scholarly journals Peran Platform Peer To Peer Lending Atas Tanggung Jawab Pembebanan Jaminan Hak Cipta Berdasarkan Hukum Positif Di Indonesia

2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 894-903
Author(s):  
Kevin Monteverdi Siagian ◽  
Rika Ratna Permata ◽  
Tasya Safiranita Ramli

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat, telah menyebabkan masyarakat berkembang dalam segi pola pikir ataupun kreatifitas yang mendorong lahirnya kekayaan intelektual terutama hak cipta, perkembangan lahirnya hak cipta perlu juga diikuti oleh pelindungan hukum yang komprehensif melalui peraturan perundang-undangan, perlunya pelindungan hukum tersebut adalah untuk melindungi hak cipta yang memiliki nilai besar dalam memajukan perekonomian di Indonesia, selain perkembangan masyarakat, Lembaga jasa keuangan juga berinovasi kearah digital, kini Lembaga jasa keuangan non-bank memiliki produk digital yaitu platform P2P lending. Dalam permohonan pinjaman pada platform P2P lending dapat dilakukan pembebanan objek jaminan, dengan tingginya perkembangan dan berharganya hak cipta, oleh karena itu hak cipta dapat dijadikan objek jaminan dalam melakukan pinjaman pada platform P2P lending melalui jaminan fidusia. Dalam penelitian ini digunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan menelusuri dan menjelaskan substansi dalam suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini menunjukkan bahwa, pertama belum adanya pelindungan hak cipta sebagai objek jaminan fidusia dalam platform P2P lending secara khusus dalam Undang-Undang Hak Cipta ataupun POJK 77/2016, kedua, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak mencakup peran dan pertanggungjawaban penyelenggara apabila terjadi wanprestasi yang menyebabkan kerugian bagi lender sebagai pemberi kuasa. Oleh karena itu diperlukan peraturan yang mengatur terkait pembebanan hak cipta sebagai objek jaminan fidusia pada platform P2P lending dan juga peran penyelenggara sebagai penerima kuasa dari lender dalam mengembalikan pituang yang dimiliki lender, serta pelaksanaan penggunaan objek jaminan kebendaan dalam permohonan pinjaman pada platform P2P lending di Indonesia.

2021 ◽  
Vol 50 (4) ◽  
pp. 789
Author(s):  
Hendrawan Agusta

Perkembangan teknologi informasi sangat pesat, adanya kolaborasi antara teknologi informasi dengan berbagai bidang kehidupan melahirkan berbagai macam inovasi yang membuat kehidupan masyarakat semakin mudah. Inovasi di bidang teknologi informasi melahirkan model bisnis baru yang pada gilirannya mampu menghasilkan efisiensi bagi masyarakat. Revolusi teknologi informasi tersebut terus berkembang dan sekarang memasuki bidang keuangan yang regulasinya ketat. Kolaborasi antara teknologi informasi dengan bidang keuangan melahirkan Teknologi Finansial atau Financial Technology (Fintech), salah satunya pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi (Peer to Peer Lending/P2P Lending). Masyarakat menjadi lebih mudah mengakses kebutuhan keuangannya melalui P2P Lending. Di sisi lain, muncul tantangan dalam P2P Lending mengenai perlindungan data (data pribadi, data transaksi dan data keuangan). Dalam penelitian ini yang akan dibahas hanya data pribadi Penerima Pinjaman, dimana data pribadi tersebut perlu dilindungi agar tidak terjadi penyalahgunaan yang menimbulkan permasalahan hukum


2019 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 460
Author(s):  
Candrika Radita Putri

