psychological biblical criticism
Recently Published Documents


TOTAL DOCUMENTS

5
(FIVE YEARS 0)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

2017 ◽  
Vol 25 (2) ◽  
pp. 658-672
Author(s):  
Pieter Van der Zwan

Within the broader psychological biblical criticism this study intends to motivate why psychological approaches to the text of the Song of Songs make sense for a meaningful reception, which kinds of psychological approaches suit this analysis the most, and how they could be utilised for analysing and interpreting the characters that feature in this lyric love poetry, with a special focus on the unconscious way they perceive their bodies and those of others


2015 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
pp. 144-147
Author(s):  
Martin Harun

Beberapa puluh tahun yang lalu Steven McKenzie menjadi editor sebuah kumpulan karangan yang berjudul To Each Its Own Meaning: An Introduction to Biblical Criticism and their Application (1993). Dalam bunga rampai itu dibahas metode-metode penelitian lama yang berfokus pada latar belakang sejarah teks (penelitian sumber, sejarah tradisi, jenis sastra, peredaksian), cara-cara penelitian literer yang lebih baru (seperti penelitian strukturalis, pasca-strukturalis, naratif, atau reader’s respons) dan beberapa yang lain (penelitian ilmu sosial, kanonik, atau retorika). Dalam dua puluh tahun sejak terbitan itu banyak pendekatan baru berkembang, misalnya, dalam symposia pertemuan para pakar Alkitab nasional dan internasional, dan dalam banyak monograf, bunga rampaidan artikel Jurnal. Untuk membantu pembaca mengikuti perkembangan cepat itu, kini McKenzie & Kaltner menerbitkan New Meanings for Ancient Texts. Mereka memilih sembilan pendekatan yang makin berpengaruh dan meminta kepada pionir-pionir utama setiap pendekatan untuk memberi deskripsi pendekatannya yang jelas bagi non spesialis dan mengilustrasikannya dengan meneliti satu atau beberapa teks contoh.   Judul bab dari beberapa di antara kesembilan pendekatan itu barangkali segera ditanggap pembaca, karena sudah lebih lama dikenal. Misalnya, “Psychological Biblical Criticism” (D. Andrew Kille, pp. 137-154) dan “Ecological Criticism” (Norman Habel, pp. 39-58). Pendekatan-pendekatan ini agaknya dimuat di sini karena mengalami pergeseran paradigma dalam beberapa dasa warsa terakhir. Juga tidak baru di telinga pembaca akademis adalah “Postcolonial Biblical Criticism”(Warren Carter, pp. 97-116) dan “Postmodernism” (Hugh Pyper, pp. 117-136). Postmodernisme yang membongkar cerita-cerita besar seperti sejarah keselamatan Alkitab dan mau menyadarkan pembaca bahwa banyak jawaban kita selama ini sesungguhnya kurang pasti daripada dikira, meluas di dunia tafsir Barat; sedangkan penelitian Alkitab pascakolonial yang meneliti hubungan dominasi dan subordinasi dalam teksteks Alkitab dan dampaknya dalam sejarah kolonialisme dan lanjutannya dalam masa pasca-penjajahan, sekarang ini menjadi sangat aktual dalam distorsi relasi antara Selatan dan Utara. “New Historicism” (Gina Hens-Piazza, pp. 59-76) tidak lagi mencoba merekonstruksi realitas sejarah di belakang teks (seperti dilakukan oleh Historical Criticism), tetapi dengan cara yang multidisipliner meneliti teks sebagai representasi dari realitas kultural, sosial, politik, dan sebagainya, sambil melepaskan distingsi antara  literatur dan sejarah, juga antara pengarang dan pembaca, antara arti dulu dan arti sekarang. Dekat tetapi berbeda dengan itu “Cultural-Historical Criticism of the Bible” (Timothy Beal, pp.1-20) meneliti bagaimana kata, kiasan, objek dan ide dalam Alkitab menerima bentuk dan artinya dalam konteks kebudayaan tertentu yang memproduksikannya atau mereproduksikannya. “The Bible and Popular Culture” (Linda Schearing and Valerie Ziegler, pp. 77-96) kurang berfokus pada Alkitab sendiri tetapi menganalisa bagaimana teks-teks tertentu berfungsi dalam ungkapan-ungkapan budaya rakyat, lelucon, iklan, komik, seni, film, dll., juga mengingat pergeseran yang kini terjadi dari budaya teks tertulis ke apropriasi visual. “Disability Studies and the Bible” (Nasya Junior and Jeremy Schipper, pp. 21-38) dan apa yang disebut “Queer Criticism” (Ken Stone, pp. 155-176) meneliti Alkitab dari situasi kelompok-kelompok tertentu, entah mereka orang-orangcacat yang banyak muncul dalam teks-teks Alkitab yang dapat dimengerti lebih baik dari dalam pengalaman invaliditas; atau mereka yang dari sudut seks dan jender berada dalam posisi yang tidak menguntungkan atau bahkan ditolak. Di sini a.l. tempatnya penelitian Alkitab komunitas gay and lesbian, dan lebih awal feminisme.   ........................   Apakah bunga rampai tentang pelbagai pendekatan baru ini penting untuk seorang yang sudah cukup puas dengan metodenya selama ini atau yang menerima Alkitab sebagai buku yang mempunyai otoritas terhadap dirinya dan jemaatnya? Keberatan (kita) yang sudah lama diajukan terhadap pendekatan tersebut, pada akhir setiap karangan dengan jujur dikemukakan dan diberi tanggapan singkat. Membaca contoh-contoh penafsiran dalam bunga rampai ini, saya sering merasa diajak ke dalam suatu perjalanan yang berbelit-belit. Tetapi setelah beberapa tikungan muncul juga pemandangan menarik dan berharga yang belum pernah saya perhatikan selama ini. Selain itu, setiap artikel mulai dengan pengantar umum tentang, misalnya, fenomen postmodernisme, ilmu ekologi, atauqueer criticism yang sudah lebih lama dikembangkan di akademi umum, dan baru sekarang mulai dipakai juga untuk analisa teks-teks biblis. Pengantar-pengantar itu saja memberi gambaran menarik tentang masalah-masalah yang dewasa ini digumuli dalam komunitas global. Setuju atau tidak, mengetahuinya penting untuk keduanya. (Martin Harun, Guru Besar Ilmu Teologi Emeritus, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta).


2004 ◽  
Vol 25 (2) ◽  
pp. 653-675 ◽  
Author(s):  
Eben Scheffler

This article reflects on the contribution  that can  be made to the interpretation of the Bible by employing the analytical psychology of Carl Jung. After some relevant biographical considerations on Jung, his view of religion and the Bible is briefly considered, followed by a look into Genesis 1-3 in terms of his distinction of archetypes. It is suggested in the conclusion that Jungian psychological Biblical criticism can lead to a changed, but fresh view on the ‘authority’ or influence of the Bible in the lives of (post)modern human beings and their (ethical) behaviour.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document