Jurnal Ilmiah Raad Kertha
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

40
(FIVE YEARS 40)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Mahendradatta

2620-6595

2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 28-36
Author(s):  
Ni Made Ayu Darma Pratiwi Agustina ◽  
Duwi Aprianti

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum bagi kreditor dalam pemberian kredit modal kerja tanpa agunan. Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Kredit dalam kegiatan perbankan merupakan kegiatan yang paling utama, karena pendapatan terbesar dari usaha bank berasal dari pendapatan kegiatan usaha kredit. Bank memberikan kredit didasarkan atas keprcayaan, sehingga pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan kepada nasabah. Namun bagaimana dengan kredit tanpa agunan karena agunan kredit akan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak perbankan bahwa kreditnya akan tetap kembali dengan cara mengeksekusi jaminan kreditnya sedangkan kredit tanpa agunan tidak memberikan jaminan sama sekali. Secara hukum dasar yang dapat kita gunakan adalah Pasal 1131 dan 1132, disana dijelaskan secara detail mengenai kredit tanpa agunan tersebut.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 44-54
Author(s):  
Ida Ayu Indah Sukma Angandari

Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama istri, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis. Untuk mencegah, melindungi istri sebagai korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga pada tanggal 22 September 2004, telah disahkan berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), yang terdiri atas 10 Bab dan 56 Pasal. Undang-undang tersebut diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum bagi anggota dalam rumah tangga, khususnya perempuan, yang paling banyak menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 55-70
Author(s):  
Selvianti Joenoes ◽  
Desy Kuncahyati

Tenaga kerja merupakan sumber daya manusia sebagai modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan masyarakat pancasila, oleh karena itu, tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan harus di jamin haknya, diatur kewajibannya dan dikembangkan daya gunanya selain itu dalam pembangunan nasional yang semakin meningkat, dengan resiko dan tanggung jawab serta tantangan yang dihadapi perlu untuk diberikan perlindungan, pemeliharaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peningkatan kesejahteraan, sehingga menimbulkan rasa aman dalam bekerja. Rumusan masalah “Bagaimana bentuk perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Borongan Pembangunan dan faktor penghambat perlindungan hukum Villa Permata Ariza di Kuta Selatan”. Tujuan penelitian “Untuk mengetahui bentuk Perlindungan Hukum dan faktor penghambat perlindungan Terhadap  Pekerja Borongan Pembangunan Villa Permata Ariza di Kuta Selatan”.Penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode normatif yaitu penelitian hukum kepustakaan yang mengacu kepada norma-norma yang trdapat dalam peraturan perundang-undangan, pendapat para ahli hukum yang dituangkan dalam karangan buku dan putusan pengadilan.Hasil penelitian perjanjian kerja yang dibuat secara lisan yang telah didominasi pihak pengusaha dalam menentukan kebijakan, perjanjian yang dibuat secara lisan menempatkan pihak pekerja borongan dalam posisi yang lemah. Dalam upaya perlindungan hukum terhadap para pekerja juga tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 71-81
Author(s):  
I Nyoman Suandika ◽  
I Gusti Ngurah Wirasatya
Keyword(s):  

Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat untuk melaksanakan pembinaan bagi para narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Serta untuk mengetahui fungsi lembaga pemasyarakatan dalam melaksanakan pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP) di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Denpasar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Pasal (7) ayat (1) yaitu pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan diselenggarakan oleh menteri dan dilaksanakan oleh petugas lapas. Dalam melaksanakan fungsi pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Denpasar tentu memiliki kendala yang dihadapi oleh lembaga pemasyarakatan dan petugas pemasyarakatan itu sendiri. Upaya untuk melaksanakan fungsi pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Denpasar.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah petugas pemasyarakatan. Objek penelitian ini adalah proses pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Denpasas. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Peneliti merupakan instrumen utama dalam melakukan penelitian yang dibantu oleh pedoman observasi, pedoman wawancara dan pedoman dokumentasi. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah display data, reduksi, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses lembaga pemasyarakatan dalam pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Denpasar berjalan dengan efektif sesuai dengan tujuan pemasyarakatan, faktor pendukung dalam pembinaan ini adalah keinginan warga binaan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya dan faktor penghambat dalam pembinaan adalah saran prasana kegiatan, keadaan di dalam lapas yang over kapasitas, jumlah petugas yang masih kurang, upaya yang dilakukan dalam memaksimalkan pembinaan warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Denpasar berkerjasama dengan pihak lain untuk membantu fungsi pembinaan di dalam lapas berjalan dengan baik.Setelah dilakukan pembahasan dan penganalisaan, maka dapat disimpulkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Denpasar, sesuai dengan sistem Pemasyarakatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan yang sudah berupaya membuat kerjasama seperti moU dengan pihak-pihak terkait sebagai contoh dengan pihak BLK IP Provinsi Bali dalam bidang menjahit, merajut kecantikan food processing, Pemerintah Daerah Kota Denpasar dalam bidang keagamaan, POLRI dalam bidang keamanan, IKIP PGRI Bali dalam pembinaan seni, budaya dan pendidikan.Yayasan Mercusuar dalam pembinaan bidang pelayanan ibu hamil dan bayi. BRI dalam pelayanan perbankan (e-money/ BRIZZI). 


