Jurnal Meta Yuridis
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

21
(FIVE YEARS 7)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas PGRI Semarang

2621-6450, 2614-2031

2019 ◽  
pp. 1-12
Author(s):  
YULI PRASETYO ADHI ◽  
DEWI SULISTIANINGSIH ◽  
VIVIE NOVINDA SEKAR PUTRI

Indonesia menjadi negara agraris karena Indonesia memiliki hasil pertanian dan perkebunan yang melimpah. Kekayaan alam tersebut jika dikelola dan dilindungi dengan benar, dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat lokal. Hak Kekayaan Intelektual merupakan sarana yang tepat untuk melindungi kekayaan tersebut. Kekayaan Intelektual memiliki pengertian bahwa hak yang bersifat eksklusif (khusus) yang dimiliki oleh para pencipta/ penemu sebagai hasil dari aktivitas intelektual dan kreatifitas yang bersifat khas dan baru. Ruang Lingkup Kekayaan Intelektual terdapat 8 bagian di dalamnya, salah satunya adalah indikasi geografis. Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakterisitik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan. Dengan indikasi geografis dapat melindungi dan memanfaatkan kekayaan alam untuk kesejahteraan masyarakat lokal. Karena di dalam indikasi geografis memuat hak ekonomis bagi masyarakat lokal. Hak ekonomis merupakan hak untuk mengelola dan memanfaatkan indikasi geografis yang memiliki tujuan untuk mensejahterakan masyarakat lokal.


2019 ◽  
pp. 13-32
Author(s):  
Ayup Suran Ningsih ◽  
Balqis Hediyati Maharani
Keyword(s):  

Hak cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelanggaran hak cipta bisa memberi dampak buruk bagi penciptanya, sering kali pelanggaran hak cipta membuat pemilik dari hak cipta mengalami kerugian ekonomi. Dalam hal ini, tentunya perlindungan hukum hak cipta harus ditegakkan. Karya sinematografi yaitu film yang seharusnya dilindungi hak penciptanya oleh Undang-Undang Hak Cipta, tetapi dalam kenyataannya banyak yang melakukan pembajakan digital dan illegal downloading dari film aslinya. Kemajuan teknologi sekarang ini membawa dampak yang baik sekaligus dampak yang buruk. Pembajakan digital di era sekarang yang semakin marak. Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai penegakan hukum hak cipta merupakan salah satu faktor terjadinya pelanggaran hak cipta seperti download film online. Artikel ini membahas tentang bagaimana dampak buruk download film melalui cara yang tidak legal atau pembajakan digital serta penegakan hak cipta dalam menghadapi masalah illegal downloading. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan Statute Approach.


2019 ◽  
pp. 70-83
Author(s):  
Sunardi Sunardi
Keyword(s):  

Wisata yang mengundang pengunjung untuk mengunjungi lokasi cagar budaya, juga memberikan dampak pertumbuhan dibidang perdagangan dan jasa kepada masyarakat setempat. Kontribusi pada pendapatan asli daerah dan kesejahteraan masyarakat, yang akhirnya pendapatan asli daerah dan kesejahteraan masyarakat tersebut akan menjadi bagian dengan upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji faktor – faktor yang berpengaruh terhadap pelestarian cagar budaya pada saat ini yang belum memberikan kontribusi yang berarti terhadap kesejahteraan daerah, untuk mengetahui dampak negatif pelestarian benda cagar budaya saat ini, serta untuk mengetahui rekonstruksi pelestarian cagar budaya yang berbasis nilai kesejahteraan. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruktivisme. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah dengan metode pendekatan yuridis sosiologis atau socio-legal research. Sedangkan analisis data dilakukan dengan metode diskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyatakan bahwa 1) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelestarian cagar budaya yang belum meningkatkan kesejahteraan didaerah saat ini: usaha memperbesar pendapatan asli daerah dan kesejahteraan rakyat dan saat ini belum ada satu pun regulasi yang mengatur secara khusus tentang pelestarian cagar budaya; 2) dampak negatif pelestarian benda cagar budaya saat ini: tidak mampu memberikan kontribusi yang berarti terhadap peningkatan pendapatan asli daerah dan kesejahteraan masyarakat, hilangnya peluang masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya, serta Belum optimalnya Pelestarian Cagar Budaya di Indonesia; 3) rekontruksi nilai pelestarian cagar budaya dari yang di dasarkan pada perlindungan cagar budaya dengan mnyempurnakan Pasal 3 (d) UU Nomor : 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya.


