PANGKAJA: JURNAL AGAMA HINDU
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

20
(FIVE YEARS 20)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

2623-2510, 1412-7474

2021 ◽  
Vol 24 (2) ◽  
pp. 221
Author(s):  
I Made Ari Susandi

<p><em>The dynamics of Balinese people's lives are constantly under the spotlight because of the variety of cultural activities that blend with various lives. The arts of barong and rangda are spread across all districts and cities in Bali, but not all pakraman villages or temples have barong and rangda arts. This is due to the existence of barong and rangda in the religious dynamics of Balinese Hindu society. although in reality barong and rangda are not merely an art form, but furthermore they are the implementation of theology (divine teachings) of Hinduism, both concerning the philosophical (essential) religious side and religious psychology (psychological/emotional aspect).</em></p>


2021 ◽  
Vol 24 (2) ◽  
pp. 140
Author(s):  
I Ketut Donder

<p>Divinity discourse in the Vedas is very broad, so that it gave birth to many documents from the results of reflection and in-depth study of the search for God. This Brahmavidya-Upanisad is the centerpiece of the 39th Upanisad of 112 Upanisads translated by board scholars. This Brahmavidya-Upanisad is the result of contemplative research by ancient sages who used the paravidya-apaparavidya approach. This approach is a holistic approach, namely the paravidya approach is related to the investigation of the microcosm, and the aparavidya approach is related to the investigation of the macrocosm. The paravidya approach is a spiritual approach (subjective) and the aparavidya approach is a material approach (positive objective). The integration of this positivistic subjective-objective approach is a harmonious-integrative approach called a holistic approach, a blend of spirituality and science. The results of integrative contemplative research on the combination of spiritual-science found that the macrocosm and micro-cosm are the same but differ in intensity.<br />The results of the research of these sages have given space for mankind to seek God within themselves or to seek God in all of His creations that are in front of humans. There is nothing worse or better than man's search for God. If he is a layman then he can seek and place God outside of himself; but for spiritualists can worship God inside or outside themselves or both. This is a form of theology of freedom and theology of liberation that can liberate humans from alienation from God.</p>


2021 ◽  
Vol 24 (2) ◽  
pp. 212
Author(s):  
I Wayan Sukrayasa

<p>Tatanan sosial dan perilaku keberagamaan di Indonesia khususnya di Bali mengalami banyak perubahan yang disebabkan oleh fluktuasi pandemi Covid-19. Selain dampak pada kesehatan, juga menyentuh pada perilaku sosio religius umat  Hindu di Bali. Perspektif agama ini memiliki pengaruh sangat kuat dalam menyadarkan masyarakat khususnya umat Hindu di Bali untuk melakukan tindakan tertentu, termasuk dalam menghadapi wabah Covid-19 ini. Hal ini juga sebagai tantangan yang sangat berat pada kehidupan umat Hindu khususnya di Bali di masa pandemi ini yaitu pada saat menyelenggarakan upacara-upacara <em>yajna</em>. Beberapa perubahan perilaku umat Hindu adalah contoh tahapan pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia yang jauh berbeda dengan masa sebelum adanya pandemi Covid-19. Hal ini tentunya telah mengkontruksi kembali kehidupan sosial serta religiusitas umat Hindu di Bali selama masa Pandemi Covid-19.</p><p> </p>


2021 ◽  
Vol 24 (2) ◽  
pp. 130
Author(s):  
Kadek Ari Setia Utama Putra

<p>Bali tidak terlepas dari budaya dan kearifan lokalnya yang dipadukan dengan budaya dari umat agama lain salah satunya adalah akulturasi budaya <em>Subak</em> yang dilaksanakan oleh Umat Hindu dan Umat Islam. Berbagai hal yang terjadi di Indonesia mengenai peristiwa intoleransi keberagaman, sehingga masyarakat membentuk sebuah organisasi masyarakat di Bali yang mengatur air untuk persawahan dari suatu sumber air di dalam suatu daerah yang anggotanya terdiri dari gabungan Umat Hindu dan Umat Islam yang tinggal di daerah pedesaan. Organisasi ini dibentuk masyarakat untuk menjaga keharmonisan masyarakat dan digunakan sebagai wadah dalam membentuk akulturasi budaya. terjaganya akulturasi budaya <em>Subak</em> yang dilaksanakan di Desa Yeh Embang, Mendoyo, Jembrana mampu mengubah psikologis masyarakat dalam memengaruhi karakter dan perilaku masyarakat. Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah mendiskripsikan eksistensi budaya <em>Subak</em> pada era modern saat ini, menganalisis proses adanya akulturasi budaya antara Umat Hindu dan Islam di <em>Subak</em> Yeh Santang dan, menganalisis dampak akulturasi budaya <em>Subak</em> antara Umat Hindu dan Islam terhadap psikologis dan karakter masyarakat. Instrument penelitian ini meliputi wawancara, kuesioner, dokumentasi, objek pengamatan serta buku dan jurnal. Data yang diperoleh dianalis dengan metode deskriptif kualitatif. Adapun hasil penelitian ini sebagai berikut; akulturasi budaya <em>Subak</em> dapat mempererat keharmonisan antar warga atau masyarakat dan adanya dampak positif dari akulturasi budaya <em>Subak</em> terhadap psikologis, pola pikir, dan perilaku masyarakat yang memengaruhi karakter masyarakat kearah yang lebih baik dengan persentase pengaruh akulturasi budaya <em>Subak </em>terhadap psikologis masyarakat sebesar 87% dan peran masyarakat sebesar 78,11% menunjukkan bahwa masyarakat berperan sangat penting dalam pelaksanaan akulturasi budaya ini.</p>


