Buletin Palawija
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

59
(FIVE YEARS 36)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Indonesian Agency For Agricultural Research And Development (Iaard)

2615-8108, 1693-1882

2021 ◽  
Vol 19 (2) ◽  
pp. 111
Author(s):  
Mochamad Arief Soleh ◽  
Ranu Manggala ◽  
Muhamad Kadapi

<p>Strategi untuk memperbaiki sifat pertumbuhan tanaman budidaya adalah dengan melakukan penelusuran sifat tumbuh tanaman baik secara morfologi dan fisiologi. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan keragaan  pertumbuhan kultivar  kedelai asal subtropis yaitu Tambaguro dengan kedelai asal tropis yaitu Anjasmoro yang diberi cekaman kekeringan. Penelitian di lakukan di daerah tropis yaitu di Kelurahan Pasirwangi, Ujung Berung, Bandung menggunakan pot. Pertumbuhan tinggi tanaman kedelai kultivar Tambaguro berkisar 12 cm pada umur 2 MST (minggu setelah tanam) sampai 29 cm pada umur 6 MST, sedangkan tinggi tanaman kultivar Anjasmoro berkisar 10  cm pada 2 MST sampai 32 cm pada 6 MST. Tampilan konduktasi stomata untuk kedua kultivar menunjukkan penurunan seiring umur tanaman (2-6 MST) yaitu berkisar 1094 - 1042 mmol/m²•s untuk Tambaguro, dan 892-1319 mmol/m²•s untuk Anjasmoro. Kultivar Tambaguro memperlihatkan pertumbuhan tinggi tanaman lebih baik dari kultivar Anjasmoro pada awal tumbuh, namun tidak pada pertumbuhan umur lanjut, sedangkan Kultivar Anjasmoro memiliki keunggulan dalam pertumbuhan tinggi pada umur lanjut. Tampilan fisiologis berupa respons konduktansi stomata dan fluoresensi klorofil kultivar Tambaguro lebih baik dari Anjasmoro disemua umur pengamatan, sedangkan dalam kodisi cekaman kekeringan, tampilan fisiologis kedua kultivar  cenderung sama menunjukkan ada potensi keunggulan genetik yang perlu dipertimbangkan, terlebih kultivar Tambaguro ini merupakan jenis kedelai berbiji besar sehingga memiliki keungulan secara ekonomis.<br /><br /></p><p>Kata Kunci: </p>


2021 ◽  
Vol 19 (2) ◽  
pp. 117
Author(s):  
Heru Kuswantoro ◽  
Moch Muchlish Adie ◽  
Pratanti Haksiwi Putri

<p>Genetic parameters are important in genetic improvement and variety development. This study aimed to determine the effective characters that can be applied as selection criterion in soybean breeding using genetic parameters. About 100 soybean genotypes were grown in the Muneng Agricultural Technology Research and Assessment Installation from April to July 2020. The trial was conducted using a randomized complete block design. The results showed that high genetic variability was found on days to maturity, number of branches per plant, number of productive nodes per plant, 100-seed weight, and seed yield. The high heritability was shown by days to maturity, plant height, number of branches per plant, and 100-seed weight. All phenotypic correlations were significant, except for the correlation between seed yield and days to maturity, plant height, number of branches, and number of productive nodes. The seed yield had no genotypic correlation with all agronomic characters observed. The genotypic correlation was only significant for plant height and number of productive nodes, number of branches and number of filled pods, as well as number of productive nodes and 100-seed weight. Therefore, the improvement of seed yield can be conducted through direct selection using the seed yield parameter or indirectly using the 100-seed weight.<br /><br /></p>


2021 ◽  
Vol 19 (2) ◽  
pp. 126
Author(s):  
Zainudin Zainudin ◽  
Eries Dyah Mustikarini ◽  
Sitti Nurul Aini

<p>Kedelai merupakan salah satu komoditas yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman sela pada perkebunan tanaman kelapa sawit muda. Namun, rendahnya intensitas cahaya akibat naungan sering menjadi kendala untuk mencapai hasil tinggi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui varietas kedelai yang toleran dan memiliki daya hasil tinggi bila dibudidayakan di bawah naungan tegakan tanaman sawit muda (umur ± 2,5 tahun). Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2020 di Desa Petaling, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka menggunakan rancangan petak terpisah, tiga ulangan. Petak utama adalah kondisi lahan ternaungi dan tidak ternaungi. Anak petak terdiri atas lima varietas kedelai yaitu: Argomulyo, Anjasmoro, Grobogan, Burangrang, dan Demas 1.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat naungan ±38%, varietas Demas 1 dan Anjasmoro lebih toleran dibandingkan varietas Argomulyo, Burangrang dan Grobongan. Varietas kedelai toleran terhadap naungan menghasilkan jumlah polong, jumlah biji, dan bobot biji per tanaman lebih tinggi dibandingkan varietas yang tidak toleran naungan.   <br /><br /></p>