2019 ◽  
pp. 33-42
Author(s):  
Cholidah Hanum

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 22/PUU-XV/2017 membawa angin segar bagi para pencari keadilan di negeri ini. Majelis hakim MK menetapkan bahwa pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pada frasa “usia 16 (enam belas) tahun bertentangan dengan Undang-Undang Dasar NRI tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat serta memerintahkan kepada legislatif untuk melakukan perubahan terhadap Undang-Undang perkawinan khususnya pada rumusan batas minimal usia perkawinan bagi perempuan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun. Setelah rumusan batas minimal perkawinan bagi perempuan ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, selanjutnya patut ditelaah dan dianalisis bagaimana konsekuensi dan dampak putusan tersebut bagi Undang-Undang Perkawinan dan peraturan-peraturan yang terkait. Idealnya setelah putusan Mahkamah Konstitusi ini dimuat dalam berita negara Indoneisa maka para pembentuk Undang-Undang segera melaksanakan kehendak putusan tersebut demi menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.


2019 ◽  
pp. 96-107
Author(s):  
Ahmad Hadi Prayitno

Positivisme adalah suatu paham filsafati dalam alur tradisi pemikiran Galilean (atau Newtonian), yang bertolak dari anggapan aksiomatik bahwa alam semesta ini pada hakekatnya adalah suatu himpunan fenomenon yang saling berhubungan secara interakltif dalam suatu jaringan kausalitas, yang dinamis, deterministik dan makanistik. Fenomenon yang satu sebagai penyebab fenomenon yang lain. Positivisme hukum artinya hukum dipositifkan sebagai status tertinggi diantara berbagai norma (the supreme of law), yang terdiri dari berbagai perbuatan sebagai fakta hukum dengan konsekuensinya yang disebut akibat hukum. Positivisme jurisprudence atau positivisme ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan tentang kehidupan dan perilaku warga masyarakat yang sudah semestinya tertib mengikuti norma-norma kausalitas. Positivisme mempunyai keunggulan yaitu kepastian hukum yang prediktabel adanya jaminan kepastian hukum dan ketetapan dalam hal ‘nilai’ artinya hukum yang tertulis, pasti dan jelas maka eksistensinya dipertahankan sampai sekarang, bahkan masa yang akan datang.


2019 ◽  
pp. 84-95
Author(s):  
Ahmad Hadi Prayitno

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam praktiknya telah menimbulkan beberapa permasalahan, diantaranya adalah berkaitan dengan penerapan penjatuhan pemidanaan yang dirasa masih kurang adil, contohnya seseorang swasta dalam perkara tindak pidana korupsi hanya merugikan keuangan negara sejumlah Rp.50.000.000.00 di pidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun untuk Pasal 2 dan seseorang yang mempunyai jabatan dan merugikan keuangan negara Rp.500.000.000.00 di nyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 dan di pidana dengan pidana selama 1 tahun, serta dalam praktiknya terdakwa yang tidak menikmati hasil korupsi dan hanya sebagai seseorang yang turut serta membantu kejahatan juga di pidana penjara sama dengan pelaku utama tindak pidana korupsi, hal tersebut dilakukan oleh hakim karena belum adanya aturan atau pedoman penjatuhan ancaman pidana minimal khusus dalam undang-undang tindak pidana korupsi. Undang-undang No. 31 tahun 1999 jo Undang-undang No. 20 tahun 200 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi hanya mengatur tentang ancaman pidana maksimal dan minimal, sedangkan untuk tahap aplikasi, ancaman pidana minimal khusus dalam Undang-undang Undang-undang No. 31 tahun 1999 Jo Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi tidak ada karena tidak adanya pedoman atau aturan dalam penjatuhan pidana minimal khusus sehingga hakim tidak dapat menjatuhkan pidana dibawah batas minimal ancaman pidana yang ditentukan oleh undang-undang.


2019 ◽  
pp. 46-69
Author(s):  
Ubaidillah Kamal ◽  
Abdullah Azzam
Keyword(s):  

Praktek kecurangan di dalam proses tender dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah dapat berupa persekongkolan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai pengawas persaingan usaha berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memiliki tugas di antaranya mengawasi larangan persekongkolan dalam tender sebagaimana diatur pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999.: Salah satu diantaranya adalah memutus pelanggaran persekongkolan tender pengadaan sarana dan prasarana pendidikan sekolah khusus olahragawan internasional Provinsi Kalimantan Timur tahun anggaran 2013 dengan Putusan KPPU No. 16/KPPU-I/2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan studi dokumen. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa pendekatan hukum persaingan usaha yang digunakan oleh Majelis komisi adalah pendekatan per se illegal. DIikaji berdasarkan fakta dan data yuridis terkait hal materiil dan formil maka putusan KPPU Nomor 16/KPPU-I/2016 sebagian telah sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1999S akan tetapi terdapat beberapa ketidaksesuaian putusan Majelis Komisi dengan Undang – Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.


