Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen, dan Musik Gereja
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

69
(FIVE YEARS 45)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 1)

Published By Sekolah Tinggi Theologia Abdiel

2685-1253, 2579-7565

Author(s):  
Jairus Hasugian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap pelayanan diakonia GIA. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan diakronik. Sampel peneltian adalah Departemen Pelayanan Diakonia Sinode GIA. Sumber utama terdiri buku-buku yang berisi dokumen-dokumen tentang pelayanan diakonia GIA seperti buku Laporan Persidangan Sinode GIA, buku Ulang Tahun Sinode, majalah, buletin, artikel, dan sebagainya. Sedangkan sumber penunjang diperoleh dari buku-buku yang berisi tentang diakonia. Pencarian terhadap sumber utama dilakukan di beberapa perpustakaan, antara lain: perpustakaan MPH Sinode GIA, perpustakaan STT Abdiel, dan juga perpustakaan pribadi penulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan Diakonia GIA sudah muncul sejak awal, yakni ketika gereja ini masih kecil dan usianyapun masih sangat muda. Sasaran diakonia GIA bukan hanya warga jemaat sendiri tetapi juga diluar jemaat bahkan non-Kristen; tidak hanya untuk individu-individu, melainkan juga untuk masyarakat luas, seperti korban perang dan korban bencana alam. Tidak hanya bersifat karitatif tetapi juga reformatif bahkan transformatif. Diakonia karitatif diwujudkan berupa pemberian bantuan kepada orang miskin, baik di internal gereja sendiri maupun diluar gereja; diakonia reformatif ditunjukkan melalui pelatihan-pelatihan dan pemberian modal, serta pendidikan; sedangkan diakonia transformatif memang lebih ke perubahan rohani.


Author(s):  
Aldi Abdillah ◽  
Anggi Maringan Hasiholan

Spiritualitas generasi muda pada era postmodern cenderung pluralis dan relatif. Alih-alih memandangnya sebagai corak berpikir yang negatif, keadaan tersebut dapat menjadi kekuatan tersendiri dalam internalisasi nilai spiritualitas Kristen kepada generasi Z khususnya. Artikel ini akan menawarkan suatu pendekatan kontekstual akan Yohanes 4:14 sebagai suatu laku spiritualitas Generasi Z di Indonesia. Generasi Z mempunyai tiga karakteristik utama yakni realistis, pluralistis, dan aktivis. Berbagai karakteristik tersebut akan dipadukan dengan kisah dialog antara perempuan Samaria dengan Yesus di Yohanes 4 dalam ayat 14 penjelasan akan air hidup menjadi suatu laku spiritualitas yang perlu dimiliki seseorang. Pembacaan kontrapuntal menjadi suatu pendekatan yang dipakai dalam menganalisis antara karakteristik Generasi Z dengan teks Yohanes 4:14 beserta keutuhan ceritanya. Perspektif penulis sebagai Gen-Z Indonesia pun juga akan dilibatkan dalam proses penafsiran. Artikel ini pada akhirnya berimplikasi bahwa makna air hidup pada teks Yohanes 4:14 memuat suatu spiritualitas-fisik, yakni bagaimana spiritualitas dapat mendayagunakan kehidupan Gen-Z dalam mendobrak segala batasan demi berkontribusi untuk kemajuan bangsa, Asia, dan dunia yang lebih baik.


Author(s):  
Yeremia Yordani Putra

Artikel ini merupakan penggalian prinsip teologis Opera Trinitatis Ad Extra Indivisa Sunt (karya Allah Trinitas dalam ekonomi sejarah penebusan tidak terbagi) dalam pemikiran Trinitas Agustinus dan membawanya ke dalam konteks percakapan pemikiran para teolog agama-agama Trinitarian kontemporer, di antaranya seperti Jacques Dupuis, Amos Yong, dan Raimundo Panikkar. Dalam pemikiran Dupuis dan Yong didapati adanya upaya untuk memisahkan karya Roh Kudus dari karya Anak. Sedangkan dalam pemikiran Panikkar, adanya upaya serupa yang memisahkan karya Yesus (logos ensarkos) dari karya Kristus atau Firman yang kekal (logos asarkos). Dengan menggunakan metode kepustakaan penelitian, artikel ini menemukan bahwa prinsip teologis Agustinus tersebut dapat dinilai masih sangat relevan dan dapat berperan sebagai pagar ortodoksi yang mengingatkan segala upaya konstruksi teologi agama-agama Trinitarian kontemporer untuk menjaga kesatuan ketiga pribadi Trinitas, di mana Bapa, Anak, dan Roh Kudus berkarya bersama di dalam ekonomi keselamatan yang tunggal. Dengan kata lain, prinsip teologis tersebut dapat menolong kita dalam mengevaluasi segala upaya reinterpretasi Trinitas dalam pemikiran para teolog agama-agama kontemporer.


