scholarly journals PUISI SEBAGAI MEDIA PENGINJILAN

2018 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 73-106
Author(s):  
WIROL HAURISSA
Keyword(s):  
Samuel 1 ◽  

Pemberitaan Injil adalah kabar baik, karena tidak hanya didasarkan pada nilai-nilai kristen semata melainkan juga nilai-nilai kristen yang bersifat universal, yaitu cinta kasih. Ini merupakan latar belakang yang menarik perhatian saya untuk menganalisis puisi Duang e, dengan melihat hubungan antara teks puisi dan fungsi puisi sebagai media penginjilan. Puisi ini merupakan representasi pilihan nilai universal dari estetika teologis dan estetika konkret realitas empiris. Selain itu, ada unsur nilai kontekstual budaya, agama, dan seluruh anasir nilai-nilai sosial, dimensi hidup, manusia, alam, dan Allah. Model analisis yang digunakan adalah semiotika dalam studi misiologi yang berfokus pada teks dan pengalaman kreatif, sikap emosional tekstur. Ini bertujuan untuk memahami dan mengungkapkan makna, memberikan nilai-nilai pertanda dari teks tanda, penanda, dan sistem tanda yang ada di dalam medium bahasa, serta menggarap teks pada suatu konstruksi tanda, sedangkan puisi selalu berubah-ubah sejalan dengan evolusi selera. Fokkelman menegaskan bahwa selama ini puisi sudah mewarnai literatur sastra Alkitab, yaitu seluruh kitab Mazmur, Amsal, Kidung Agung, Ratapan, Ayub, Nabi-Nabi. Ada pula puisi-puisi yang berkisah tentang sejarah, mulai dari kitab Kejadian sampai kitab Raja-Raja (Kejadian 49, Ulangan 31; 32, Hakim-Hakim 5, Keluaran 15, I Samuel 2: 1-10, II Samuel 1: 19-27, II Samuel 22).Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Lokasi penelitian di sekitar Kota Ambon. Penelitian dilakukan selama satu bulan. Sumber data utama (primer) adalah puisi yang akan diklasifikasi, sedangkan hasil-hasil wawancara dan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian sebagai sumber sekunder. Penulis menyimpulkan dari tulisan ini bahwa media komunikasi tidak pada satu subjek dari pengertian akademik yang normal, tetapi area studi multidisipliner nilai-nilai imperatif penginjilan yang diartikulasikan menjadi bermakna, dan satuan nilai Injil yang berhubungan dengan estetika penciptaan seluruh ciptaan. Tujuannya untuk mewujudkan Kerajaan Allah sebagai kabar baik tanpa ada sekat dan pembatas dalam rangkaian estetika karya Allah, serta sifat keilahian Allah yang nyata dalam misi gereja.

2000 ◽  
Author(s):  
Steven C. SALARIS
Keyword(s):  
Samuel 1 ◽  

2018 ◽  
Vol 130 (4) ◽  
pp. 545-558
Author(s):  
Bronson Brown-deVost
Keyword(s):  
Samuel 2 ◽  

Zusammenfassung 1Sam 2,13–16 beinhaltet eine Beschreibung religiöser Praktiken in Schilo, die mit den Söhnen Elis, Hofni und Pinchas, verbunden sind. Die kultische Erzählung fügt sich nur schlecht in den umgebenden Text ein und ihre Bedeutung bleibt spekulativ, sowohl in modernen historisch-kritischen Studien als auch in der Textgeschichte des Samuelbuches. Der Vergleich mit phönizischen und griechischen Opferbestimmungen aus der Mitte bis zum Ende des 1. Jt. v. Chr. bietet einen soziolinguistischen Hintergrund, der zum Verständnis der Textpassage beiträgt und einige der Schwierigkeiten dieses Textes löst.


2018 ◽  
Vol 27 (2) ◽  
pp. 245-258
Author(s):  
Reed Carlson

This essay argues that Hannah’s story in 1 Samuel 1–2 is an example of a ‘spirit phenomenon’ in the Hebrew Bible. The story displays an uncanny sensitivity to Hannah’s psychological state, which is consistent with how spirit language is used as self-language in biblical literature. Hannah describes herself as a ‘woman of hard spirit’ (1 Sam. 1.15) and engages in a kind of trance, which is disruptive enough to draw the attention of Eli. Through inner-biblical allusion and intentional alterations in the Old Greek and Dead Sea Scroll versions of 1 Samuel, Hannah comes to be associated with other prophetic women in biblical literature. Several Second Temple Jewish interpreters read Hannah as a prophetess and as a practitioner of spirit ecstasy, culminating in Philo’s association of Hannah with Bacchic possession and in Hannah’s experience at Shiloh serving as a model for Pentecost in the book of Acts.


Author(s):  
Nancy Rozenchan
Keyword(s):  

Esta releitura, inspirada por um estudo interpretativo de Tsvi Motsan do lamento de David pela morte de Saul e Jônatas [II Samuel, 1 – 17,27] que conduz a entendimentos diversos do texto, pretende expor aspectos variados a serem considerados em traduções do texto bíblico hebraico.


Author(s):  
Stephen L. Cook

Chapter 5 describes the rise in exilic and post-exilic Israel of a new prophecy about God’s end-time reign. This prophecy (in Third Isaiah, Ezekiel, Joel, Haggai, Zechariah, and Malachi) exhibited significant shifts in genre and patterns of revelation and intermediation. It envisioned mythic images and archetypes, known from across the ancient Near East, powerfully resurfacing to reveal transcendence interrupting human history and establishing millennial peace incontestably. It forged vibrant, urgent worldviews from allusions to Israel’s emerging corpus of authoritative, sacred writings. Each new apocalyptic imagination reflected the traditions of its originating group, often a priestly sect of Aaronides, Zadokites, or Levites. Thus, Isaiah 26 forges a prophecy of bodily resurrection from images of fecundity found in Isaiah 54. Zechariah 3 and 6 rework Ezekiel 21 and Genesis 49 into expectations of a humble Messiah. And Malachi’s warnings of end-time purgation recapitulate God’s judgment on priests in 1 Samuel 2:27–4:1.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document