KERTHA WICAKSANA
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

39
(FIVE YEARS 30)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 1)

Published By Universitas Warmadewa

0853-6422

2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 130-137
Author(s):  
Nurbeti ◽  
Helmi Chandra SY

Penyandang disabilitas memiliki hak, kedudukan dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya. Berdasarkan data potensial pemilih pemilu (DP4) bulan desember tahun 2018 bahwa penyandang disabilitas di Sumatera Barat sebanyak 9.172 jiwa. Besarnya jumlah disailitas dapat memberikan peluang akan kecurangan dalam pemilihan umum. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pemenuhan hak pilih bagi disabilitas khususnya di provinsi Sumatera Barat. Pendekatan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis  yaitu suatu studi yang meninjau hukum sebagai fakta sosial. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemenuhan hak pilih bagi penyandang disabilitas dalam pemilu serentak oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Sumatera Barat dilakukan dengan melakukan pendataan, sosialisasi dan memberikan akses. Kendala dalam pemenuhan hak pilih yaitu paradigma keluarga, paradigma petugas dan minimnya data disabilitas.


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 169-178
Author(s):  
Ida Bagus Gede Subawa ◽  
Putu Sekarwangi Saraswati

Kejahatan atau tindak pidana merupakan persoalan yang dialami manusia dari waktu ke waktu, mengapa tindak pidana dapat terjadi dan bagaimana pemberantasnya merupakan persoalan yang tiada hentinya diperdebatkan, salah satunya adalah tindak pidana pencabulan terhadap anak. Terdapat beberapa faktor tindak pidana pencabulan terhadap anak yakni adanya kemajuan teknologi yang tidak saja membawa dampak positif tetapi juga negatif. Berdasarkan uraian tersebut maka ditarik permasalahan sebagai berikut : yaitu untuk mengetahui faktor penyabab terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak dan upaya penanggulangan yang dilakukan oleh Polresta Denpasar. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, penelitian hukum empiris beranjak dari adanya kesenjangan antara teori dan realita. Metode-metode pendekatan yang digunakan yakni pendekatan kriminologis, pendekatan kasus, dan pendekatan fakta. Faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak di Wilayah Hukum Polresta Denpasar disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal disebabkan adanya kelainan seksual yang ada dalam diri pelaku, sedangkan faktor eksternal disebabkan karena kurangnya perhatian dari orang tua terhadap anak, faktor ekonomi, faktor lingkungan, faktor teknologi, faktor minuman beralkohol. Upaya penanggulangan tindak pidana pencabulan terhadap anak di wilayah hukum Polresta Denpasar dilakukan melalui upaya penanggulangan preventif dan upaya penanggulangan represif.


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 158-168
Author(s):  
I Dewa Gede Dana Sugama ◽  
Diah Ratna Sari Hariyanto

Kasus prostitusi menjadi fenomena yang selalui mewarnai penegakan hukum di Indonesia. Modus operandinyapun kian berkembang, yang saat ini marak adalah prostitusi online. Meskipun prostitusi telah diatur dalam KUHP dan terkait transaksi online bisa ditemukan dalam UU ITE namun, faktanya kasus prostitusi online sulit untuk diberantas. Hal ini dikarenakan hanya mucikari yang bisa dipertanggungjawabkan secara pidana, sedangkan PSK (Pekerja Seks Komersial) dan pengguna jasa prostitusi online tidak bisa dipertanggungjawabkan secara pidana. Hal ini tentu perlu direkonstruksi kembali sehingga penting untuk dikaji mengenai pengaturan prostitusi online dan politik hukum pemberantasan prostitusi, khususnya terkait kriminalisasi PSK (Pekerja Seks Komersial) dan pengguna jasa prostitusi online. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Hasil studi menunjukkan bahwa KUHP tidak mengatur pemidanaan terhadap PSK dan Pengguna jasa prostitusi online, sehingga tidak bisa dipertanggungjawabkan secara pidana. Apabila dikaji peraturan di luar KUHP terkait prostitusi online, PSK dan pengguna jasa dapat dijerat dengan menggunakan UU ITE, namun aturan ini masih bersifat umum yang mengatur larangan yang melanggar kesusilaan. Pengaturan prostitusi juga dapat ditemukan dalam Peraturan Daerah (Perda), namun tidak semua daerah memiliki atau mengeluarkan Perda tentang Prostitusi, sehingga keberlakuannya terbatas pada territorial. Politik hukum yang dapat diambil adalah dengan pembaharuan hukum pidana dengan mensinergikan konsep rancangan KUHP yakni dengan mengkriminalisasi dan mengatur pemberian ancaman pidana terhadap PSK dan pengguna jasa prostitusi online agar bisa dipertanggungjawabkan secara pidana (penalisasi).