2021 ◽  
Vol 24 (2) ◽  
pp. 156
Author(s):  
I Wayan Sugita

<p>Karya ilmiah ini bertujuan membahas edukasi <em>Tri Hita Karana </em>(THK) dalam pertunjukan drama gong era <em>society</em> 5.0 dan maknanya bagi keberlanjutan budaya Bali. Makalah ilmiah ini merupakan hasil penelitian kualitatif yang datanya dikumpulkan melalui observasi, studi dokumentasi dan wawancara mendalam terhadap pelaku seni dan wakil penonton drama gong, serta pemerhati seni-budaya Bali. Analisa deskriptif kualitatif dilakukan dengan menerapkan teori semiotika, teori interasionisme simbolik, dan teori tindakan sosial (Bourdeau). Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, model drama gong inovatif, antara lain terwakili oleh kisah “Jayaprana” diyangkan Bali TV (2020/2021), serta “Ni Diah Tantri” dan “Cupak Madeg Ratu” ditayangkan TVRI Bali (2021). Drama gong dengan menyampaikan edukasi <em>Tri Hita Karana</em> (THK) dimaksudkan agar penggemarnya  menjadi masyarakat pintar sesuai era 5.0, mampu mewujudkan kehidupan yang harmonis: antara manusia dengan Tuhan (<em>parahyangan</em>), manusia dengan sesamanya (<em>pawongan</em>), dan manusia dengan alam (<em>palemahan</em>). Kedua, edukasi THK melalui pertunjukan drama gong memiliki makna dalam memperkuat tradisi dan menopang keberlanjutan budaya masyarakat Hindu Bali.</p>


2021 ◽  
Vol 24 (2) ◽  
pp. 165
Author(s):  
Putu Dana Yasa
Keyword(s):  

keberadaan Tuhan hingga saat ini masih menimbulkan berbagai pertanyaan karena belum ada satupun manusia yang mampu menjelaskan Tuhan dengan sempurna. tulisan ini berupaya menyampaikan pandangan Rsi Gautama dengan sistem filsafat Nyaya sebagai upaya memperoleh kebenaran melalui logika serta pandangan filsafat barat tentang Tuhan yang disampaikan oleh Thomas Aquinas dengan salah satu penjelasan yaitu argumen kosmologi sebagai argumentasi terhadap sumber pertama dari segala sebab yang ada


2021 ◽  
Vol 24 (2) ◽  
pp. 184
Author(s):  
Ida Bagus Putu Adnyana ◽  
I Wayan Redi ◽  
I Gusti Made Widya Sena

