Barat dalam mempersiapkan diri dan masa-masa awal implementasi UU Desa di sana menarik untuk dikaji sebagai sumber pembelajaran berharga bagi upaya pengoptimalan implementasi UU Desa di masa depan. Kajian ini menggunakan metode kualitatif dengan varian studi kasus terhadap persiapan dan pelaksanaan UU Desa di tiga daerah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Sumedang, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Sukabumi, yang dipilih karena alasan-alasan metodologis dan praktis tertentu. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan yang relevan, focus group discussion (FGD), wawancara mendalam, dan observasi. Hasil kajian menunjukkan adanya dinamika dan sejumlah tantangan persoalan dalam implementasi UU Desa di desa-desa di ketiga daerah kabupaten yang menjadi lokus kajian. Telaahan yang cermat dan mendalam terhadap problem normatif di lapangan dapat menjadi sumber pembelajaran berharga bagi upaya perumusan kebijakan baru dalam mengoptimalkan implementasi UU Desa.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document