Pandemi Covid-19 berdampak buruk pada berbagai sendi kehidupan manusia, mulai dari dimensi kesehatan, ekonomi, pendidikan, wisata, kuliner, politik, kebijakan publik, bahkan dimensi tauhid. Covid-19 bukan sebatas bencana lokal, ia sudah menjadi ‘pandemi’ yang berarti status darurat berskala global. Jutaan manusia sudah menjadi korban jiwa, dan tak terhitung jumlahnya bagi yang terkena dampak dalam berbagai aspek. Penanganan Covid-19 erat kaitannya komunikasi yang dilakukan setiap elemen. Baik itu komunikasi politik, komunikasi publik, komunikasi dakwah, dan lain sebagainya. Komunikasi pada dasarnya bersifat netral, tergantung kemana pengguna memanfaatkan isu yang berkembang. Terkait pandemi Covid-19, sering kali komunikasi digunakan sebagai media memperkeruh keadaan. Situasi sulit dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meraih keuntungan politis dengan menyebarkan berita-berita hoaks dan ujaran kebencian terhadap penanggulangan Covid-19 oleh pemerintah. Penelitian ini tergolong dalam penelitian pustaka dengan pendekatan kualitatif. Adapun metodologi yang digunakan adalah studi deskriptif terhadap berbagai tema-tema komunikasi di masa pandemi. Seperti komunikasi tauhid, komunikasi keluarga, komunikasi publik, dan komunikasi politik. Hasil penelitian menyimpulkan beberapa hal; Pertama, komunikasi positif yang mendukung program pemerintah jika itu dianggap baik dan bermanfaat bagi penanggulangan wabah pandemi Covid-19. Pihak ini biasanya akan melaksanakan berbagai kebijakan seperti lockdown, PSBB, sosial distancing, protokoler kesehatan, dan vaksinasi. Kedua, adalah komunikasi negatif yang menolak berbagai program pemerintah atas kepentingan politik (kontra dengan pemerintah saat ini). Biasanya, kalangan ini akan menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian terhadap kebijakan penanganan Covid-19 yang dijalankan pemerintah. Kalangan ini tidak melihat informasi secara objektif, melainkan mencari-cari celah untuk menyerang berbagai kelemahan dalam program pemerintah guna mempengaruhi masyarakat luas.