Agroplantae: Jurnal Ilmiah Terapan Budidaya dan Pengelolaan Tanaman Pertanian dan Perkebunan
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

28
(FIVE YEARS 28)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene Kepulauan

2657-2060, 2089-6166

Author(s):  
Junaedi Junaedi

Curah hujan dapat dianggap sebagai faktor utama yang dapat membatasi potensi hasil kelapa sawit dan produktivitasnya juga umumnya sangat bergantung pada komposisi umur tanaman yang ada di perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh curah hujan dan umur tanaman serta korelasinya terhadap produktivitas kelapa sawit yang ada di PT. Surya Raya Lestari II, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat. Penelitian menggunakan data sekunder yang diperoleh dari pengelola kebun kelapa sawit. Data sekunder untuk keperluan analisis meliputi produksi tanaman dari 5 blok tanaman yang diamati pada 4 periode tahun tanam dan data curah hujan pada tahun 2011 hingga 2017. Metode analisis menggunakan analisis regresi dan korelasi. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa baik perubahan curah hujan maupun umur tanaman dalam periode pengamatan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman kelapa sawit yang ada di PT Surya Raya Lestari II. Korelasi antara curah hujan dan produktivitas berada dalam kategori sedang yakni 0,419 sedangkan untuk umur tanaman dan produktivitas nilai korelasinya 0,317 atau kategori lemah. Perbedaan produktivitas yang ditunjukkan dari adanya perbedaan umur tanaman berkisar antara 11,94 ton hingga 14,09 ton per ha. Produktivitas tanaman tertinggi dicapai pada umur tanaman yang telah mencapai 13 tahun dan produksi terendah diperoleh saat umur tanaman berumur 9 tahun.


Author(s):  
Rahmad D
Keyword(s):  

Cendawan dapat memberikan manfaat dan juga menyebabkan kerugian bagi karena dapat menyebabkan tanaman tebu menjadi sakit sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan produksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji patogenitas cendawan pendegradasi bahan organik yang diisolasi ampas tebu, blotong dan daun seresah tebu. Penelitian ini menggunakan empat cendawan yang telah diuji kemampuan di dalam mendegradasi bahan organik. Pengujian patogenitas dilakukan dengan mengukur tingkat keparahan penyakit yang disebabkan oleh cendawan dan reisolasi cendawan dengan metode postulat koch. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cendawan Ablyosporium sp, Aspergillus sp1, Aspergillus sp2 tidak menunjukkan patogenitas pada bibit tebu gejala nekrosis tidak ada dan hasil reisolasi cendawan menunjukkan Penicillium sp bukan merupakan cendawan patogen. Empat cendawan pendegradasi yang diuji patogenitasnya menunjukkan bukan merupakan cendawan patogen.  


Author(s):  
Nurmiaty Nurmiaty

Jeruk besar merah Pangkep merupakan komoditi unggulan Kabupaten Pangkep yang potensial mendapatkan perlindungan hukum dan Indikasi Geografis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apsek agroklimat, bio fisik dan kimia lahan dan aspek budidaya yang merupakan bagian dalam pengusulan indikasi geografis yang diperlukan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu dengan survey lahan dan pengambilan sampel tanah di lapangan serta hasil analisis sampel tanah di laboratorium dan melalui kegiatan Focus Graoup Discussion (FGD). Data yang dikumpulkan berupa data sekunder dan data primer yang berasal dari pengamatan langsung di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi pengembangan jeruk yang terdapat di Kecamatan Labakkang, Mar’rang dan Sigeri dari aspek agroklimat, bio fisik lahan sudah sesuai yang syarat tumbuh yang dibutuhkan oleh tanaman jeruk. Kondisi kimia tanah kandungan unsur hara makro Nitrogen, Fosfor dan Kalium masih rendah. Aspek agronomi menunjukkan petani sebagian besar sudah melaksanakan kegiatan pemeliharan tetapi dalam kegiatan panen buah jeruk sebagian besar petani tidak melakukan penjarangan buah dan sortasi buah. Berdasarkan aspek agroklimat, bio fisik dan kimia lahan serta aspek agronomi, tanaman jeruk besar merah Pangkep sudah sesuai untuk dijadikan sebagai Indikasi Geografis. Kata Kunci: Indikasi Geografis, bio fisik lahan, Jeruk besar besar, budidaya tanaman, Pangkajene Kepulauan.