Author(s):  
Pison Sinambela ◽  
Pelita Hati Surbakti ◽  
Esther Widhi Andangsari

Injil Matius ditujukan bagi komunitas yang tengah mengalami krisis yang sangat hebat. Dalam merespons situasi tersebut, penulis injil menuliskan peraturan komunitas (Gemeindeordnung), yang tertulis dalam Matius 18. Hal yang menarik dari peraturan tersebut adalah, Matius mengawali tulisannya dengan mengangkat kisah Yesus yang menempatkan seorang anak kecil (Mat.18:2). Kisah ini menjadi sebuah kisah yang sangat fenomenal mengingat pada masa itu anak kecil adalah kelompok masyarakat yang rendah dan dianggap tidak begitu penting. Dari kisah yang menarik dan fenomenal ini memunculkan pertanyaan: Mengapa Yesus menggunakan anak kecil? Sejumlah penafsir menyimpulkan bahwa itu adalah semacam simbol. Penafsir lain menyatakan bahwa itu merupakan semacam model. Namun demikian, ada sejumlah penafsir yang menyimpulkan dengan sangat berbeda namun menarik yaitu bahwa penggunaan anak kecil ini adalah terkait dengan masa lalu. Sayangnya penjelasan mengenai pendekatan “masa lalu” yang digunakan oleh Yesus ini belum diuraikan lebih jauh. Melalui tulisan ini, penulis menyimpulkan bahwa Yesus sedang menggunakan sebuah pendekatan pastoral yaitu nostalgia. Dengan memanfaatkan sejumlah penelitian empiris dalam penelitian psikologi, penulis menilai bahwa penggunaan anak kecil adalah agar para murid dapat kembali kepada masa lalu mereka yang penuh dengan narasi penyertaan Allah, baik kepada para leluhur mereka maupun kepada diri mereka sendiri. Sebagai komunitas yang tengah mengalami krisis, pendekatan ini diharapkan akan menghadirkan harapan. Tema utama Injil Matius - Allah Bersama Kita - dan penelitian empiris tentang nostalgia dalam psikologi akan digunakan sebagai bingkai kerja penafsiran.


Author(s):  
Marya Sri Hartati ◽  
Simon Rachmadi
Keyword(s):  

Pandemi COVID-19 tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan dan kematian jasmaniah, tetapi juga melahirkan masalah-masalah yang sifatnya spiritual. Kehadiran gereja melalui karya pastoralnya di tengah jemaat amatlah diperlukan. Akan tetapi, norma physical distancing yang diberlakukan di mana-mana selama masa pandemi COVID-19 membuat pihak gereja amat terhalang untuk dapat hadir secara fisik dalam melakukan karya pastoralnya. Artikel ini bertujuan untuk membaca profil situasi tersebut dengan data akurat yang diperoleh berdasarkan suatu penelitian kuantitatif (survey) dan diteguhkan melalui penelitian kualitatif (in depth interview) terhadap salah satu gereja di kota metropolitan, yaitu Gereja Kristen Jawa Joglo Jakarta. Hasil penelitian tersebut adalah ditemukan bahwa kehadiran gereja yang tanpa pamrih melalui para pelayan pastoral dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan secara on-site dan online di tengah kehidupan jemaat merupakan wujud konkret karya pastoral yang menyejahterakan bagi jemaat. Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa kegiatan online memiliki bobot rohani yang sama dengan kegiatan on-site. Keduanya dapat digunakan oleh para pelayan pastoral sebagai sarana mengembangkan kehidupan spiritual jemaat. Tulisan ini hendak menyodorkan suatu refleksi teologis tentang sikap dasar rohani yang menjadi arah pastoral kehadiran gereja yang lebih berbobot di tengah situasi pandemi COVID-19 ini, yaitu dengan sikap tanpa pamrih.


