Peran Tokoh Adat dalam Membantu Penyelesaian Sengketa Perbatasan Darat antara Indonesia dan Timor Leste di Wilayah Enclave Oecussi
Indonesia memiliki perbatasan darat dan laut dengan sepuluh negara tetangga. Dasar hukum perbatasan darat antara Indonesia dan Timor Leste ialah Convention for the Demarcation of Portuguese and Dutch Dominions on the Island of Timor 1904 (Traktat 1904) dan Permanent Court of Arbitration (PCA) 1914. Hal ini merupakan warisan masa Pemerintahan Belanda dan Portugis, di mana pada saat itu Belanda dan Portugis telah membagi Pulau Timor menjadi dua, yaitu Timor Barat yang berpusat di Kupang dan Timor Timur yang berpusat di Dili, termasuk wilayah enclave Oecussi yang berada dalam wilayah kedaulatan Indonesia. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana peran tokoh adat dalam membantu penyelesaian sengketa perbatasan darat antara Indonesia dan Timor Leste di wilayah enclave Oecussi. Setelah dilakukan kajian-kajian yang mendalam diperoleh temuan bahwa dalam Traktat 1904 dan PCA 1914 dinyatakan Belanda menguasai daerah Maucator dan Portugis menguasai wilayah enclave Oecussi, maka dari itu secara otomatis peninggalan pada masa kolonial melekat pada Timor Leste termasuk wilayah enclave Oecussi. Indonesia dan Timor Leste masih menyisakan permasalahan perbatasan di daerah Noel Besi, Bidjael Sunan, serta Subina. Kedua negara terus melakukan upaya negosiasi dan perundingan untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut dengan membentuk Joint Border Committee (JBC) dengan tujuan untuk mempercepat proses penyelesaian sengketa batas yang dihadapi. Berdasarkan Provisional Agreement tahun 2005 Pasal 6 point (b) yang mengisyaratkan bahwa masyarakat lokal dalam hal ini masyarakat adat/tokoh adat diperbatasan diberikan ruang untuk terlibat dalam proses penyelesaian sengketa yang terjadi di perbatasan kedua negara dengan mengedepankan cara-cara damai dan tanpa kekerasan sesuai dengan Pasal 8 Provisional Agreement tahun 2005, bahwa masyarakat yang mendiami Timor Bagian Barat (Indonesia) dengan masyarakat yang mendiami Timor Bagian Timur (Timor Leste) memiliki latar sosio-kultural yang sama, maka dapat dipastikan bahwa tatanan hukum adat yang berlaku di kedua kelompok masyarakat ini pun sama. Tatanan substansi hukum adat tersebut dapat mengatur tentang masalah pertanahan, serta batas wilayah adat, potensi para Tokoh Adat sebenarnya dapat berperan bernegosiasi untuk menyelesaikan persoalan tersebut.