Author(s):  
Sukmawati Sukmawati
Keyword(s):  

Pengembangan jagung yang mengarah pada lahan kering, memerlukan teknologi pertanian yang ramah lingkungan, agar produktivitasnya dapat berkelanjutan.  Alley cropping merupakan salah satu teknologi budidaya yang mampu meningkatkan kesuburan tanah dan memperbaiki degradasi lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertumbuhan dan produksi jagung pulut pada empat sistem budidaya, yakni monokultur, tanaman berganda, alley cropping dan agrosilvopastura. Percobaan lapangan dilakukan untuk menguji parameter pertumbuhan dan produksi tanaman jagung, yakni tinggi tanaman, jumlah daun, anjang tongkol, diameter tongkol, berat tongkol berklobot segar dan berat tongkol tanpa klobot. Data dianalisis menggunakan program Excel dan uji lanjut BNT. Hasil peneltian menunjukan bahwa keempat sistem budidaya belum memberikan pengaruh secara signifikan pada fase pertumbuhan tanaman. Pengaruh signifikan terlihat pada fase produksi, dimana sistem agrosilvopastura memberikan hasil terbaik terhadap berat tongkol berklobot segar (263 g) dan berat tongkol tanpa klobot (150 g) dan idak berbeda nyata dengan alley croping (240 g;135 g). Hasil penelitian ini membuktikan produktivitas jagung dapat ditingkatkan di lahan kering melalui penyiapan lahan konservasi agrosivopasture berbasis alley cropping


Author(s):  
Amanda Patappari Firmansyah

Ekstrak daun babadotan (Ageratum conyzoides L.)  mengandung beberapa senyawa kimia alami seperti alkaloid, saponin, polifenol, tannin dan minyak atsiri yang berguna sebagai zat pengendali hama tanaman. Ulat grayak (Spodoptera litura F.) adalah salah satu hama polifag yang menyerang banyak tanaman dengan kerugian mencapai 40-90%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek racun perut ekstrak daun babadotan terhadap ulat grayak. Sebanyak 250gr daun babadotan dimaserasi dengan pelarut methanol 70% selama 24jam, lalu disaring dan ekstrak diuapkan dengan waterbath hingga diperoleh esktrak dasar yang kemudian dibuat menjadi konsentrasi 0%, 3%, 6% dan 9%. Pakan ulat berupa daun kubis kemudian direndam selama 5menit ke dalam masing-masing konsentrasi esktrak. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan ekstrak babadotan 6% dan 9% pada pengamatan 24 jam  menghasilkan rata-rata  jumlah ulat terbanyak yaitu (1.0 ekor), dan berbeda nyata dengan perlakuan lainya. sedangkan yang terendah yaitu (0 ekor ) pada kontrol. Namun setelah pengamatan 72jam, rata-rata mortalitas tertinggi ada pada konsentrasi 9% yaitu (5 ekor) Ekstrak juga menyebabkan kegagalan dalam siklus metamorfosis pada Spodoptera litura F. Kata kunci : babadotan, ekstrak, serangan hama, Spodoptera litura, mortalitas.


Author(s):  
Andi Ridwan Assaad

Pemanfaatan semut rangrang (O. smaragdina) sebagai agens hayati pada pengendalian hama tanaman memerlukan dukungan hasil kajian dari berbagai aspek.  Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemampuan memangsa semut rangrang O. smaragdina terhadap P. endocarpa hama pada buah jeruk pamelo. Metode penelitian yaitu melakukan uji pemangsaan semut rangrang terhadap larva dan pupa P. endocarpa. Setiap pengujian dilakukan pengulangan sebanyak sepuluh kali.  Semut rangrang yang digunakan berasal dari koloni semut rangrang yang ada dipertanaman jeruk pamelo. Adapun larva dan pupa P. endocarpa yang digunakan diperoleh dari hasil perbanyakan dari buah-buah jeruk pamelo yang terserang hama P. endocarpa. Hal-hal yang diamati pada penelitian ini yaitu: kemampuan memangsa semut rangrang terhadap larva dan Pupa P. endocarva pada kondisi waktu pagi,  siang,  dan sore hari. Pengamatan lain yaitu perbandingan jumlah larva dan pupa P. endocarpa yang dimangsa oleh semut rangrang pada tiap satuan waktu (menit). Hasil  yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semut rangrang rata-rata telah memangsa pre pupa dan pupa P. endocarpa pada menit kedua. Pengujian pada waktu yang berbeda (pagi, siang, dan sore) menunjukkan aktivitas pemangsaan semut rangrang terhadap pre pupa maupun pupa P. endocarpa relatif sama. Namun dari hasil pengujian lainnya dalam penelitian ini menunjukkan bahwa semut rangrang lebih cepat menghabiskan larva dari pada pupa P. endocarpa.


Author(s):  
Henny Poerwanty

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh suhu dan lama Proses fermentasi biji kopi Perlakuan yang digunakan pada fermentasi yaitu suhu ( 35°C dan 45°C) dan lama fermentasi (6, 12, dan 18 jam). Parameter pengamatan meliputi pH dan kandungan kafein. . Penelitian ini dirancang dalam percobaan faktorial menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga kali pengulangan dengan metode analisis varians menggunakan Statistic Package for Social Sciene (SPSS). Bila hasil dari analisis sidik ragam memperlihatkan pengaruh nyata (α=0,05) maka dilakukan uji beda nyata dengan menggunakan uji beda jarak berganda Duncan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pada fermentasi biji kopi dengan teknologi ohmic pada suhu 35°C dan lama fermentasi 12 jam mendapatkan kadar kafein (1,6% ) menjadi (0.047% ) dan pada suhu 35°C dan lama fermentasi 12 jam didapatkan nilai pH (4.81). Sedangkan pada suhu 45°C dengan lama fermentasi 6 jam mendapatkan nilai kafein yang tinggi yaitu (0.147%) dan pada suhu 45°C dengan lama fermentasi 18 jam didapatkan nilai pH (5,83).