<p>Teks <em>Tutur Bhuwana Mareka</em> merupakan teks <em>lontar</em> yang bernuansa <em>Siwaistik </em>dan kental akan ajaran <em>Tattwa</em>. Pemilihan teks ini sebagai objek kajian penelitian didasarkan pada kenyataan bahwa teks ini memuat ajaran <em>Virat Vidyā</em> atau Kosmologi Hindu. Rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini berkaitan dengan konsep <em>Virat Vidyā</em> yang terdapat dalam teks <em>Tutur Bhuwana Mareka</em> yang terdiri dari tiga konsep pembahasan yaitu proses penciptaan (<em>uttpti</em>), pemeliharaan (<em>stiti</em>), dan peleburan (<em>pralina</em>). Proses penciptaan (<em>uttpti</em>) alam semesta dalam teks <em>Tutur Bhuwana Mareka</em> berawal dalam keadaan alam semesta yang sangat sunyi dan hampa, tidak ada satu ciptaan pun yang tampak oleh mata, yang ada hanyalah alam sunyi yang disebut <em>hning sunya nirbhana</em>. Intisari atau esensi dari <em>hning sunya nirbhana</em> ini adalah <em>Sang Hyang Nora</em>. Setelah <em>Sang Hyang Nora </em>hadir maka mulailah transformasi atau evolusi penciptaan alam semesta. Dari <em>Sang Hyang Nora </em>lahir <em>Sang Hyang Mareka Jati</em> sebagai entitas tertinggi yang menjadi cikal-bakal terjadinya penciptaan alam semesta melalui evolusi yoga-Nya. Kemudian terjadilah proses pemeliharaan (<em>stiti</em>) alam semesta yang berlandaskan pada konsep dasar <em>Tri Sakti </em>yang meliputi<em> </em>pikiran (<em>idep</em>), nafas (<em>bayu</em>) dan suara (<em>sabda</em>). Serta yang terakhir adalah proses peleburan (<em>pralina</em>) alam semesta yang menganut konsep <em>Śiwa Lingga</em>. Konsep ini menghendaki adanya proses penciptaan alam semesta yang dilakukan oleh <em>Sang Hyang Mareka </em>Jati, pada hakikatnya akan kembali lagi kepada Beliau sebagai entitas tertinggi yang menciptakan alam semesta.</p><p> </p>


2021 ◽  
Vol 24 (2) ◽  
pp. 203
Author(s):  
I Ketut Wisarja ◽  
Ni Nyoman Suastini

<p>Masyarakat adalah suatu kesatuan hidup manusia yang dapat saling eksklusif menurut aturan, norma, dan adat istiadat tertentu yang berkesinambungan dan terikat oleh suatu identitas bersama. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat terbentuk tanpa adanya interaksi individu sebagai penyusun utama masyarakat. Oleh karena itu, individu adalah kunci dari bentuk ideal pembangunan komunitas. Artikel ini mengkaji pemikiran beberapa filsuf yang berkecimpung di bidang filsafat sosial dan membandingkannya dengan pemahaman yang utuh tentang konsep masyarakat yang mereka cita-citakan, yaitu konstruksi masyarakat yang damai, tanpa rasa takut, dan jauh dari perilaku kekerasan.<br /><br /></p>


2021 ◽  
Vol 24 (2) ◽  
pp. 174
Author(s):  
Kompyang Sri Wahyuningsih

Guru Agama Hindu, Kenakalan Siswa,Pembelajaran Daring


2021 ◽  
Vol 24 (2) ◽  
pp. 194
Author(s):  
Ni gusti ayu Kartika

<p>Bali merupakan salah satu daerah yang sangat menjunjung tinggi budaya, dimana sampai saat ini budaya bali masih berakar kuat di setiap gerak langkah kehidupan masyarakatnya. perempuan bali memiliki nilai tambah yang berperan penting dalam melestarikan budaya, karena perempuan bali menduduki posisi yang sangat strategis sebagai sosok panutan dalam pelaksanaan budaya. perempuan bali memiliki triple roles yakni peran keluarga, peran ekonomi dan peran adat keagamaan. pelaksanaan peran yang maksimal, baik di lingkungan keluarga, lingkungan tempat bekerja, maupun masyarakat umum (komunitas sosial budaya/adat keagamaan). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memaparkan fungsi dan peranan perempuan hindu dalam pelaksanaan <em>yadnya</em> di bali mengingat posisi wanita memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting dalam ajaran agama hindu, bahkan wanita merupakan tiang <em>yadnya</em> yang memiliki peran mulai dari persiapan dan pelaksanaan <em>yadnya</em>. karena masyarakat hindu di bali yang begitu kental dengan pelaksanaan upacara keagamaan, sehingga kaum wanitanya hendaklah juga terampil dalam membuat sarana upacara dan ulet dalam hal melakukan aktifitas <em>yadnya. </em>penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini berusaha mengungkap fungsi dan peranan perempuan Hindu dalam pelaksanaan <em>yadnya</em> di Bali hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk-bentuk peranan perempuan di Bali khususnya dalam kegiatan ritual keagamaan kebanyakan berperan dalam mengatur acara ritual secara keseluruhan. Maksudnya adalah para perempuan Bali dari awal dan dari jauh-jauh hari sudah mempersiapkan upacara kegiatan ritual yang akan dilaksanakan hampir setiap bulannya bahwa di Bali banyak sekali kegiatan yang benuansa ritual keagamaan</p><p> </p>


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document