MAQASHID
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

6
(FIVE YEARS 6)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Institute Agama Islam Al-Qolam

2613-9758

MAQASHID ◽  
2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 57-76
Author(s):  
AINUR ROFIQ

‘Iddah  disyari’atkan bagi perempuan tersebut karena dalam hukum ‘Iddah  mengandung banyak kemaslahatan yang kembali kepada suami, istri, keluarga dan masyarakat. Kemaslahatan ‘Iddah  untuk melindungi dan memelihara keturunan dari ketercampuran dengan laki-laki lain yang akan dinikahi. Sebab, kesucian seorang perempuan selama masa ‘Iddah  tanpa menikah dapat diketahui dari kebebasan dan kekosongan rahimnya dari adanya janin yang ada dalam rahimnya. Perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih, hasil- hasil yang dicapai oleh Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) ini luar biasa. Berkat kemajuan teknologi dalam bidang kedokteran dan juga rekayasa manusia yang sangat mengagumkan, kebersihan rahim seorang perempuan dapat diketahui melalui alat tes kehamilan Tespack (Home Pregnancy Test). Tespack bekerja dengan cara mendeteksi hormon HCG (Human Chorionic Gonadotropin) yang terdapat pada urin. Dan hanya dengan menunggu beberapa menit saja rahim seorang wanita dapat diketahui apakah di dalamnya terdapat janin  atau  tidak  dengan  tanda  positif  maupun  negatif. 


MAQASHID ◽  
2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 96-114
Author(s):  
Muhammad Zainuddin Sunarto

Grant practice is a transaction that is commonly done by the community. Apart from that, the grant is a sunnah work that is highly recommended carried out by Muslims. The Compilation of Islamic Law (KHI) and the Civil Code (KUHPerdata/BW) have governed the implementation of grants in Indonesia. basically the purpose of the grant between husband and wife to improve the quality of family relationships that love each other. However, not all good intentions and objectives have good consequences, moreover the actions taken are not based on careful calculation. Grants between husband and wife in the Compilation of Islamic Law are permitted. That is because there are no provisions that state who is entitled or not entitled to receive or give grants. While regarding the grants between husband and wife, the Civil Code said differently. In the Civil Code, grants between husband and wife during marriage are prohibited.


MAQASHID ◽  
2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 77-94
Author(s):  
A’YUNINA MAHANANI
Keyword(s):  
The Poor ◽  

Based on data from the office of religious affairs Wonodadi’s Subdistrict, Regency of Blitar, that in the Kolomayan, Pikatan and Wonodadi villages, population women’s marriage under twenty years old more than other villages. In the third this village, not only many the wealthy but also the poor. This research aims to analyze opinion of societies about criterion women’s maturities as well as who have background santri and non santri in marriage. And then, to analyze attitude of societies about women’s maturities in marriage. The results of this research showed that, opinion of societies about parameter women’s maturities in marriage; the ability in differentiate between benefit and mudharat; the women’s age to marriage are twenty one years old and twenty five years old for men; became a good mother and wife. having attitude each understand, and adequate in financial and emotional. While attitude of societies about women’s maturities in marriage are motivating of education of pesantren, give information about maturity in marrigae to the young; the role of families to build of character of child, and marriage in mature of age.


MAQASHID ◽  
2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 32-56
Author(s):  
Miladu Ahadi Ahmad

Pasal dalam KHI yang mengatur perceraian terbilang relevan dalam upaya mendamaikan hubungan pernikahan. Di sisi lain, pasal tersebut seakan-akan dapat menimbulkan kesenjangan hukum (conflict of norm) antara keputusan hukum islam dan hukum positif. Seperti contoh, dalam hukum islam, talak menjadi hak otoritatif suami, kapanpun suami mengucapkan talak kepada istrinya maka ucapan tersebut sudah dianggap jatuh. Berbeda dengan pasal yang ada dalam KHI, (pada pasal 115, 117 dan 123) disebutkan bahwa perceraian hanya bisa terjadi jika dilakukan ikrar di depan persidangan majelis hakim Pengadilan Agama. Dalam penelitian ini, ada dua hal penting yang diteliti yaitu pandangan hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dan Kyai PPS Shirothul Fuqoha’ serta pandangan keduanya ditinjau dari perspektif Mashlahah Imam As-Syatibi.


MAQASHID ◽  
2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 1-16
Author(s):  
Achmad Beadie Busyroel Basyar

Kemaslahatan sebagai inti dari maqâshid al-syarî‘ah, memiliki peranan penting dalam pengembangan hukum Islam. Sebab hukum Islam diturunkan dengan tujuan untuk menghadirkan kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Salah satu kemaslahatan yang diayomi adalah perlindungan nasab. Nasab adalah fitrah manusia, karena manusia memiliki naluri beregenerasi. Di sisi lain, manusia memiliki fitrah kepatuhan kepada Tuhan. Sehingga dua fitrah tersebut terakumulasi pada perlindungan nasab. Perlindungan nasab berkenaan dengan kuantitas di satu sisi, dan kualitas di sisi lain. Proporsional titik yang tepat dari keduanya dilihat dari lingkup realitas yang terikat. Perlindungan nasab tidak hanya pada regenerasi saja, tapi juga mencakup pada segala perantara (wasilah) yang menunjangnya, baik pada kuantitas maupun kualitas. Pun demikian, perlindungan nasab mengakomodir sisi potensi ke depan (janib al-wujud) untuk dioptimalkan, dan sisi riil terkini untuk dipertahankan (janib al-’adam).


MAQASHID ◽  
2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 17-31
Author(s):  
Nur Khalik Ridwan

Hukum Islam diterapkan di semua tempat di mana umat Islam berada untuk menerapkan ajaran-ajaran Islam dari Al-Qur’an dan sunnah, juga qaul-qaul ulama dalam ijma dan qiyas. Penerapannya di masing-masing tempat selalu berhubungan dengan politik hukum kekuasaan dan keadaan di mana wilayah itu berada, serta adanya musyawarah dan politik hukum kekuasaan di antara para ulama dan penguasa. Khususnya di masyarakat Jawa, hal ini terlihat dengan jelas, bagaimana elit bangsawan dan ulama berperan, sehingga corak politik hukum kekuasaan di kalangan muslim Jawa memiliki dimensinya karena ada dialektika lokal daerah, prakrassa ulama dan elit bangsawan.  Tulisan ini ingin melihat politik hukum kekuasaan yang dijalankan ulama dan elit bangsawan di tanah Jawa di masa-masa awal, untuk dijadikan bahan refleksi bagi pengembangan gerakan Islam kultural di Jawa, dengan tetap mengacu pada hukum Islam yang, dalam batas-batas tertentu harus diterapkan secara fleksibel, selain pada soal hukum-hukum elementer, seperti sholat, puasa, dan haji. Oleh karena itu, tulisan ini ingin melacak: politik penyebaran Islam dalam menerapkan hukum Islam di dalam masyarakat Jawa, hubungan elit bangsawan dan ulama penyebar Islam di masa awal, da hukum Islam secara kultural yanmg diterapkan di masyarakat Jawa; dan relevansinya untuk saat ini.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document