Author(s):  
Leli Amiruddin

Bibit  kakao yang berkualitas diperoleh melalui pemeliharaan yang baik dengan penggunaan jamur yang bermanfaat mengoptimalkan fungsi media tanam yang mengandung bahan organik. Salah satu diantaranya adalah penggunaan jamur Trichoderma sp. Pemanfaatan Jamur Trichoderma sp. memacu pertumbuhan bibit tanaman kakao. Penelitian bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian jamur Trichoderma sp. pada pertumbuhan bibit tanaman kakao. Terdapat dua perlakuan  yaitu: pemberian jamur Trichoderma sp. 20 mg/polybag dan tanpa pemberian jamur Trichoderma sp., yang masing-masing terdiri atas 12 unit poercobaan. Data dianalisis dengan statistic sederhana. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian jamur Trichoderma sp. 20 mg/polybag memberikan pengaruh terbaik dan hasil tertinggi pada bibit tanaman kakao pada semua parameter yang diamati.


Author(s):  
Andi Eviza

Tanaman gambir mengandung senyawa polifenol yang cukup tinggi, sama seperti senyawa yang terdapat dalam daun teh (Camelia sinensis). Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa polifenol bersifat sebagai antioksidan yang bermanfaat dalam mengobati penyakit ataupun menangkap radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh. Senyawa polifenol yang terdapat dalam daun gambir meliputi tanin, katekin, dan gambirin. Teh daun gambir dibuat melalui dua tahapan proses untuk memperoleh teh sesuai dengan formula yang diinginkan, yaitu pengolahan daun gambir menjadi daun gambir kering lalu dibuat menjadi teh daun gambir.  Pengolahan lainnya, yaitu dengan melakukan proses fermentasi terhadap daun gambir. Perlakuan fermentasi pada pembuatan teh daun gambir masih bervariasi, belum dilakukan uji kandungan katekin, dan tannin yang merupakan kandungan utama dari gambir juga kandungan antioksidannya, kadar abu dan kadar airnya untuk mengetahui mutu dari teh herbal yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 6 perlakuan lama proses fermentasi  yaitu 18 jam, 24 jam, 30 jam, 36 jam, 42 jam dan 48 jam yang diulang sebanyak 4 kali. Hasil analisa laboratorium yang diperoleh rata-rata kandungan katekin pada tiap perlakuan 3,12%, 2,17%, 2,25%, 1,82%, 1,85%, 1,69%, kandungan taninnya 6,39%, 5,51%, 3,82%, 2,43%, 2,29%, 1,78%, aktivitas antioksidan 326,73ppm, 309,10ppm, 317,68ppm, 317,68ppm, 226,39ppm, 226,78ppm, kadar abu 2,62%, 2,62%, 2,66%, 2,57%, 2,41%, 2,43%, kadar air 8,42%, 8,66%, 8,58%, 8,36%, 8,33% 8,40%.


Author(s):  
Kafrawi Kafrawi

Tujuan dari percobaan ini adalah mendapatkan data interaksi kosentrasi PGPR dengan takaran pupuk organik yang terbaik dalam memacu pertumbuhan tanaman bawang merah. Penelitian ini menggunakan Rancangan Faktorial dengan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan menggunakan 2 (dua) faktor perlakuan, perlakuan pertama adalah takaran kompos yang terdiri dari 4 level yaitu: tanpa pemberian kompos, tanah + kompos 1 : 1, tanah + kompos 1 : 2 dan tanah + kompos 2 : 1. Perlakuan kedua adalah konsentrasi mikroba PGPR dengan 3 taraf yaitu: Konsentrasi 10 mL.L-1 air, 20 mL.L-1 air, dan 30 mL.L-1 air.  Terdapat 12 kombinasi perlakuan yang terdiri dari 2 unit penelitian dan diulang kedalam 3 kelompok, sehingga terdapat 72 unit tanaman penelitian. Hasil percobaan menunjukkan bahwa tanaman tertinggi diperoleh dari kombinasi perlakuan media tanah berkompos (1:1) dengan konsentrasi PGPR 30 mL.L-1 (42,63 cm), jumlah daun per tanaman terbanyak diperoleh dari kombinasi perlakuan media tanah berkompos (2:1) dengan konsentrasi PGPR 10 mL.L-1 (29 helai). Bobot umbi brangkasan segar, bobot umbi brangkasan kering askip, dan bobot umbi protolan kering askip tertinggi semua diperoleh dari kombinasi perlakuan media tanah berkompos (1:1) dengan konsentrasi PGPR 10 mL.L-1 masing-masing sebesar 32,64 g, 19,95 g, dan 11,54 g, sedangkan susut bobot tanaman tertinggi diperoleh dari kombinasi perlakuan media tanah tanpa penambahan kompos dengan konsentrasi PGPR 20 mL.L-1 (18,42 g).


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document