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 149-157
Author(s):  
Mutiara Fajrin Maulidya Mohammad

Aturan yuridis tentang Jaminan Produk Halal di Indonesia adalah hal yang krusial, wajar sebab penduduk Indonesia mayoritas beragama islam, wajib bagi negara untuk menjamin hak-hak konsumen muslimnya. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang JPH, yang mengatur bagaimana hak dan kewajiban para pelaku usaha kaitannya dengan produksi produk-produk halal, diharapkan dapat memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi konsumen muslim. Diperkuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 dan diikuti dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Agama Nomor 26 Tahun 2019 Tentang Penyelenggara JPH. Tulisan ini bermaksud untuk mendeskripsikan lembaga-lembaga pelaksana, mekanisme dan pemberlakuan sertifikasi halal di Indonesia. Metode yang digunakan ialah statute approach/pendekatan Undang-Undang, dilakukan dengan menelaah semua perundang-undangan yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang terjadi. Hasilnya ialah dengan adanya PP tersebut, semakin memperjelas bahwa betapa mendesaknya permasalahan halal dan haram di Indonesia. Menunjuk bahwa terdapat tiga lembaga urgent yang berwewenang menjalankan sertifikasi halal diIndonesia, yakni ada BPJPH, LPH, dan MUI. BPJPH mempunyai kewenangan untuk bekerjasama salah satunya dengan Kementerian dan/atau lembaga terkait, bentuk kerjasamanya harus sesuai dengan tugas dan fungsi tiap-tiap kementerian. Sedangkan untuk prosedur pengajuan sertifikasi halal dilaksanakan melalui enam tahapan, yakni: mulai dari pengajuan permohonan, pemeriksaan kelengkapan, penetapan LPH, pemeriksaan/pengujian oleh auditor, penetapan kehalalan oleh MUI dan terakhir penerbitan sertifikasi halal. Kewajiban sertifikasi halal sesuai dengan UUJPH diberlakukan mulai pada tanggal 17 Oktober 2019 sampai dengan tanggal 17 Oktober 2024. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan pelaku usaha, infrastruktur pelaksanaan JPH, mempertimbangkan jenis Produk sebagai kebutuhan primer dan dikonsumsi secara masif.


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 138-148
Author(s):  
Kade Richa Mulyawati
Keyword(s):  

Kemajuan teknologi yang berkembang dengan sangat pesat tidak hanya membawa dampak positif bagi kehidupan masyarakat tetapi tidak sedikit menimbulkan dampak negative. Kemudahan kebebasan berpendapat dengan mengandalkan teknologi membawa perkembangan baru dalam jenis-jensi kejahatan yaitu munculnya ujaran kebencian atau hate speech yang dilakukan di media social baik berupa ketikan maupun video. Hal demikian apabila tidak diatur lebih lajut maka akan sangat mengkhawatirkan, masyarakat akan nkelewatan batas dan akan menimbulkan ketidaknyamanan atau perasaan tersinggung pada seseorang atau kelompok tertentu. Hukum pidana sudah pasti telah memperhatikan konsekuensi yang akan dihadapi seseorang baik yang sengaja maupun tidak sengaja melakukan tindak pidana ujaran kebencian ini. Dalam artikel ini akan membahas bagaimana hukum pidana memandang kejahatan ujaran kebencian atau hate speech ini dan akan dibahas juga mengenai bagaimanakah system pembuktian dalam tindak pidana ujaran kebencian ini. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normative yang mana dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan yang terkait dengan tindak pidana ujaran kebencian. Hasil dan pembahasan yang didapat adalah Apabila kita melihat dalam KUHP dan peraturan perundang-udangan lain sudah dijelaskan beberapa pasal yang dapat dikenakan terhadap seseorang yang melakukan ujaran kebencian atau hate speech. Pasal-Pasal yang mengatur tindakan tentang Ujaran Kebencian terhadap seseorang, kelompok ataupun lembaga berdasarkan Surat Edaran Kapolri No: SE/06/X/2015 terdapat di dalam Pasal 156, Pasal 157, Pasal 310, Pasal 311, kemudian Pasal 28jis. Pasal 45 ayat (2) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik dan Pasal 16 UU No 40 Tahun 2016 tentang penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.dan pembuktian yang dilakukan untuk memeriksa tindak pidana ujaran kebencian ini tetap berdasarkan dengan alat=alat bukti yang diatur dalam KUHP.


