HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

53
(FIVE YEARS 29)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Swadaya Gunung Djati

2615-4439, 1978-8487

2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Djanuardi Djanuardi ◽  
Eidy Sandra ◽  
Nindya Tien Ramadhanty

Perkawinan adalah akad antara seorang pria dengan seorang wanita yang mengikatkan diri dalam hubungan suami istri. Pelaksanaan perkawinan di Indonesia bervariasi, mulai dari perkawinan yang dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA), perkawinan di bawah umur dan perkawinan siri. Perkawinan siri merupakan perkawinan sah menurut agama, namun tidak memiliki kekuatan secara formal. Faktanya perkawinan siri (kedua dan seterusnya) yang dilakukan oleh pasangan Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah. Permasalahan yang sering terjadi adalah PNS Pria melakukan perkawinan siri (kedua seterusnya) dengan PNS Wanita di pemerintahan Kabupaten Serang. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keabsahan dan akibat hukum dari perkawinan siri (kedua dan seterusnya) yang dilakukan oleh pasangan PNS menurut PP Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian PNS dan Kompilasi Hukum Islam. Penelitian ini disusun dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu metode penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif kemudian dianalisis secara normatif kualitatif sehingga mendapat suatu fakta. Hasil dari penelitian ini perkawinan siri (kedua dan seterusnya) tidak sah menurut PP Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian PNS dan Kompilasi Hukum Islam. Sedangkan perkawinan siri (kedua dan seterusnya) sah menurut Hukum Islam. Akibat hukum dari perkawinan siri ini adalah anak akan dinggap sebagai anak luar kawin yang hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibunya. Akibatnya anak tersebut tidak memiliki hubungan nasab, wali nikah, dan waris dengan ayah biologisnya hanya berhak atas wasiat wajibah.


2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Daud Munasto ◽  
Taun Taun
Keyword(s):  

Bursa efek merupakan pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran dan permintaan efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdaagangkan efek diantara mereka. Efek yang diperjualbelikan dapat berupa saham, obligasi, reksadana atau produk derivatif lainnya. Untuk memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat, perusahaan, dan pihak terkait lainnya pemerintah membuat Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Didalam pelaksanaan masih terdapat beberapa orang atau pihak mencoba mendapatkan keuntungan yang lebih besar dengan menggunakan akses yang mereka miliki melalui misappropriation theory sehingga membuat investor tidak nyaman dalam menjalankan transaksi jual beli efek.


2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Tomy Michael

Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana status Pulau Sentinel dalam hukum lau internasional dan menggunakan metode penelitia pendekatan. Pulau Sentinel sebagai pulau yang memiliki kompleksitas permasalahan hukum seperti adanya izin dari Pemerintah India untuk mengunjunginya dan laranagan untuk mengunjungi di sekitarnya. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian metode pendekatan empiris yuridis, yaitu dimana penulis mencari, menggali, dan menemukan fakta-fakta serta kenyataan yang ada di dalam masyarakat dengan melihat situasi dan kondisi yang terjadi. Di dalam perspektif UNCLOS 1982, pulau buatan tidak diperinci secara detail karena pulau masih menganut pemahaman akan ekonomis padahal pulau buatan untuk saat ini adalah suatu kebutuhan di suatu negara. Keleluasaan ini secara tertulis diatur dalam Pasal 87 UNCLOS 1982 dimana laut lepas terbuka untuk semua Negara, baik Negara pantai atau tidak berpantai. Sebagai kesimpulannya Pulau Sentinel termasuk pulau alami yang tidak berpenghuni. Pemberian pulau alami dikarenakan pulau ini ada dan tidak merupakan pulau buatan dalam perspektif UNCLOS 1982. Sementara pemberian nama pulau tidak berpenghuninya karena adanya larangan dari Pemerintah India dengan argumen tidak menghuni untuk menjaga keberlangsungan hidup dari suku asli tersebut.


2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Yani Pujiwati ◽  
Amiruddin A. Dajaan Imami ◽  
Alya Maesha