Teknologi telah berkembang pesat dan merambah ke berbagai bidang termasuk pada sektor finansial. Teknologi finansial mengubah sistem keuangan tradisional ke dalam bentuk digital dengan tujuan dapat menunjang perekonomian Indonesia serta memberikan kemudahan kepada masyarakat. Kemunculan teknologi finansial salah satunya diwujudkan dengan inovasi layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi atau biasa dikenal dengan Peer to peer Lending (P2P Lending).Dalam pengembangannya, belum banyak peraturan hukum yang dapat memayungi berjalannya kegiatan tersebut sehingga pelaksanaannya masih berada di wilayah abu-abu. Meskipun layanan ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat, namun sangat berisiko karena para pihak yang melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam P2P Lending tidak bertatap muka secara langsung pada saat pelaksanaan perjanjian ataupun bertransaksi. Hal tersebut terjadi karena pelaksanaan kegiatan P2P Lending mengandalkan sistem yang digerakkan teknologi. Penyelenggara P2P Lending tentunya berperan sangat penting dalam berjalannya kegiatan tersebut karena segala kegiatan yang terjadi pada sistem menjadi tanggung jawab penyelenggara. Selain itu penyelenggara juga berkedudukan sebagai perantara sehingga penerima dan pemberi pinjaman dapat bertemu dalam platform yang telah disediakan. Pada pelaksanaan P2P Lending, belum diberikan informasi secara gamblang dan rinci mengenai kedudukan para pihaknya untuk mengetahui pihak yang bertanggung gugat seandainya penerima pinjaman melakukan wanprestasi.


2019 ◽  
Vol 2 (6) ◽  
pp. 2025
Author(s):  
Cheyzsa Mega Andhini S.P

E-commerce yang merupakan bentuk perdagangan elektronik menjadi tren dalam perdagangan di Indonesia saat ini. Tidak hanya perdagangan secara elektronik saja melainkan diiringi dengan adanya pembayaran secara elektronik yang kita kenal dengan Financial Technology (Selanjutnya disingkat fintech). Fintech adalah sebuah inovasi di dalam bidang jasa keuangan. Fintech yang bermunculan di Indonesia ini menjadi salah satu alternatif dalam hal pembayaran berbasis online. Salah satu jenisnya adalah sistem kredit secara online yang disebut dengan P2P Lending. P2P Lending secara legal diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/ POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi, sebagai dasar hukum terkait sistem pinjam meminjam dengan system elektronik. P2P Lending yang bermunculan di Indonesia membuat pihak bank konvensional juga menawarkan fasilitas yang sama pada perbankan yaitu sistem kredit online. Kesamaan fasilitas antara P2P Lending dan Kredit Online Sistem ini menimbulkan persaingan usaha tidak sehat, karena mereka berada pada relevant market yang sama.


2019 ◽  
Vol 27 (1) ◽  
pp. 274-282 ◽  
Author(s):  
Taofik Hidajat

Purpose This paper aims to highlight the existence of illegal peer-to-peer (P2P) lending in Indonesia, unethical practices of P2P lending operators to borrowers, regulatory weaknesses and offer recommendations to reduce unethical practices. Design/methodology/approach This paper is a general discussion through desk research using secondary data from journal papers, research reports, books and papers online. Findings There are regulatory weaknesses in regulating illegal P2P lending. There are no strict legal sanctions for P2P lending operators who act unethically to borrowers. Originality/value This paper discusses the unethical actions of P2P lending operators and the inability of regulations to take legal action against illegal P2P operators.


2018 ◽  
Vol 63 (01) ◽  
pp. 45-64 ◽  
Author(s):  
JUANJUAN CHEN ◽  
YABIN ZHANG ◽  
ZHUJIA YIN

We study the education premiums in the online peer-to-peer (P2P) lending marketplace in which individuals bid on unsecured microloans applied by individual borrowers. Using more than 100,000 consummated and failed listings from the largest online P2P lending marketplace in China — Paipaidai.com, we examine whether higher education level lead to lower interest rates and lower risk of default. We find that controlling for other characteristics of borrowers, borrowing rates of borrowers with bachelor’s degrees is 0.141 percent higher than that of borrowers with associate’s degrees, and that female borrowers’ education premiums were higher than their male counterparts. With regard to loan performance, borrowers with bachelor’s degrees are 13% less likely to default than the borrowers with associate’s degrees. Therefore, the education premiums in the P2P lending marketplace are rational.


2020 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
Author(s):  
Mingfeng Tang ◽  
Mei Mei ◽  
Cuiwen Li ◽  
Xingyang Lv ◽  
Xushuang Li ◽  
...  