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 108-115
Author(s):  
I Made Gemet Dananjaya Suta ◽  
I Gusti Agung Mas Prabandari ◽  
Ida Ayu Agung Saraswati
Keyword(s):  

Penerapan asas retroaktif pada kasus bom Bali I berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2003 dimaksudkan untuk memberikan rasa keadilan kepada masyarakat, namun uji materil atas penerapan norma retroaktif tersebut dinilai inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi melalui keputusan nomor 013/PUU-I/2003. Pro dan kontra dari putusan tersebut terjadi di masyarakat, antara menegakkan kepastian hukum atau memenuhi rasa keadilan bagi para korban. Tulisan ini berupaya mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi No. 013/UU-I/2003 dengan memaparkan pertimbangan hukum MK dalam memutus perkara tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Tulisan ini menyimpulkan bahwa asas nonretroaktif merupakan asas yang mutlak harus ditegakkan karena merupakan salah satu asas yang menjamin perlindungan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.  


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 99-107
Author(s):  
Diah Gayatri Sudibya ◽  
Dessy Lina Oktaviani Suendra ◽  
Kade Richa Mulyawati

Semakin tingginya jumlah masyarakat yang terkena covid-19 ini maka pemerintah terus gencar mengeluarkan peraturan-peraturan guna menekan pertumbuhan kasus baru dan meminimalisir klaster baru penyebaran covid-19. Desa Adat Kota Tabanan yang telah dicatatkan sebanyak dua kali masuk dalam zona merah penyebaran Covid-19 menyikapi permasalahan pandemi Covid-19 yang semakin merajarela ini dengan membentuk suatu perarem atau aturan adat yang berlaku di Desa Adat setempat yakni Perarem Adat Kota Tabanan Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pengaturan Pencegahan dan Pengendalian Gering Agung Covid-19. Perarem ini telah disahkan pada tanggal 19 Juli 2020 dan telah disosialisasikan secara bertahap ke banjar-banjar adat. Adapun tujuan dari dibentuknya perarem ini sendiri adalah untuk memustus rantai penyebaran Covid-19 dan meningkatkan kedisiplinan dari masyarakat desa dikarenakan dalam perarem ini juga disertakan sanksi denda. adapun permaslahan yang akan dikaji adalah bagaimanakah pengaturan hukum mengenai pelanggaran protokol kesehatan selama pandemi Covid-19 di desa adat kota Tabanan? dan bagaimanakah rekonstruksi hukum adat yang ideal dalam menanggulangi pelanggaran protokol kesehatan selama pandemi Covid-19 di desa adat kota Tabanan ?. metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hukum empiris dan dikaji dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini adalah desa adat kota tabanan telah memiliki Pararem Desa Adat Kota Tabanan Nomor 5 Tahun 2020 yang di dalamnya memuat sanksi-sanksi denda bagi pelanggar protocol kesehatan hanya saja masih banyak masyarakat yang tidak mentaati peraturan tersebut. Mengatasi hal demikian maka diperlukan adanya rekonstruksi norma agar tidak adanya celah-celah yang dapat dimanfaatkan oleh pelanggar protocol kesehatan.  


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 90-98
Author(s):  
I Dewa Ayu Dwi Mayasari ◽  
Dewa Gde Rudy

Dewasa ini dalam kehidupan masyarakat sering terjadinya konflik atau sengketa. Termasuk sengketa pertanahan yang marak terjadi di lingkungan masyarakat adat khususnya masyarakat adat di Bali. Berbagai macam cara dilakukan masyarakat untuk menyelesaikan sengketa pertanahan yang terjadi. Baik melalui lembaga pengadilan (litigasi) amupun lembaga di luar pengadilan (non litigasi). Alternatif penyelesaian sengketa banyak ditempuh oleh masyarakat karena dinilai lebih efektif dan tidak memakan waktu dan biaya yan g lebih. Salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang sering di tempuh adalah melalui jalur Mediasi atau perdamaian. Apalagi dalam menyelesaikan sengketa tanah adat di Bali. Alternatif Penyelesaian Sengketa tanah adat di Bali sering ditempuh melalui proses mediasi karena dinilai lebih efektif ,tidak memakan waktu lama dan biaya yang tinggi.  Dalam penelitian ini dibahas dua permasalahan yakni Bagaimana urgensi mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa tanah  adat di Bali dan  Bagaimana  proses mediasi dalam alternatif penyelesaian  sengketa tanah adat di Bali. Penelitian  ini mempergunakan  jenis penelitian  hukum normatif karena memfokuskan analisa  terhadap norma hukum  yang  muncul  dengan  menggunakan  pendekatan  perundang-undangan  dan  pendekatan  analisa  konsep hukum. Kompleksnya persoalan tanah adat di Bali dan sedikitnya aturan tertulis mengenai hal itu, maka Mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa tanah adat di Bali menjadi hal yang sangat urgen karena sengketa dapat diselesaikan  secara  efektif  dan  efisien.  Dan  untuk  proses  mediasi  tidak  diatur  dalam  peraturan  perundang- undangan, sehingga proses mediasi cenderung dilakukan menurut kebutuhan para pihak yang bersengketa sesuai dengan arahan dan petunjuk dari mediator.  


