ABSTRAK<br />Penyakit layu Fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium<br />oxysporum Schlecht f.sp. cubense (E.F. Smith) Snyd & Hans (Foc)<br />merupakan penyakit yang banyak menyerang tanaman Musa sp. (termasuk<br />abaka) dan dapat menurunkan produktivitas serat antara 20-65%. Salah<br />satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah penggunaan klon abaka<br />yang resisten. Seleksi in vitro dengan menggunakan agens penyeleksi<br />asam fusarat (AF) merupakan metode yang efektif untuk memperoleh klon<br />abaka resisten terhadap infeksi Foc. Pengkulturan kalus embriogen dan<br />tunas abaka pada medium tunas (MT) yang mengandung berbagai<br />konsentrasi AF digunakan untuk mengetahui pengaruh daya hambat AF.<br />Konsentrasi sub-letal ditentukan sebagai konsentrasi yang paling tinggi<br />menghambat proliferasi kalus embriogen dan tunas abaka. Seleksi in vitro<br />untuk mengidentifikasi embrio somatik yang insensitif AF dilakukan<br />dengan konsentrasi sub-letal. Setelah regenerasi dan aklimatisasi plantlet,<br />klon abaka hasil regenerasi ditanam di rumah kaca untuk pengujian<br />ketahanan terhadap Foc menggunakan metode detached leaf dual culture.<br />Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengevaluasi daya hambat pertumbuhan<br />kalus embriogen abaka, (2) mengetahui konsentrasi sub-letal AF, (3)<br />mengidentifikasi varian embrio somatik abaka yang insensitif AF melalui<br />seleksi in vitro yang dilanjutkan dengan regenerasi plantlet, dan (4)<br />mengevaluasi resistensi plantlet hasil regenerasi terhadap infeksi Foc.<br />Hasil penelitian menunjukkan bahwa AF menghambat pertumbuhan kalus<br />embriogen dan tunas abaka, sedangkan konsentrasi sub-letal AF adalah 50<br />mg/l. Dari seleksi in vitro dihasilkan 85 plantlet klon Tangongon dan 28<br />plantlet klon Sangihe-1 yang diregenerasikan dari embrio somatik yang<br />insensitif AF. Genotipe asli Tangongon termasuk dalam kelompok sangat<br />rentan terhadap infeksi Foc, sedangkan dua dari tiga varian dari klon<br />Tangongon yang diuji menunjukkan resisten dan satu agak rentan. Pada<br />penelitian ini, pengujian resistensi terhadap infeksi Foc varian yang<br />berasal dari klon Sangihe-1 belum dapat dilakukan karena plantlet masih<br />terlalu kecil sehingga belum dapat diaklimatisasi.<br />Kata kunci: Abaka, Musa textilis Nee., penyakit, Fusarium, keragaman<br />somaklonal, toksin cendawan, Jawa Timur<br />ABSTRACT<br />The usage of fusaric acid (FA) in vitro selection of abaca<br />resistant to Fusarium Oxysporum f. sp. cubense<br />Wilt Fusarium disease caused by Fusarium oxysporum Schlecht<br />f.sp. cubense (E.F. Smith) Snyd & Hans (Foc) is one of the major diseases<br />of Musa sp. including abaca, and it could decrease 20-65% fiber<br />productivity. One of the method to solve this problem is utilization of<br />abaca resistant clones. In vitro selection using fusaric acid (FA) as<br />selective agents is an effective method to produce abaca resistant clones to<br />Foc infection. Culturing abaca embriogenic calli (EC) and shoots on MT<br />medium containing various FA concentrations was used to determine FA<br />inhibition effects. Sub-lethal concentration was defined as one inhibiting ><br />90% proliferation of abaca EC and shoots. In vitro selection to identify FA<br />insensitive SE was conducted using FA sub-lethal concentration.<br />Following plantlet regeneration and acclimatization, the regenerated abaca<br />lines were grown in the glasshouse for testing against Foc using detached<br />leaf dual culture test. The objectives of this study were to (1) evaluate<br />growth inhibition of abaca EC and shoots by FA, (2) determine sub-lethal<br />concentration of FA, (3) identify FA insensitive variants of abaca somatic<br />embryos (SE) through in vitro selection followed by plantlet regeneration,<br />and (4) evaluate resistance of regenerated plantlets against Foc infection.<br />Results of the experiment showed FA inhibited abaca EC and shoots<br />growth while sub-lethal concentration of FA was 50 mg/l. Following in<br />vitro selection, 85 plantlets of Tangongon and 28 of Sangihe-1 were<br />regenerated from FA insensitive SE. The original Tangongon genotype<br />was very susceptible against Foc infection. Meanwhile, among three Foc<br />tested lines derived from Tangongon, two lines were considered resistant<br />and one was slightly susceptible. However, resistance against Foc of<br />variants derived from Sangihe-1 have not been evaluated in this<br />experiment due to the plantlets were not strong enough to be acclimatized.<br />Key words : Manila hemp, Musa textilis Nee., pest, Fusarium,<br />somaclonal variation, fungal toxin, East Jav
In Vitro Selection of Abaca for Resistance to Fusarium oxysporum f.sp. cubense