2021 ◽  
Vol 19 (2) ◽  
pp. 103
Author(s):  
Joko Susilo Utomo ◽  
Erliana Ginting

<p>Sweet potatoes have varied physical characteristics based on their flesh colors. Two selected sweet potato (SP) with white (WF) and yellow-fleshed (YF) colors were collected from local market and analyzed their textural characteristics using a Uniaxial compression and Texture Profile Analysis (TPA) test. The study was conducted in the Food Processing Technology Laboratory, Faculty of Food Science Technology, University of Putra Malaysia. All textural attributes were collected from the samples treated with steaming for 5, 10, 15 and 20 min. The moisture content of the samples were determined before and after steaming. The results showed that the moisture content of WF was lower than YF both before and after steaming, which could be declared as a typical moisture content for each flesh color. This resulted in a greater peak deformation or firmness of the fresh tuber found in WF relative to YF.  Steaming SP for 5 min exhibited the “raw” properties tissue, whereas steaming for more than 10 min would generate the “cooked” tissue that significantly affected the textural characteristics. The hardness level decreased considerably along with the time of steaming and was similar for both flesh colors after 15-min steaming. The WF was less adhesive and less elastic; however, it had less chewiness than that of YF. This suggests that the use of WF as a raw material for mashed products would have advantages, such as easiness to mash, less tendency to stick with the cooking tools, and less elastic. <br /><br /></p>


2021 ◽  
Vol 19 (2) ◽  
pp. 93
Author(s):  
Dian Adi Anggraeni Elisabeth ◽  
Sutrisno Sutrisno ◽  
Salam Agus Riyanto ◽  
Henny Kuntyastuti ◽  
Fachrur Rozi

Di Indonesia, kacang hijau umumnya dibudidayakan setelah kedelai dan kacang tanah. Kacang hijau memiliki peran strategis karena memiliki keunggulan agronomis dan ekonomis. Budidaya kacang hijau di lahan salin dengan karakteristik salinitas tinggi dapat berpengaruh  terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi kacang hijau serta pendapatan usahatani. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan daya saing dan dampak ekonomi usahatani kacang hijau di lahan salin. Penelitian dilaksanakan di Desa Gesik Harjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban pada bulan Maret 2020. Data yang dikumpulkan meliputi deskripsi usahatani kacang hijau, pendapatan serta daya saing usahatani kacang hijau dan tanaman pangan lain di lokasi penelitian. Salinitas lahan di Desa Gesik Harjo berdampak terhadap produktivitas lahan sehingga menyebabkan penurunan hasil panen kacang hijau sebesar 55-61%. Hal ini berakibat pada penurunan pendapatan usahatani kacang hijau sampai 50% bila dibandingkan dengan usahatani kacang tanah, dengan B/C ratio 0,9 dan daya saing lebih rendah. Namun, dengan B/C ratio mendekati 1 dan harga kacang hijau di pasaran cukup tinggi, daya saing kacang hijau di Gesik Harjo berpeluang untuk ditingkatkan apabila produksinya meningkat. Beberapa upaya yang dapat dilakukan, antara lain peningkatan kapasitas petani dalam pengelolaan lahan salin, penggunaan varietas unggul toleran salin dan penerapan perbaikan teknik budidaya kacang hijau.<br /><br />


2021 ◽  
Vol 19 (2) ◽  
pp. 82
Author(s):  
Delvi Maretta ◽  
Sobir Sobir ◽  
Is Helianti ◽  
Purwono Purwono ◽  
Edi Santosa
Keyword(s):  

<p>Talas eddoe (Colocasia esculenta var antiquorum) atau talas Jepang merupakan tanaman yang prospektif dikembangkan di Indonesia. Informasi karakter tanaman talas pada berbagai agroekologi sangat penting sebagai dasar seleksi dan pemilihan lokasi dalam program pemuliaan tanaman. Penelitian bertujuan untuk mengetahui korelasi antar karakter pertumbuhan dan hasil tanaman talas Jepang yang ditanam pada tiga agroekologi yang berbeda. Percobaan dilaksanakan pada tahun 2018 sampai 2019 di Tangerang Selatan, Bogor dan Subang menggunakan sepuluh genotipe talas eddoe. Hasil penelitan menunjukkan bahwa panjang daun, panjang petiol dan panjang pelepah antargenotipe memiliki perbedaan yang nyata. Lokasi penanaman juga berpengaruh nyata terhadap semua karakter pertumbuhan dan hasil. Genotipe dan lokasi berinteraksi nyata terhadap panjang daun, petiol total, rentang tanaman, tinggi tanaman, panjang dan berat cormus. Karakter pertumbuhan dan hasil selalu berkorelasi erat di tiga lokasi, sedangkan korelasi karakter pertumbuhan dengan karakter hasil talas berbeda di tiap agroekologi (r=0,05). Perbedaan lingkungan tumbuh sangat berpengaruh terhadap nilai dan keeratan korelasi karakter pertumbuhan dengan hasil, sehingga upaya peningkatan hasil perlu memperhatikan agroekologi yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman talas. <br /><br /></p>