Abstract Previous studies indicate that individuals’ default behaviors on online peer-to-peer (P2P) lending platforms greatly influence other borrowers’ default intentions. However, the mechanism of this impact is not clear. Moreover, there is scarce research in regard to which factors influence the relationship between an individual’s default behavior and an observer’s default intention. These important questions are yet to be resolved; hence, we conducted two experiments using the scenario-based research method, focusing on Chinese online P2P lending platforms. Our results indicate that an individual’s default behavior can trigger an observer’s default intention as a result of the imperfect punitive measures as they currently exist on Chinese online P2P lending platforms. Both the observer’s moral disengagement level and pragmatic self-activation level serve as mediating variables. In situations where an observer knows an individual’s default behavior, the level of intimacy between the defaulter and observer positively affects the relationship between their default behavior and intention. The intimacy level also positively influences the relationship between the individual’s default behavior and the two mediator variables. Based on the findings, we provide management suggestions in the context of online P2P lending. Our study sets a foundation for future research to utilize other methods to extend the present research findings to other regions and domains.


Author(s):  
Rindah Febriana Suryawati ◽  
Duhita Paramaramya Putri Nurdana

The problem faced by most micro-entrepreneurs in Indonesia is financing business. Peer-to-peer (P2P) lending is a non-bank financial institution that can be an alternative source of financing because of the requirements and easy application usage. This study aims to analyze the impact of peer-to-peer lending on business expenses, business turnover, total employment, total sales of products, and profits before and after obtaining a peer-to-peer lending loan and analyze factors affecting the increase in business turnover after getting a loan through peer-to-peer lending. The methods used in this study include the descriptive analysis method, paired t-test, and ordinary least square (OLS). The paired t-test results indicate that there is a significant difference between business expenses, business turnover, the amount of labor, the number of product sales, and profit before and after obtaining a peer-to-peer lending loan. The result of analysis with the OLS method shows that the length of business and expenditure of the business has a significant effect on the development of respondents' business turnover.


2021 ◽  
Vol 21 (2) ◽  
pp. 185-194
Author(s):  
Ika Dewi Sartika Saimima ◽  
Valentino Gola Patria

Abstract   Financial technology innovation that occurs nowadays leads to accelerated changes in the financial sector. However, these developments are like double-edged swords, on the one hand they provide convenience for consumers, on the other hand pose risks for consumers related to the confidentiality of their personal data. Money lending business through Peer to Peer lending (P2P lending) system often results in consumers receiving threats when they are late making payments. This paper presents several cases that result in consumers experiencing personal data theft, receiving threats directed at relatives or acquaintances. Even committing fraud by taking money from borrowers or customers without following the regulations made by the Financial Services Authority (OJK). The research data is carried out in a qualitative normative way where the data is translated based on legal norms and uses legal theory that can explain and answer existing legal problems.   Keywords: Consumer Protection, Peer to Peer lending (P2P lending), Private Data Protection   Abstrak   Inovasi teknologi keuangan yang terjadi saat ini mengarah pada akselerasi perubahan di sektor keuangan. Namun perkembangan tersebut ibarat pedang bermata dua, di satu sisi memberikan kemudahan bagi konsumen, di sisi lain menimbulkan risiko bagi konsumen terkait kerahasiaan data pribadinya. Bisnis money lending melalui sistem Peer to Peer lending (P2P lending) seringkali mengakibatkan konsumen mendapat ancaman ketika mereka terlambat melakukan pembayaran. Makalah ini menyajikan beberapa kasus yang mengakibatkan konsumen mengalami pencurian data pribadi, menerima ancaman yang ditujukan kepada kerabat atau kenalan. Bahkan melakukan penipuan dengan mengambil uang dari debitur atau nasabah tanpa mengikuti ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Data penelitian dilakukan secara normatif kualitatif dimana datanya diterjemahkan berdasarkan norma hukum dan menggunakan teori hukum yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan hukum yang ada. Kata kunci: Peer to Peer lending (P2P lending), Perlindungan Konsumen, Perlindungan Data Pribadi   Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Peer to Peer lending (P2P lending), Perlindungan Data Pribadi


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document