2018 ◽  
pp. 1-9
Author(s):  
Iwan Rois

Problems in this research: 1) Is the birth of Law No. 42 of 1999 on Fiduciary Guarantee has provided legal certainty for the parties? 2) What is the implementation and or implementation of Law Number 42 Year 1999 regarding Fiduciary Guarantee? A review of the legal certainty guaranteed to the parties and the implementation or implementation of Law Number 42 Year 1999 regarding Fiduciary Guarantee, carried out by normative juridical approach. The conclusion of this study is that to accommodate and respond to the wishes of the general public and especially the business world in order to achieve legal certainty and security of business, the government makes or issued Law No. 42 of 1999 on the Fiduciary Guaranty Act. Whereas with the enactment of Law No. 42 of 1999 the desired political law is a legal political model that provides a larger space for community participation, thereby creating a democratic character and creating a responsive legal configuration.


2018 ◽  
pp. 36-48
Author(s):  
Putri Purbasari

Perkembangan asas kebebasan berkontrak mengalami pembatasan-pembatasan yang memunculkan akibat negative. Akibat nyata dari perkembangan ini adalah berkurangnya kebebasan individu sehingga menimbulkan ketidakadilan dalam berkontrak.[1] Kebebasan berkontrak dilindungi KUHPerdata, dengan pengaturan alasan pembatalan perjanjian karena cacat kehendak. Perkembangan perlindungan ini memunculkan alasan baru yaitu Misbruik Van Omstandigheden atau penyalahgunaan keadaan. Misbruik Van Omstandigheden adalah Kondisi penyalahgunaan pengaruh kepada pihak untuk membujuk menyepakati kontrak. Contohnya adalah praktek klausul pembatasan kepemilikan Employee Invention dalam perjanjian kerja yang menyebabkan pekerja kehilangan hak milik atas hasil temuan yang dihasilkan selama bekerja di perusahaan yang mengikat perjanjian tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka. Hasil penelitian adalah : Pertama, cara mengidentifikasi Misbruik Van Omstandigheden adalah : Aspek posisi para pihak pada fase prakontraktual, aspek formulasi perjanjian, aspek moralitas. Kedua, Pelaksanaan Klausula Pembatas Kepemilikan atas Employe Invention telah memenuhi tiga aspek tolak ukur tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan perjanjian kerja yang didalamnya mengatur klausula Pembatas Kepemilikan atas Employe Invention merupakan perjanjian yang cacat kehendak.


2018 ◽  
pp. 49-60
Author(s):  
John Paulus Pile Tukan
Keyword(s):  

DPD yang merupakan wakil dari daerah mampu menjadi penyeimbang dalam penguatan sistem parlemen di Indonesia. Sejak dilakukannya amandemen, sistem parlemen Indonesia telah berubah dari sistem unikameral ke sistem bikameral. Manifestasi dari lembaga ini telah terbangun harapan masyarakat daerah bahwa permasalahan daerah dapat diperjuangkan ditingkat nasional. tetapi, jika diperhatikan fungsi, wewenang dan tugas yang telah diatur dalam Pasal 22 D UUD 1945 dan Undang-Undang No.22 Tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR,DPR, DPD dan DPRD, maka timbul banyak anggapan bahwa apakah fungsi dari Dewan Perwakilan Daerah dapat mewakili kepentingan daerah. Kemelut yang terjadi di tubuh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia merupakan masalah serius yang dapat mengancam Sistem Tata Negara Indonesia. Pada akhirnya, rapat paripurna memilih ketua DPD Oesman Sapta Odang terpilih sebagai Ketua DPD yang baru dan disambut gembira para pendukungnya, namun di sisi lain memancing keprihatinan kubu lain serta kecaman. Bikameral merupakan istilah sistem perwakilan yang terdiri dari dua kamar (cembers), di Indonesia dikenal dengan istilah DPR RI dan DPD RI yang bertujuan untuk mencapai pemerintahan yang baik (good government) serta tercapainya check and balance antar lembaga khususnya di lembaga legislatif, yang merupakan salah satu unsur terpenting dalam penyelenggaraan Negara.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document