Sejarah dan Budaya Jurnal Sejarah Budaya dan Pengajarannya
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

99
(FIVE YEARS 35)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By State University Of Malang (Um)

2503-1147, 1979-9993

Author(s):  
Ronal Ridhoi

This paper tries to remind readers about the history of sugarcane in the archipelago and its transnationalization. This crop, which is actually endemic on Eastern Indonesia, was famous in the market world since Europeans "introduced" it to the archipelago, especially in Java. So, a simple questions, is the sugarcane originated from Indonesia? Where did it come from? To what extent this crop become cosmopolitan and what are the socio-ecological impacts in Indonesia? By using historical methods and a cosmopolitanism point of view, the author finds the fact that the mainland of Papua (Indonesia and New Guinea) had been domesticated sugarcane for thousand years Before Christ. Sugarcane was transnationalized to various parts of the world until it was brought back to the archipelago by European traders. Later, this crop became the largest funds contributor to the Dutch East Indies during the colonial period due to the massive development of the sugar industry in Java Tulisan ini mencoba untuk mengingatkan kembali para pembaca tentang sejarah tanaman tebu di Nusantara dan proses transnasionalisasinya. Tanaman yang sebenarnya endemik di Indonesia bagian Timur ini kemudian menjadi primadona di pasaran dunia sejak orang-orang Eropa “memperkenalkan” di Nusantara, khususnya di Jawa. Pertanyaan yang muncul, apakah tebu bukan tanaman asli Indonesia? Dari mana asal tanaman tersebut? Sejauh mana tanaman ini menjadi kosmopolit dan apa implikasinya terhadap kondisi sosio-ekologi di Indonesia? Dengan menggunakan metode sejarah dan sudut pandang kosmopolitanisme, penulis menemukan fakta bahwasanya daratan Papua (Indonesia dan New Guinea) sudah melakukan domestifikasi tebu sejak ribuan tahun sebelum Masehi. Tebu mengalami transnasionalisasi ke berbagai belahan dunia sampai kemudian dibawa kembali ke Nusantara oleh para pedagang Eropa. Tanaman ini kemudian menjadi penyumbang devisa terbesar untuk negara Hindia Belanda masa kolonial karena perkembangan industri gula yang masif di Jawa.


Author(s):  
Hanafiah Hanafiah

Philosophical values in society and many social problems occur, as well as the customs that are owned by each Gampong, which has a custom in every social problem and its resolution, including in terms of marrying children (duuk pakat event meukawen), circumcision (sunah rasul ), farming (farming) and solving other problems. This article aims to examine the philosophical values of the tradition of Duek Pakat in Gampong Tunong Paya Kruep in depth, in detail and in full. The results of the study show that the tradition of Duek Pakat is based on a tradition that has been passed down for a long time, namely that Aceh had begun in the era of the kingdom, because the process of duat pakat was a deliberation carried out in the Tunong Paya Kruep Village, Duek pakat also had an impact on promoting deliberation in making decisions and overcoming problems shows that the community likes a peaceful life and tries to avoid conflict, so that the two groups have a very positive impact on the community. The philosophical values contained in the twelfth pakat include: Tradition Values, Cultural Preservation Values, Social Values and Philosophical Values. Masing-masing masyarakat mempunyai adat dalam menyelesaikan setiap permasalahan sosial, termasuk masyarakat gampong di Aceh, di antaranya dalam hal menikahkan anak (duek pakat acara meukawen), sunatan (sunah rasul), bercocok tanam (kenduri blang) dan penyelesaian masalah-masalah lainnya. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji nilai-nilai tradisi duek pakat di Gampong Tunong Paya Kruep secara mendalam, rinci dan tuntas. Hasil studi menunjukkan, bahwa tradisi duek pakat didasari dari tradisi turun temurun sejak dari dulu yaitu sudah mulai ada di Aceh pada zaman kerajaan. Proses duek pakat merupakan musyawarah yang dilakukan di Gampong Tunong Paya Kruep. Duek pakat juga berdampak dalam upaya mengedepankan musyawarah dalam mengambil keputusan dan mengatasi masalah menunjukkan bahwa masyarakat menyukai kehidupan damai dan berusaha untuk menghindari konflik, sehingga duek pakat berdampak sangat positif terhadap masyarakat. Nilai-nilai tradisi yang terkandung dalam duek pakat, antara lain nilai tradisi, nilai pelestarian budaya, nilai sosial dan nilai agama.


Author(s):  
Suswandari Suswandari ◽  
Nur Fajar Absor ◽  
Salsabila Tamimah ◽  
Yudha Faiz Nugroho ◽  
Hanandita Rahman

Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document