2021 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 22
Author(s):  
Allaganur Rochman ◽  
Joko Maryanto ◽  
Okti Herliana
Keyword(s):  

<p>Alfisol merupakan jenis tanah dengan kesuburan rendah, namun memiliki potensi untuk perluasan lahan bagi budidaya tanaman kedelai edamame. Aplikasi biochar dan vermikompos digunakan untuk memperbaiki nutrisi tanah dan mensuplai unsur hara pada tanah Alfisol. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi biochar dan vermikompos terhadap serapan nitrogen dan fosfor, serta hasil tanaman kedelai edamame (Glycine max (L.) Merrill) pada tanah Alfisol. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus  sampai Desember 2019 di kebun percobaan dan Laboratorium Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman. Penelitian menggunakan rancangan faktorial terdiri dari 2 faktor. Faktor I adalah aplikasi biochar, terdiri dari empat taraf yaitu B0: tanpa biochar, B1: 10 t/ha, B2: 20 t/ha, B3: 30 t/ha. Faktor II adalah aplikasi vermikompos, terdiri dari 3 taraf yaitu V0: tanpa vermikompos, V1: 10 t/ha, V2: 20 t/ha. Variabel yang diamati adalah sifat kimia tanah awal, kadar N dan P tersedia, laju pertumbuhan tanaman (LPT), laju asimilasi bersih (LAB), bobot polong segar per tanaman, jumlah polong per tanaman, serta analisis kadar N dan P jaringan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis biochar hingga 30 t/ha tidak meningkatkan serapan nitrogen, fosfor, dan hasil tanaman, sedangkan vermikompos hingga 20 t/ha meningkatkan kadar P jaringan, P tersedia, dan hasil tanaman, tetapi tidak meningkatkan kadar N jaringan, N tersedia, LPT, dan LAB. Hasil tertinggi diperoleh pada aplikasi biochar 30 t/ha dan 20 t/ha vermikompos. Tidak terdapat interaksi antara vermikompos dengan biochar terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman, sehingga dapat diaplikasikan secara secara tunggal.</p>


2021 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 31
Author(s):  
Bayu Suwitono ◽  
Himawan Bayu Aji ◽  
Yayat Hidayat ◽  
Hermawati Cahyaningrum ◽  
Fredy Lala ◽  
...  

Di Maluku Utara, perkebunan kelapa umumnya ditanam secara monokultur. Menanam kedelai di antara tegakan kelapa diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani dan pemanfaatan lahan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat adaptasi beberapa varietas unggul kedelai pada sistem tanam tumpangsari di antara tegakan kelapa. Penelitian dilaksanakan di lahan perkebunan kelapa umur 10-15 tahun, jenis tanah inceptisols, Desa Bumi Restu, Kecamatan Wasile Timur, Kabupaten Halmahera Timur mulai bulan Juni hingga September 2018. Penelitian menggunakan RAK Faktorial, dengan lima ulangan. Faktor pertama adalah empat varietas kedelai (Dering 1, Demas 1, Devon 1 dan Burangrang). Faktor kedua adalah jenis pemupukan (pupuk organik, pupuk organik + pupuk NPK phonska, dan pupuk organik + pupuk NPK phonska + pupuk Urea). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedelai dengan populasi  80% dapat ditanam secara monokultur di bawah tegakan kelapa dengan intensitas cahaya hingga 40%. Kombinasi perlakukan varietas Dering 1 dengan pupuk organik 2 t/ha mampu menghasilkan biji 1,52 ton/ha, lebih tinggi dibandingkan varietas kedelai lainnya. Jumlah polong tertinggi dihasilkan oleh varietas Demas 1 yaitu 114 polong/tanaman. Varietas Dering 1 dan Demas 1 berpotensi untuk dikembangkan di lorong-lorong lahan perkebunan kelapa umur 10-15 tahun dengan intensitas cahaya hingga 40%. Penanaman kedelai tersebut layak untuk dikembangkan, karena petani kelapa dapat tambahan  keuntungan sebesar Rp. 4.402.000/panen kedelai dengan nilai R/C 1,55.<br /><em></em><em></em><p align="justify"> </p>


