peer lending
Recently Published Documents


TOTAL DOCUMENTS

488
(FIVE YEARS 332)

H-INDEX

25
(FIVE YEARS 7)

2022 ◽  
Vol 197 ◽  
pp. 215-222
Author(s):  
Mudjahidin ◽  
Alifiansyah Arrizqy Hidayat ◽  
Andre Parvian Aristio

Rechtidee ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 156-176
Author(s):  
Rina Arum Prastyanti ◽  
Adnan Terry Suseno

The rapid growth of illegal online loan services is also caused by the potential of the Indonesian people themselves to become a large enough market for online loan services. There are still many Indonesians who are not bankable, so many turn to illegal online loan services that are easier and faster. Currently, there are 105 illegal Fintechs that have been brought under control by the Investment Alert Task Force since 2018-2020. In terms of fintech dispute resolution, there is no dispute resolution agency that effectively resolves disputes. This is because the location of the parties is unclear, besides that the fintech lending administrator in the standard electronic contract clause does not specify a court. This research is a normative juridical research using the Systematic Literature Review Method which refers to Kitchenham (2019) with research stages using planning, implementation and reporting. The first stage begins with formulating the main objectives of this research. This is to identify what problems arise from the Peer to peer Lending industry. On November 13, 2020, OJK issued a draft regulation on P2P, which is planned to replace POJK 77, to provide legal certainty to the P2P business model and protect the public interest. Several provisions in the draft were adopted from OJK regulations that exist in other business sectors that are strictly regulated such as insurance, securities, and finance. The protection of peer to peer fintech lending business ethics has been stated in the AFPI 2020 special Code of Conduct Number 002/SK/COC/INT/V/2020. However, the rules of business ethics that have been made still have weaknesses which will have an impact on consumers' losses.


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 894-903
Author(s):  
Kevin Monteverdi Siagian ◽  
Rika Ratna Permata ◽  
Tasya Safiranita Ramli

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat, telah menyebabkan masyarakat berkembang dalam segi pola pikir ataupun kreatifitas yang mendorong lahirnya kekayaan intelektual terutama hak cipta, perkembangan lahirnya hak cipta perlu juga diikuti oleh pelindungan hukum yang komprehensif melalui peraturan perundang-undangan, perlunya pelindungan hukum tersebut adalah untuk melindungi hak cipta yang memiliki nilai besar dalam memajukan perekonomian di Indonesia, selain perkembangan masyarakat, Lembaga jasa keuangan juga berinovasi kearah digital, kini Lembaga jasa keuangan non-bank memiliki produk digital yaitu platform P2P lending. Dalam permohonan pinjaman pada platform P2P lending dapat dilakukan pembebanan objek jaminan, dengan tingginya perkembangan dan berharganya hak cipta, oleh karena itu hak cipta dapat dijadikan objek jaminan dalam melakukan pinjaman pada platform P2P lending melalui jaminan fidusia. Dalam penelitian ini digunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan menelusuri dan menjelaskan substansi dalam suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini menunjukkan bahwa, pertama belum adanya pelindungan hak cipta sebagai objek jaminan fidusia dalam platform P2P lending secara khusus dalam Undang-Undang Hak Cipta ataupun POJK 77/2016, kedua, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak mencakup peran dan pertanggungjawaban penyelenggara apabila terjadi wanprestasi yang menyebabkan kerugian bagi lender sebagai pemberi kuasa. Oleh karena itu diperlukan peraturan yang mengatur terkait pembebanan hak cipta sebagai objek jaminan fidusia pada platform P2P lending dan juga peran penyelenggara sebagai penerima kuasa dari lender dalam mengembalikan pituang yang dimiliki lender, serta pelaksanaan penggunaan objek jaminan kebendaan dalam permohonan pinjaman pada platform P2P lending di Indonesia.


2021 ◽  
pp. 1-25
Author(s):  
Zhongfei Chen ◽  
Ming Jin ◽  
Athanasios Andrikopoulos ◽  
Youwei Li

2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Nadiya Fitri Fauziah ◽  
Devi Siti Hamzah Marpaung
Keyword(s):  

Data in Brief ◽  
2021 ◽  
pp. 107666
Author(s):  
Asror Nigmonov ◽  
Syed Shams ◽  
Khorshed Alam
Keyword(s):  
The Us ◽  

2021 ◽  
pp. 102606
Author(s):  
Raffi E. García ◽  
Sen Li ◽  
Abdullah Al Mahmud

2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 162-172
Author(s):  
Saida Dita Hanifawati

Kegiatan peer to peer lending di Indonesia sangat pesat ketika covid 19, hampir segala kegiatan di alihkan menjadi serba online atau digital, yang mana tidak menutup kemungkinan seperti meminjam uang secara online/dalam jaringan. Hal tersebut, memungkinkan adanya tindak kejahatan baru seperti membuat platform P2P lending tanpa izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK)/pihak berwenang atau dapat juga disebut ilegal. Banyak masyarakat yang menjadi korban P2P lending ilegal ini dan terlilit hutang dengan bunga yang sangat besar. Penegakan hukum terhadap pembasmian tindak pidana ini masih sangat minim atau belum terlaksana dengan maksimal. Walaupun banyak pasal yang sudah mengakomodir kejahatan itu, tetapi faktanya baru terdapat 2 putusan pidana terkait penyelesaian kasus ini. Penelitian hukm ini bersifat normatif dengan mengumpulkan data serta studi dokumen atau literatur dalam jaringan. Terdapat hasil penelitian yang mana platform P2P lending ilegal setiap tahun meningkat di Indonesia, yang mana tidak secara resmi terdaftar dalam OJK. Penegakan hukum yang digunakan adalah dengan menekankan pada ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi / pasal 45 (4) jo pasal 27 (4) UU RI No. 19 2016 tentang perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE, sedangkan perlindungan data pribadi belum menjadi hal yang di lindungi oleh UU/Negara.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document