Kawasan pantai dan pesisir pada umumnya telah dijadikan tempat tinggal yang pada mulanya didirikan oleh para nelayan dengan alasan ingin dekat dengan sumber mata pencahariannya yakni di laut. Masyarakat Kabupaten Kepulauan Anambas menyebut tempat tinggal yang didirikan kawasan pantai dan pesisir adalah rumah pelantar. Terhadap Rumah pelantar ini terdapat permasalahan hukum yakni mengenai  penguasaan tanah di kawasan pantai dan pesisir  yang tidak memiliki status hukum yang jelas, bangunan tersebut hanya berdasarkan Alas Hak yang diberikan oleh Kepala Desa setempat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penguasaan tanah di kawasan pantai dan pesisir yang dijadikan permukiman rumah pelantar di kabupaten kepulauan anambas provinsi kepulauan riau dan mengenai status dari permukiman rumah pelantar di kawasan pantai dan pesisir yang menjamin kepastian hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu menekankan pada norma hukum, dengan berdasarkan pada  ketentuan peraturan perundang – undangan yang mengatur mengenai kawasan pesisir. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan, penguasaan tanah yakni  Alas Hak yang diberikan oleh Kepala Desa setempat yang dimiliki oleh masyarakat Kepulauan Anambas ini tidak sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.  Seharusnya Permukiman Rumah Pelantar di Kawasan Pantai Dan Pesisir memilik Izin Lokasi yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang, bagi masyarakat lokal atau pendatang yang tidak secara turun temurun. Lalu untuk masyarakat adat atau anggota masyarakat yang secara turun-temurun sudah bertempat tinggal di kawasan pesisir dapat memiliki hak atas tanah yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Anambas hal ini dilakukan sebagai upaya terciptanya kepastian hukum.


2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Tamrin Muchsin ◽  
Sri Sudono Saliro ◽  
Sardjana Orba Manullang ◽  
Nahot Tua Parlindungan Sihaloho

Layang-layang adalah salah satu permainan tradisional yang dimainkan di berbagai penjuru dunia. Permainan ini dimainkan oleh berbagai kalangan usia mulai dari anak-anak hingga dewasa. Pada konteks bermain layangan, di wilayah hukum Kota Singkawang telah mengatur secara eksplisit didalam Pasal 66 Perda No. 1 Tahun 2016 Tentang Ketertiban Umum, Pasal tersebut mengatur “setiap orang dilarang bermain layangan dengan menggunakan kawat dan benang gelasan yang dapat membahayakan keselamatan orang lain”, dan “setiap orang dilarang bermain layangan di jalanan, jalur hijau, taman fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dapat membahayakan keselamatan orang lain”. Tulisan ini mengangkat rumusan masalah yang akan dikaji yaitu, bagaimana efektivitas pelaksanaan Pasal 66 (larangan bermain layangan) pada Perda No. 1 Tahun 2016 Tentang Ketertiban Umum di Kota Singkawang. Metode penelitian artikel ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan menjabarkan data analisis deskriptif, untuk memperoleh data dilakukan observasi dan wawancara, selain itu juga melalui dokumen, data tertulis dari Satpol PP Singkawang. Temuan hasil penelitian mengungkapkan bahwa pelaksanaan Pasal 66 Perda No. 1 Tahun 2016 Tentang Ketertiban Umum di Kota Singkawang terlaksana secara efektif, dari sudut pandang faktor hukum itu sendiri, faktor penegakan hukum dan faktor sarana.


2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Vinsensius Maku ◽  
AM Tri Anggraini ◽  
Erna Widjajati

Kegiatan pinjam meminjam yang terus berkembang di masyarakat memerlukan pengaturan yang jelas dan pasti terutama berkaitan dengan pengembalian dana pinjaman. Salah satu lembaga pemberi pinjaman (Kreditor) adalah lembaga pembiayaan atau leasing. Lembaga Pembiayaan atau leasing mempunyai peran yang sangat penting dalam menggerakan roda perekonomian masyarakat yaitu dengan memberikan fasilitas kredit kepada masyarakat yang ingin memiliki kendaraan baik roda dua maupun roda empat. Penelitian ini melihat Implementasi Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 Terhadap Proses Eksekusi Jaminan Fidusia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (Studi Kasus). Hasil penelitian menyatakan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019 diharapkan dapat menjadi solusi upaya untuk memenuhi rasa keadilan guna mencapai suatu kondisi yang menempatkan kreditur dan debitur dalam posisi yang seimbang.


2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Endang Sutrisno ◽  
Sudarminto Sudarminto ◽  
Djuhariah Djuhariah ◽  
Irma Gamawati

Tenaga kesehatan memiliki risiko besar tertular penyakit infeksi atau Healthcare Associated Infection (HAIs) sebab berhubungan langsung dengan pasien yang menjadi sumber penularan di rumah sakit. Kultur hukum yang dibangun untuk tenaga kesehatan harus konstruktif, sehingga dapat memperoleh akses untuk aspek perlindungan hukum terhadap bahaya penularan infeksi apabila mereka mengetahui, memahami dan melaksanakan regulasi pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Pendekatan penelitiannya socio-legal. dengan tujuan mengkaji pemahaman hukum tenaga kesehatan di rumah sakit dan bentuk perlindungan hukumnya. Temuan penelitian mendeskripsikan tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum sudah mengetahui adanya peraturan terhadap bahaya penularan infeksi, tetapi belum sepenuhnya memahami muatan substansi peraturan perundang-undangan tersebut.