Author(s):  
Darto Sachius

Pembahasan dalam penelitian ini akan mencari konsep-konsep dan ciri-ciri Mazmur Ratapan individu dan menemukan bagaimana ciri-ciri Mazmur Ratapan ini bila dibandingkan dengan berbagai ragam Mazmur yang lain dalam Kitab Mazmur. Untuk menemukan konsep-konsep dan ciri-ciri Mazmur Ratapan menggunakan penafsiran mengenai tujuan penulisan Kitab Mazmur Ratapan, meneliti latar belakang historis, meneliti secara kontektual pasal dan ayat, menafsirkan secara gramatikal dan secara literal sehingga akan ditemukan kesamaan struktur pasal, tujuan penulisan, pola sastra, motif penulisan, sehingga dapat ditemukan dan dirumuskan konsep-konsep dan ciri-ciri dari Mazmur Ratapan secara umum dibanyak pasal dalam Kitab Mazmur. Ciri-ciri umum penafsiran Mazmur Ratapan ini adalah seorang pemazmur secara langsung melakukan permohonan dalam doa kepada Allah, pada saat pemazmur dalam tekanan yang berat. Pemazmur berada dalam situasi yang sangat pahit lalu pemazmur menaikan permohonan dalam sejuta keluhan; pemazmur berhak mengatakan semua isi hati dengan keterbukaan dan kejujuran. Tingkat Kepercayaan pemazmur kepada Allah biasanya mulai hancur dan pudar, kemudian secara pelan-pelan dipulihkan, sehingga pergumulan mulai dilepaskan oleh Allah secara total. Mazmur Ratapan ini biasanya diakhiri dengan sebuah pujian yang dinyanyikan kalau keselamatan atau nazar dikabulkan oleh Allah. Mazmur ratapan ini memiliki ciri-ciri utama mengenai sastra, motif pemazmur, tujuan pemazmur, formula-formula bahasa yang dipakai oleh pemazmur memiliki kesamaan dalam struktur penulisan dan pengungkapan bahasa puisi yang hiperbolik, lugas, sederhana tetapi memiliki arti yang dalam yang tidak bisa diungkapkan dengan bahasa literal biasa. Bahkan dari ramuan itu dapat menggerakkan Allah untuk bertindak kepada setiap individu pemohonnya.


Author(s):  
Remelia Dalensang ◽  
Melky Molle

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui peran gereja dalam pengembangan pendidikan Kristen bagi anak muda di era digital. Gereja harus berperan aktif dan kreatif dalam menjalankan misinya. Pendidikan Kristen merupakan misi gereja yang harus dikemas secara kreatif pada era digital. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Tahapan yang dilakukan ialah observasi awal, pengumpulan data dan analisis data. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ialah data primer dan data sekunder. Data didapatkan melalui wawancara dengan informan yang telah ditentukan sejak awal penelitian. Dari hasil penelitian lapangan di jemaat Ikhthus Wari dapat disimpulkan bahwa gereja belum terlalu berperan aktif pada era digital. Pengembangan pendidikan Kristen tentunya terhambat dengan perkembangan teknologi digital. Tidak dapat dipungkiri bahwa karena ketidakmampuan gereja memanfaatkan teknologi digital, maka hal ini dapat melunturkan nilai-nilai kristiani. Pendidikan Kristen tidak dapat memenuhi kebutuhan anak muda. Karena itulah, Gereja perlu memikirkan perannya pada era digital ini. Jika gereja belum mampu memanfaatkan teknologi digital, maka Gereja perlu menunjukkan perannya sebagai duta edukasi yang mampu mempertahankan nilai-nilai kekristenan pada era digital.


Author(s):  
Christar Arstilo Rumbay ◽  
Handreas Hartono
Keyword(s):  

Christology receives less attention as a topic of dialogue to other faith due it contains fluctuation. Indeed, Christology serves the possibility to bridge contributive discussion to faith. This essay is a systematic interreligious study that attempts to evaluate the mediatorship of Christ. The expectation is, this treatise could offer alternative dialogue to Indonesian Muslims. The knowledge of John Owen leads this treatise to gain several notions concerning the mediatorship of Christ that may help Christian to renovate better life for Muslims in Indonesia. The unconditional and initiative love is the main attribute of mediatorship work that shares the possibility for dialogue with Indonesian Muslims.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document