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 1-9
Author(s):  
I Nyoman Prabu Buana Rumiartha
Keyword(s):  

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona COVID-19 (Perpres 14/2021) telah diterbitkan oleh Presiden. Perpres tersebut diterbitkan untuk pengadaan vaksin serta pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di Indonesia. Pada ketentuan  Pasal 11 Ayat (1) Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure) sebagaimana tercantum dalam kontrak atau kerjasama dan/atau kegagalan pemberian persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency use authorization) atau penerbitan Nomor lzin Edar (NIE) Vaksin COVID-19, pelaksanaan kontrak atau kerjasama dalam pengadaan VaksinCOVID-19 dapat dihentikan.Berikutnya pada Pasal 11 Ayat (2) Keadaan kahar (force majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dalam kontrak atau kerjasama dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak atau kerjasama menjadi tidak dapat dipenuhi meliputi keseluruhan proses pengadaan Vaksin COVID-19 termasuk penyerahan Vaksin COVID- 19.Selanjutnya pada Pasal 11 Ayat (3) Dalam hal pelaksanaan kontrak atau kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanjutkan, para pihak dapat melakukan perubahan kontrak atau kerjasama dengan mengacu prinsip tata kelola yang baik.Khusus pada ketentuan Pasal 11  ayat (3) Perpres 14/2021 pada frasa “prinsip tata kelola’’ dalam hal ini makna hukum pada frasa “prinsip tata kelola’’ tersebut menimbulkan kekaburan norma (vague norm) yang berakibat pada timbulnya ketidakpastian hukum terhadap pengaturan pasal tersebut yang tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan prinsip tata kelola. Bahwa dapat disebut mengandung tafsir suatu norma yang kabur dalam hal ini diperkuat dengan tidak adanya suatu penjelasan yang signifikan dan atau suatu penjelasan yang lugas dan terarah untuk menjelaskan suatu makna “prinsip tata kelola’’.Makna pada frasa “prinsip tata kelola’’ tersebut dapat menimbulkan kekaburan norma (vague norm) yang berakibat pada timbulnya ketidakpastian hukum terhadap pengaturan Pasal 11  ayat (3) Perpres 14/2021, maka diperlukannya suatu revisi terhadap pengaturan Pasal 11  ayat (3) Perpres 14/2021 terkait Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona COVID-19.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 20-27
Author(s):  
Putu Sekarwangi Saraswati

Dunia saat ini sedang dihadapi dengan sebuah peristiwa yang sangat menghebohkan yaitu sebuah penyakit Virus Corona. Penyakit ini telah menyebar dengan cepat ke seluruh bagian negara-negara yang ada di Dunia termasuk Indonesia. Karena penyakit Virus Corona ini, Indonesia menjadi memberlakukan suatu kebijakan yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar, kebijakan ini berdampak pada seluruh sector sosial-perekonomian di Indonesia. Karena kebijakan ini pula semua masyarakat Indonesia tidak bekerja dan berada di rumah saja. Hal ini lah yang menjadi pemicu utama adanya suatu  tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang terjadi. Karena semua orang tidak bekerja dan berada dirumah saja, memicu adanya suatu pertikaian yang terjadi antar suami istri yang berujung pada adanya suatu tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami kepada sang istri. Banyak faktor yang menjadi alasan mengapa kekerasan dalam rumah tangga terjadi, salah satunya karena menurunnya pendapatan ekonomi ataupun karena para suami istri mengalami stress karena keadaan ini. Diperlukan upaya yang ekstra untuk menghindari masalah kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi dalam pandemic covid-19 in, salah satunya dengan mempertegas adanya Undang_Undang Nomor 23 Tahun 2004.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 10-19
Author(s):  
Gufran Sanusi ◽  
Hajairin Hajairin