2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Muhammad Reza Syariffudin Zaki ◽  
Reza Mahendra

Kegiatan pendaftaran tanah bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah. Peraturan mengenai pendaftaran tanah di Indonesia mengacu kepada Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar pokok-pokok Agraria yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997. Di Indonesia masih banyak masalah dalam bidang pertanahan, salah satunya adalah kepemilikan ganda atas tanah. Sengketa tanah dapat diselesaikan dengan berbagai cara seperti musyawarah, penyelesaian melalui badan peradilan, atau arbritase. Penelitian ini menganalisa mengenai permasalahan kepemilikan ganda atas tanah serta upaya untuk menghindari terjadinya masalah kepemilikan ganda dengan mempelajari kasus sengketa tanah Hj Sutiah alias Hajjah Sutiah dkk. dengan kantor Bandung dan putusan pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 103/G/2016/PTUN-BDG. Cara menyelesaikan sengketa tanah sangatlah umum untuk diketahui dan dilaksanakan, namun bagaimana cara untuk mengatasi agar permasalahan yang sama tidak terjadi lagi. Keputusan Tata Usaha Negara menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 UU 5/1986 adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Berkaitan dengan sertifikat tanah, sertifikat tanah dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional selaku Badan Tata Usaha Negara ditujukan kepada seseorang atau badan hukum (konkret, individual) yang menimbulkan akibat hukum pemilikan atas sebidang tanah yang tidak memerlukan persetujuan lebih lanjut dari instansi atasan atau instansi lain (final).


2020 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
Author(s):  
Endang Sutrisno ◽  
MC Inge Hartini ◽  
Mustopo Mustopo ◽  
Nanang Ruhyana

Rumah Sakit memiliki peran penting dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal, untuk itu dituntut agar mampu mengelola secara professional dan bertanggung jawab, mengusung arus keutamaan tanggung jawab profesi pada aspek kesehatan, khususnya tenaga medis dan tenaga keperawatan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.  Health-Care Associated Infection (HAIs) penyebabnya terkait dengan proses dan sistem kesehatan. Aspek pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit terhadap pasien yang terkena Health care-associated Infections (HAIs) menjadi fokus kajian, dengan pendekatan penelitian yuridis normatif, pada perspektif hukum sebagai kaidah tertulis yang tertuang dalam produk perundang-undangan yang berlaku. Rumah Sakit bertanggung jawab atas tindakan kelalaian tenaga kesehatan di Rumah Sakit, yang menyebabkan kerugian pada pasien, dibutuhkan adanya perlindungan hukum yang memadai sebagaimana tertuang dalam peraturan hukum secara normatif. Dalam hal perlindungan pasien, sebelum pelaksanaan pelayanan medis yang berkaitan dengan tindakan medis, tenaga kesehatan memberikan edukasi terhadap pasien terlebih dahulu, berupa penjelasan mengenai informasi, risiko yang terjadi, serta bentuk penanganannya. Apabila pasien merasa dirugikan dalam hal materiil maupun imateriil, pasien dapat mengajukan gugatan kepada Rumah Sakit yang melakukan kelalaian dan kesalahan, sebagai salah satu bentuk tanggung jawab hukum yang timbul.


2020 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
Author(s):  
Ayunda Gayatri Maheswari ◽  
Tarsisius Murwadji ◽  
Agus Suwandono

Penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) mengarahkan perusahaan untuk membentuk tata kelola manajemen perusahaan yang bersih, transparan, dan professional. Penerapan prinsip GCG di Indonesia masih tergolong rendah, berakibat pada munculnya salah satu kasus yaitu mengenai Sriwijaya Air Travel Pass (SJTP). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mengenai penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) terkait Perjanjian Sriwijaya Air Travel Pass (SJTP) dan apakah penerapannya sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan pengaturan lainnya, dan menganalisis akibat hukum apabila tidak diterapkannya prinsip tersebut di PT. Sriwijaya Air. Metode penelitian yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan metode pendekatan yuridis implementatif, yaitu metode penelitian hukum yang mencari kesesuaian fakta di lapangan dengan peraturan yang mengaturnya, dalam hal ini  prinsip Good Corporate Governance (GCG) di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang akan menjadi dasar yuridis terkait perjanjian keanggotaan Sriwijaya Air Travel Pass (SJTP) serta peraturan perundang-undangan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa maskapai Sriwijaya Air belum menerapkan prinsip Akuntabilitas (Accountability) dan prinsip pertanggungjawaban (Responsibility) Good Corporate Governance (GCG) di dalam peraturan internal perusahaan dan secara otomatis tidak pula diterapkan di dalam perjanjian Sriwijaya Air Travel Pass (SJTP) sehingga pihak maskapai Sriwijaya Air memiliki kewajiban untuk memberikan ganti kerugian kepada konsumen/anggota Sriwijaya Air Travel Pass (SJTP).


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document