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 122-129
Author(s):  
Ni Made Trisna Dewi

Jasa transportasi udara saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal tersebut ditandai dengan banyaknya bermunculan berbagai penyedia jasa transportasi udara di pasar Indonesia. Banyak hak-hak penumpang yang tidak diperhatikan atau dipenuhi sebagaimana mestinya oleh pihak maskapai terutama jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan salah satunya kasus keterlambatan jadwal penerbangan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah perlindungan hukum bagi penumpang pesawat udara jika terjadi keterlambatan jadwal penerbangan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, 2) Apakah upaya yang dapat dilakukan oleh penumpang pesawat udara jika telah dirugikan akibat terjadinya keterlambatan jadwal penerbangan. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan Perundang-Undangan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pihak maskapai bertanggung jawab atas keterlambatan jadwal penerbangan yang menyebabkan kerugian pada penumpang, disini pihak maskapai menerapkan konsep tanggung jawab hukum praduga bersalah (presumption of liability). Namun  disatu sisi terdapat syarat dimana apabila keterlambatan tersebut dikarenakan faktor cuaca dan teknis operasional maka maskapai tidak diwajibkan memberikan ganti rugi kepada penumpang sesuai dengan Pasal 146 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009. Proses terjadinya kegiatan ganti rugi antara konsumen dan maskapai dapat dilakukan ketika konsumen melayangkan somasi ke pihak maskapai, namun apabila tidak diindahkan konsumen dapat menempuh jalur pengadilan atau jalur diluar pengadilan sesuai undang- undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.  


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 116-121
Author(s):  
I Nyoman Gede Sugiartha ◽  
I Gusti Agung Ayu Gita Pritayanti Dinar ◽  
I Made Aditya Mantara Putra

Penerapan Online Single Submission (“OSS”) diterapkan pemerintah guna merampingkan proses perijinan usaha yang selama ini dianggap sangat tidak efisien dan membutuhkan banyak waktu dan biaya, mewajibkan seluruh Perusahaan Terbatas (“PT”) yang didirikan berdasarkan hukum Republik Indonesia untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (“NIB”) dan lebih lanjut menyesuaikan izin-izin yang telah diperoleh oleh masing-masing PT tersebut sebelumnya, baik yang berkaitan dengan operasional maupun non-operasional, dengan izin-izin yang dikeluarkan oleh OSS. Sebagai dampak dari penerapan OSS tersebut, Perseroan yang telah mengajukan dan mendapatkan Izin Usaha (Tanda Daftar Usaha Pariwisata) namun belum berlaku efektif, harus memenuhi komitmen-komitmen lainnya yang salah satunya adalah Sertifikat Laik Fungsi (“SLF”). Rumusan masalah dalam penelitian ini: (i) Penerapan pengaturan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) bangunan di Provinsi Bali, (ii) Urgensi penerapan komitmen Sertifikat Laik Fungsi (SLF) di Provinsi Bali. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan Analisa konsep hukum. Teori yang digunakan dalam mengkaji permasalahan dalam penelitian ini yaitu teori hukum ekonomi, teori kedaulatan negara dan konsepsi hukum sebagai proses kebijakan. Melalui penelitian ini dapat ditentukan urgensi penerapan komitmen Sertifikat Laik Fungsi (SLF) bangunan di Kota Denpasar. Diperlukan konsistensi penerapan yang profesional yang berlandaskan keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum oleh pemerintah sehingga menciptakan pertumbuhan perekonomian melalui pariwisata yang ideal dan berkelanjutan di Bali. Tolak ukur penerapan komitmen SLF namun dengan memperhatikan berbagai faktor hukum dan efisiensi kebijakan pemerintah secara mendalam, terstruktur dan sistematis.  


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document