Pembangunan dan pengembangan pasar desa merupakan aspek penting dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan asli desa, pengembangan pasar desa melalui penggunaan dana desa untuk tahun 2020 menjadi sangat penting untuk di perhatikan oleh pemerintah desa yang ada di Kabupaten Bima, salah satunya pengembangan pasar Desa Kalampa Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Penggunaan dana yang tepat sasaran seperti pengembangan pasar desa harus menjadi program prioritas bagi pemerintah desa, meski dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2020, memberikan pilihan untuk menentukan pilihan program prioritas pada masing-masing desa. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Desa Kalampa Kecamatan Woha Kabupaten Bima, hanya mengalokasikan anggaran untuk pengembangan pasar desa pada aspek kebersihan, atau anggaran kebersihan, sehingga sampai penelitian ini dilakukan hanya sampai pada batasan perbaikan tempat dan kebersihan pasar desa, Desa Kalampa Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Atas pengembangan pasar desa tersebut, maka ada banyak masyarakat desa yang bisa di perdayakan dan masyarakat desa juga bisa mengurangi kemiskinan melalui perputaran ekonomi pada pasar desa terus berjalan.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 37-43
Author(s):  
Ida Bagus Angga Purana Pidada
Keyword(s):  

Pasal 164 ayat 1 UU Ketenagakerjaan ini menjelaskan bahwa situasi pandemi COVID-19 ini tergolong keadaan force majeure (keadaan memaksa) yang mana situasi ini berada di luar kendali atau di luar kemampuan dari pemilik usaha maka dari itu pengusaha masih diperbolehkan melakukan PHK terhadap karyawannya dengan uang pesangon rendah. Namun apa yang terjadi di lapangan berdasarkan pengamatan, ternyata ada juga perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja di masa pandemi Covid-19 ini dengan menggunakan alasan keadaan memaksa padahal perusahaannya masih beroperasi dan mendapatkan keuntungan meskipun tidak sebesar sebelumnya.


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 30-41
Author(s):  
Hajairin Hajairin

The practice of deterrence of the results of motorcycle theft in Bima Regency, actually there are different criminal acts, namely criminal detention and theft, in the criminal offense is regulated in Article 480 of the Criminal Code (KUHP) while criminal acts of theft are set in Article 362 of the Criminal Code (KUHP), besides that many people use stolen motorbikes also make it easy for anyone to steal motorbikes, because thieves have no difficulty in selling their stolen products, whereas deterrence of the results of motorcycle theft is a crime committed by a third party as a host, with the intention of benefiting from the results of motorcycle theft committed by another person. The crime of motorcycle theft in the Regency of Bima, appears as a new social problem, collectors not only collect , deviating the results of motorcycle theft in the local area in the district of Bima only, but also can receive motorbike theft and embezzlement of motorbikes in other areas such as the island of Lombok, Java and Jakarta etc. This dynamic explains the existence of structural crimes in motorcycle theft in Bima Regency, the structural can be deterrence in Bima Regency in collaboration with collectors outside Bima Regency to facilitate the deviation of the results of the motorcycle theft


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 100-122
Author(s):  
Erikson Sihotang

In order to guarantee the benefits and protect various national interests as well as in the framework of upholding the state's sovereignty in the immigration sector, it is necessary to stipulate principles, supervision systems, service procedures for the entry and exit of people into and from the territory of Indonesia. The regulation on Visit Visa Free in Indonesian legislation is inconsistent with each other with the application of free visit visas on the basis of reciprocity and the principle of benefit. The Immigration Law stipulates that the granting of visa exemptions must pay attention to the principle of reciprocity and the principle of benefit, while the Presidential Regulation on Visit Visa Free stipulates that the purpose of granting visa exemptions for certain countries is in the framework of tourist visits. Thus, neither the reciprocity principle nor the benefit principle which is the basis for the consideration of granting visit visa exemptions has not been fulfilled in the policy of the Presidential Regulation on Visit Visa Free.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document