2021 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 41
Author(s):  
Marida Santi Yudha Ika Bayu ◽  
Yusmani Prayogo ◽  
Sri Wahyuni Indiati
Keyword(s):  

Beauveria bassiana merupakan salah satu jenis cendawan entomopatogen yang termasuk dalam divisi Ascomycota, kelas Sordariomycetes, ordo Hypocreales dan famili Clavicipitaceae. B. bassiana dapat membunuh seluruh stadia serangga pada berbagai jenis hama tanaman dari ordo Homoptera, Hemiptera, Coleoptera, Lepidoptera, Orthoptera, Isoptera, Diptera, dan Hymenoptera. Efikasi B. bassiana dipengaruhi oleh berbagai jenis enzim yang dihasilkan yaitu: kitinase, protease, amilase, dan lipase yang berfungsi sebagai pendegradasi lapisan integumen serangga. Efikasi cendawan juga dipengaruhi oleh produksi toksin yang terdiri dari beauvericin, bassianin, bassiacridin, beauvericin, bassianolide, cyclosporine, oosporein, dan tenellin yang dapat mengganggu sistem syaraf dan membunuh serangga sasaran. Keunggulan B. bassiana bersifat ovisidal yang dapat menggagalkan penetasan telur selain membunuh stadia nimfa/larva maupun imago, sehingga dapat menekan perkembangan populasi dan menghambat terjadinya peledakan hama. Kelebihan lain B. Bassiana, yaitu bersifat endofit yang dapat menghambat perkembangan patogen tular tanah maupun penyakit karat daun (Phakospsora pachyrhizi), embun tepung (Microsphaera diffusa), dan embun bulu (Peronospora mansyurica). Cendawan B. Bassiana juga bersifat ramah lingkungan sehingga aman terhadap kelangsungan hidup musuh alami dan hewan ternak serta tidak mencemari sumber air maupun lingkungan. Aplikasi B. bassiana dapat menekan terjadinya resistensi maupun resurjensi. Waktu aplikasi B. bassiana dianjurkan pada sore hari dengan frekuensi aplikasi tiga kali. Cendawan B. bassiana prospektif untuk digunakan sebagai biopestisida dalam mengendalikan hama dan penyakit tanaman, ramah lingkungan, serta dapat digunakan sebagai alternatif pengganti pestisida sintetik.


2021 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 10
Author(s):  
Kurnia Paramita Sari ◽  
Nurul Aini ◽  
Bambang Tri Raharjo
Keyword(s):  

<p>Kutu kebul Bemisia tabaci Genn. merupakan salah satu hama utama pada tanaman kacang tanah. Karakter morfologi tanaman merupakan pertahanan awal suatu tanaman dalam menghadapi serangan hama. Kesesuaian antara karakter morfologi daun dengan perilaku serangga hama menentukan peletakan telur oleh imago kutu kebul B. tabaci. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter morfologi daun kacang tanah yang menentukan kepadatan populasi kutu kebul. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca pada Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi) mulai bulan Nopember 2019 hingga Februari 2020. Penelitian menggunakan 10 genotipe kacang tanah yang disusun berdasar rancangan acak kelompok (RAK) dan diulang tiga kali. Variabel pengamatan adalah karakter daun, tebal lapisan lilin, epidermis, mesofil, dan daun total, luas daun, kerapatan trikoma, panjang trikoma, jumlah vena, warna daun, kandungan klorofil, dan populasi imago pada 50, 60, dan 70 hari setelah tanam (HST). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tebal mesofil daun, tebal daun total, jumlah vena, dan panjang trikoma berbeda nyata antargenotipe serta menunjukkan korelasi positif dengan populasi kutu kebul. Sebagian besar genotipe kacang tanah mempunyai warna daun kuning kehijauan dengan kode 2880 U, dengan kandungan klorofil a, klorofil b, dan karotenoid pada daun masing-masing antara 86,65 – 160,73 mg/m2, 64,43 – 99,70 mg/m2, dan 690,82 – 1290,65 mg/m2. Sidik Lintas menunjukkan bahwa tebal daun, tebal mesofil, dan panjang trikoma berpengaruh langsung pada populasi kutu kebul, sedangkan jumlah vena berpengaruh tidak langsung. Dengan demikian, daun yang tebal dengan mesofil tebal, memiliki lapisan lilin dan trikoma panjang serta jumlah vena rapat lebih disukai imago kutu kebul untuk meletakkan telur.</p>


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document