scholarly journals Anti-Hypertensive Drugs and Sexual Dysfunction in Men

2020 ◽  
Vol 13 (01) ◽  
pp. 1-11
Author(s):  
Noverio Tarukallo ◽  
Haerani Rasyid

Salah satu faktor yang memiliki risiko yang terkait dengan kejadian disfungsi seksual pada pria adalah obat anti-hipertensi. Obat anti-hipertensi yang memiliki efek menyebabkan disfungsi seksual pada pria termasuk; diuretik, Clonidine, dan β-blocker (kecuali nebivolol), tetapi ada beberapa obat anti-hipertensi yang memiliki efek netral, bahkan memiliki efek positif yang dalam hal ini dapat meningkatkan fungsi seksual pada pria. Obat anti-hipertensi yang memiliki efek netral pada fungsi seksual pria meliputi; Calcium Channel Blocker dan ACE-Inhibitor dan yang memiliki efek meningkatkan fungsi seksual pada pria termasuk; ARB dan β-blocker yaitu nebivolol. Penggunaan obat anti-hipertensi dapat mempengaruhi fungsi seksual pada pria melalui mekanisme yang berbeda. Obat anti-hipertensi seperti diuretik, β-blocker, dan clonidine dapat menyebabkan disfungsi seksual pada pria melalui mekanisme perubahan dalam aliran simpatis, efek pada kontraksi otot polos fisik, dan melalui pengaruh pada kadar hormon androgen. Angiotensin Receptor Blocker dan Nebivolol dapat meningkatkan fungsi seksual melalui mekanisme penghambatan pada Angiotensin II dan meningkatkan bioavailabilitas Nitric Oxide.

Author(s):  
Bagas Mukti

Hipertensi merupakan suatu manifestasi dari gangguan hemodinamik kardiovaskular yang penyebabnya multifactor. Prevalensi penderita hipertensi di Indonesia sendiri pada tahun 2018 meningkatkan dari tahun 2013 dan peningkatan tersebut sebesar 8,3 %. Seseorang dikatakan hipertensi jika tekanan darah diatas atau sama dengan 140/90 mmHg dan harus persisten. Hipertensi sendiri masih menjadi penyebab kematian tertinggi dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius seperti stroke, penyakit jantung iskemik, gagal ginjal, retinopati dan sebagainya. Ada banyak guidelines yang menjelaskan bagaimana manajemen terapi untuk mengurangi tekanan darah tinggi. Ada dua cara untuk mentatalaksana penderita hipertensi, yaitu dengan terapi farmakologis (Diuretik, β-blocker, ACE Inhibitor, Angiotensin Receptor Blockers (ARB), Calcium-channel blocker (CCB) dan sebagainya) dan terapi non farmakologi dengan memodifikasi gaya hidup seperti olahraga teratur, mengurangi konsumsi alcohol, menghentikan rokok, serta menurunkan berat badan, mengurangi konsumsi garam dengan cara mengadaptasi diet DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension). Diet DASH menerapkan pola makan yang kaya akan sayuran, buah-buahan, susu dan produk-produk susu tanpa lemak atau rendah lemak, biji-bijian, ikan, unggas, kacang-kacangan dan diet ini juga mengandung sedikit natrium, makanan manis, gula, lemak, dan daging merah. Pada penelitian meta-analisis dan sistematik review dari randomized controlled trials (RCTs), mengungkapkan bahwa penerapan diet DASH pada pasien hipertensi dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 6,74 mmHg dan tekanan darah diastolic sebesar 3,54 mmHg. Studi meta-analisis lain dari RCTs membuktikan bahwa dengan penerapan diet ini dapat menurunkan berat badan pada pasien yang mengalami obesitas sebesar 1,42 kg dalam waktu 8-24 minggu. Sehingga diet DASH ini sangat bermanfaat untuk diterapkan pada pasien hipertensi.


2016 ◽  
Vol 80 (2) ◽  
pp. 426-434 ◽  
Author(s):  
Norihisa Toh ◽  
Katsuhisa Ishii ◽  
Hajime Kihara ◽  
Katsuomi Iwakura ◽  
Hiroyuki Watanabe ◽  
...  

Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document