mental defective
Recently Published Documents


TOTAL DOCUMENTS

76
(FIVE YEARS 1)

H-INDEX

5
(FIVE YEARS 0)

2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 74-84
Author(s):  
Kusmiyati Kusmiyati

Abstrak Artikel ini merupakan sebuah tulisan yang mencoba membahas tentang: (1) pengertian anak retardasi mental, (2) kharakteristik anak retardasi mental, (3) kendala-kendala anak retardasi mental, serta (4) pendekatan pembelajaran yang dapat diaplikasikan untuk anak retardasi mental agar menjadi anak yang mandiri dalam hidupnya serta mampu bersosialisasi dan bermasyarakat. Retardasi mental atau keterbelakangan mental menunjuk pada penejelasan khusus kepada anak-anak yang memiliki tingkat intelegensi di bawah rata-rata. Terdapat beberapa istilah lain dari retardasi mental ini, seperti: mentally retarded, mental defective, dan lain sebagainya. Retadasi mental terjadi ditandai dengan adanya keterbelakangan mental yang dibawah rata-rata. Hal ini timbul selama periode pertumbuhan dan perkembangan anak sejak masih dalam kandungan. Keterbelakangan mental juga terjadi karena kelemahan dalam proses adaptasi dengan lingkungan selama masa tumbuh kembang.


Sari Pediatri ◽  
2016 ◽  
Vol 10 (3) ◽  
pp. 184
Author(s):  
Bidasari Lubis ◽  
Rina AC Saragih ◽  
Dedi Gunadi ◽  
Nelly Rosdiana ◽  
Elvi Andriani

Latar belakang. Anemia defisiensi besi (ADB) dapat menyebabkan gangguan belajar dan mental dalam jangka panjang, bahkan dapat menetap. Tingkat kepatuhan pengobatan yang diberikan tiga kali sehari masih rendah. Hal ini dapat ditingkatkan dengan pemberian satu kali sehari sehingga diharapkan pengobatan akan berhasil.Tujuan. Membandingkan respon pengobatan pada pemberian sulfas frosus satu kali sehari dengan 3 kali sehari pada anak usia sekolah yang menderita anemia defisiensi besi.Metode. Penelitian dilakukan di Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Rantau Prapat terhadap murid sekolah dasar. Anak dengan Hb <12, hipokrom mikrositer, Mentzer Index >13 dan RDW index >220 diikutsertakan dalam penelitian. Fungsi kognitif dinilai dengan Weschler Intelligence Scale for Children. Sampel secara random dibagi menjadi 2 kelompok yang mendapat sulfas ferosus 3 kali sehari dan satu kali sehari dengan dosis yang sama (besi elemental 5 mg/kgBB/hari).Hasil. Lima puluh anak dinilai dengan WISC, didapati rerata Full IQ 83,80 (SD=13,14), Performance IQ 81,08 (SD=14,58) dan Verbal IQ 88,10 (SD=14,20). Didapatkan skor aritmatika yang rendah (7+3,23). Tingkat IQ didapati average 36%, dull normal 28%, borderline 24%, dan mental defective 10%. Konsentrasi yang rendah dijumpai pada 44% dan sangat rendah 10%. Terdapat peningkatan bermakna kadar hemoglobin pada kedua kelompok setelah pemberian terapi besi (p<0,05), namun tidak dijumpai perbedaan bermakna peningkatan Hb antar kedua kelompok (p=0,29).Kesimpulan. Full IQ anak sekolah dasar yang menderita anemia defisiensi besi tidak melebihi tingkat average, didapati gangguan konsentrasi dan fungsi kognitif, terutama dalam matematika. Tidak didapati perbedaan bermakna antara kelompok terapi besi tiga kali sehari dibandingkan satu kali sehari dalam peningkatan Hb.


2015 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Agustina Samosir

Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminthiasis atau STH) masih merupakan masalah dunia terutama di daerah tropik dan sub tropik, termasuk di Indonesia. Penelitian Pasaribu pada tahun 2003 dan Ezeamama dkk pada tahun 2005 menunjukkan bahwa anak usia sekolah dasar (SD) merupakan kelompok umur yang paling sering terinfeksi oleh cacing usus yang ditularkan melalui tanah. Hal ini disebabkan karena anak SD paling sering berkontak dengan tanah sebagai sumber infeksi. Infeksi cacing yang cukup tinggi prevalensinya di Indonesia adalah infeksi cacing yang disebabkan oleh cacing ascaris lumbricoides, cacing tambang dan trichuris trichiura. Mengingat bahwa prevalensi tertinggi infeksi kecacingan STH terdapat pada anak usia sekolah dasar, dikuatirkan infeksi cacing dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan seorang anak. Belum diketahui secara pasti bagaimana proses ini terjadi,  namun diduga proses ini terjadi secara tidak langsung, mungkin melalui kejadian anemia dan malnutrisi yang diderita anak akibat terinfeksi kecacingan STH. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli dan Agustus 2012 pada murid sekolah dasar kelas IV, V dan VI SD Negeri 067775 Kota Medan. Populasi studi berjumlah 150 orang anak usia 8-12 tahun. Sampel studi dipilih dengan menggunakan teknik sampling purposive dengan melakukan pemeriksaan tinja murid-murid populasi studi. 62 murid (41%) ditemukan positif terinfeksi cacing dan dipilih sebagai sampel studi. Tingkat nutrisi, antropometrik, anemia dan kecerdasan murid-murid terpilih kemudian diukur. Tingkat kecerdasan diukur dengan menggunakan indikator WISC (Wechsler Intelligance Scale for Children). Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan tabulasi silang dan statistika nonparametrik uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada SD Negeri 067775 Kota Medan dijumpai anak dengan derajat infeksi ringan 63%, infeksi sedang 37% dan infeksi berat 0%. Dari penelitian ini juga diperoleh bahwa tingkat kecerdasan mental defective 12,9%, borderline 25,8%, low average 29,0%, average 27,4% dan high average 4,8%. Statistik uji z Kolmogorov Smirnov tentang hubungan antara tingkat infeksi STH dan tingkat kecerdasan adalah 3.413. Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat infeksi cacing STH terhadap tingkat kecerdasan pada anak di SD 067775 Kota Medan.   Kata Kunci:     Infeksi cacing STH, derajat infeksi, tingkat kecerdasan, kejadian anemia, status gizi, Medan, Indonesia.


2014 ◽  
pp. 46-59
Author(s):  
W. Lindesay Neustatter
Keyword(s):  

2011 ◽  
pp. 129-136
Author(s):  
Ruth Bochner ◽  
Florence Halpern
Keyword(s):  

2007 ◽  
pp. 132-139
Author(s):  
Ruth Bochner ◽  
Florence Halpern
Keyword(s):  

2007 ◽  
pp. 290-291
Author(s):  
Hervey Cleckley
Keyword(s):  

Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document