Satya Widya Jurnal Studi Agama
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

43
(FIVE YEARS 31)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

2655-1454, 2623-0534

2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 81-95
Author(s):  
Achmad Zainul Arifin

ABSTRACT Islam and Christianity are religions that have a long history in the life of social communities in Indonesia. The pairs of relations between the two religions have been going on for a long time. Conflict there are several regions in Indonesia that are related to social harmony with various supporting factors that exist in the community. This research will support how the pattern of participation of Islam and Christian minorities, as well as the field of harmony that unites the social relations of the two religions. Then this study is a qualitative study using observation techniques and direct interviews to the field to collect data with research objects. The results of this study suggest that both in Islam and Christianity are related to good relations within a religious and social framework. Furthermore, in building social relations that are found in several religious harmony fields, the yard is a place of worship, a village spring, a village hall and a village field. Keywords: Islam, Christianity, Tolerance, and social harmony.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 1-11
Author(s):  
Nur Quma Laila ◽  
Saifuddin Zuhri Qudsy
Keyword(s):  

Yaa Qowiyyu sebagai ritual agama tidak lagi bermuatan nilai agama namun juga sarat akan nilai ekonomi-politik. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana nilai ekonomi beroperasi di dalam ritual Yaa Qowiyyu dan bagaimana strategi para agensi dalam mempromosikan Yaa Qowiyyu sehingga mendatangkan nilai ekonomi. Dalam artikel ini, data primer dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi sementara data sekunder dikumpulkan melalui studi literatur dengan membaca literatur yang sesuai dengan topik penelitian. Data yang terkumpul kemudian dikategorisasikan dan dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif analisis dengan menggunakan perspektif ekonomi-politik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan ritual Yaa Qowiyyu yang berdasarkan pada kebijakan pariwisata berimplikasi luas pada proses komodifikasi budaya. Komodifikasi budaya dalam ritual Yaa Qowiyyu merupakan secondary activity yang mampu menjadi penggerak perekonomian masyarakat.  


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 25-42
Author(s):  
Susi Susi

Pembinaan kerukunan umat beragama adalah alat pemersatu bangsa dalam kondisi sosial kemasyarakatan yang majemuk dan pluralis. Garis besar penduduk Kota Palangka Raya terdiri dari beraneka ragam suku, agama, ras, antar golongan hidup berdampingan pada suatu wilayah dengan rukun dan ikut menjunjung toleransi antar sesama. Pentingnya menjaga kerukunan di tengah masyarakat yang majemuk maka setiap elemen masyarakat perlu berperan aktif mengelola dan mewujudkan kondisi kehidupan yang damai, harmonis, dan selaras.  Keberadaan penganut Hindu Kaharingan di Kota Palangka Raya salah satunya ikut ambil bagian menjaga kerukunan umat beragama di Kota Palangka Raya sebagai bentuk sikap responsif menghadapi persoalan kritis masyarakat yang majemuk. Konflik yang timbul akibat diferensiasi masyarakat tentu sewaktu-waktu bisa saja terjadi. Oleh karenanya pelaksanaan kerukunan hidup dengan mengamalkan trilogi kerukunan hidup umat beragama adalah strategi yang dilakukan demi mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat Kota Palangka Raya yang kian dinamis seiring perkembangan zaman.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 43-58
Author(s):  
Yunitha Asry Diantary
Keyword(s):  

Secara teologis, umat Hindu memiliki tiga kerangka dasar yang dijadikan pedoman dalam menjalankan kehidupan beragama. Tattwa yang sebagai substansi filosofi setiap aktivitas dan simbol; susila yang menjadi keutamaan penunjang yang memegang peranan penting bagi tata kehidupan manusia sehari-hari; serta acara yang di dalamnya termasuk aktivitas ritual, yang mengimplementasikan nilai-nilai tattwa dan susila dalam wujud tata keberagamaan yang lebih riil dalam dimensi kebudayaan. Aktivitas ritual atau perbuatan sacral yang dilaksanakan oleh umat Hindu merupakan sebuah ekspresi dari pemaknaan yajna atau korban suci yang tulus ikhlas. Ritual agama Hindu tersebut dapat dilakukan setiap hari maupun hari pada hari suci tertentu, yang merupakan wujud rasa syukur dan bhakti umat Hindu kehadapan Tuhan Yang Mahaesa. Tanpa adanya acara, agama hanyalah seperangkat ajaran yang tidak akan nampak dalam dunia fenomenal. Semenjak masa pandemic covid-19 hingga saat ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan “new normal”. Hal ini menyangkut banyak aspek kehidupan masyarakat, tidak terkecuali pada bidang keagamaan. Segala aktivitas keagamaan khususnya yang dilaksanakan oleh masyarakat Hindu Bali, mengalami keterbatasan. Perubahan perilaku sosial dalam pelaksanaan ritual ini mengalami sebuah revolusi yang dapat dilihat yang jika diamati lebih cermat, masyarakat saat ini lebih mendahulukan etika keamanan namun tidak mengurangi makna dari ritual yang dilaksanakan, sehingga pelaksanaan aktivitas keagamaan tidak terkubur dalam aktivitas di masa pandemi.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 59-80
Author(s):  
Ida Bagus Putu Adnyana

Ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk alam semesta beserta isinya disebut kosmologi. Dalam susatra Hindu ajaran kosmologi banyak ditemukan dalam teks-teks Veda secara universal maupun Nibandha secara local genius. Salah satu bagian dari Nibandha adalah lontar. Lontar eksis dan masih banyak ditemukan diberbagai tempat yang ada di Indonesia, salah satunya yang terbanyak adalah di Bali. Salah satu lontar yang mengkaji soal kosmologi, utamanya kosmologi Hindu adalah Ganapati Tattwa. Dalam penelitian ini lontar yang dikaji telah digubah dan dialih aksarakan serta dialih bahasakan ke dalam bentuk teks berbahasa Kawi dan Indonesia. Teks Ganapati Tattwa merupakan salah satu teks yang membahas secara gamblang perihal ajaran tattwa yang bernuansa siwaistik. Dalam teks ini dijelaskan konsep penciptaan (utpati), pemeliharaan (sthitti), dan peleburan (pralina) alam semesta yang disajikan dalam bentuk dialogis antara Dewa Siwa dengan putranya Sang Hyang Ganapati.  Sang Hyang Ganapati mengajukan begitu banyak pertanyaan kepada Dewa Siwa tentang hakikat alam semesta, hakikat manusia, ajaran yoga, kelepasan, dan lain sebagainya yang dijawab dengan bijaksana oleh Dewa Siwa. Konsep kosmologi Hindu dalam teks ini dijelaskan berawal dari Om-kara yang kemudian melahirkan Windu dan berakhir pada pembentukan alam semesta melalui unsur-unusr Panca Maha Bahuta. Selanjutnya akan mengalami pemeliharaan yang diakomodir oleh unsur-unsur Panca Daiwatma, kemudian dilanjutkan dengan peleburan sampai pada konsep Niskala dan akan mengalami penciptaan kembali dari konsep Niskala akan melahirkan Om-kara kembali sebagai cikal bakal penciptaan alam semesta.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 12-24
Author(s):  
Ahmad Ridha Mubarak ◽  
Rabiatul Adawiyah

This paper is based on an argument that discrimination against indigenous religion is a fact of the dynamics of policy interpretations. Therefore, the presence of indigenous people movements such as AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), offers solutions for indigenous rights' violations, and it also serves as a place for discussion on existing and possible threats upon indigenous communities. The indigenous people movements aim to establish religious freedom as a means to promote indigenous religion rights, particularly the importance of customary land. On the one hand, the state recognizes the rights of indigenous people, but, on the other hand they are prosecuted with hard conditions in realizing their rights


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 20-35
Author(s):  
Merilyn Merilyn

The biblical text contains many narratives that are relevant to human problems today. This paper is an exegetical study of the text of Genesis 11: 1-9 which contains a narrative about human arrogance and fear over their abilities and towards human differences. But God broke the arrogance and fear of humans by disrupting their communication. God's purpose is to show that diversity is a necessity. This research was conducted with an exegetical method by combining narrative and semiotic criticism approaches. This critical approach describes who the characters are and their role in the narrative, the narrative plot, the meaning obtained through words/symbols and time, as well as what narrative is discussed and the author's perspective. The purpose of this paper is to deconstruct and find the hidden meaning of the text as well as reconstruct it and discover the implications of the text in multicultural society in Indonesia today. And the conclusion reached is that the biblical narrative is always relevant to human life today. In the context of this paper, the narrative in the Tower of Babel story stresses that God values ​​diversity and that diversity must be lived by everyone.


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 80-97
Author(s):  
G. A. Amanda Kristina Damayanti

Catur varna adalah empat hal yang menjadi pilihan hidup dalam penggolongan masyarakat berdasarkan bakat (guna)/keahlian dan keterampilan (karma)/profesi seseorang. Namun para penjajah memanfaatkan kepolosan masyarakat dengan memberikan pemahaman yang salah tentang penggolongan masyarakat ini. kasta digunakan dengan menyerupai catur varna yang dalam penerapannya sangat berbeda jauh dengan makna yang ada dalam kitab suci. Kesalahpahaman ini terus berlanjut hingga saat ini yang menyebabkan banyak pertentangan yang terjadi di masyarakat hindu bali karena kurangnnya pemahaman dan ilmu mempelajari kitab suci. Namun seiring perkembangan peradaban dan teknologi tidak menjadikan hal ini menjadi hal yang terlalu rumit, karena semua orang bisa dengan mudah mendapatkan informasi. Di era yang serba canggih ini tak ada batasan-batasan yang mempersulit keadaan termasuk kalangan yang hidup di era ini yang dikenal dengan era milenial dimana semua kalangan telah saling terkoneksi satu dengan yang lainnya. Termasuk memudahkan generasi milenial dalam menemukan teman hidupnya baik online maupun offline, tak ada batasan jarak semua dengan mudah didapatkan akan tetapi adat dan istiadat yang masih berlaku terkadang menjadi hambatan. Masih banyak yang menjunjung tinggi budaya warisan hingga saat ini yang menjadikan kasta dan varna menjadi permasalahan yang terus-terusan terjadi hingga saat ini. adanya kasta ini juga bukan merupakan suatu hal yang fatal karena hal ini sudah mendarah daging dengan jati diri dan ciri-ciri daerah asal dengan tidak menerapkan prinsip yang berkasta yang berkuasa.


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 54-79
Author(s):  
I Gede Sutana
Keyword(s):  

Makanan merupakan sarana untuk bertahan hidup. Dalam hal makanan, manusia memiliki kebudayaan masing-masing mengenai pola konsumsi makanan. Pada penelitian ini, yang menarik adalah Bhakta Hare Krishna di Sri Sri Krishna Balarama Ashram Denpasar memiliki pola konsumsi makanan tersendiri yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Bhakta Hare Krishna di Sri Sri Krishna Balarama Ashram Denpasar tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung daging, ikan, dan telur. Pola konsumsi makanan ini disebut dengan pola konsumsi makanan satwika. Adapun pengamatan dalam tulisan ini adalah terkait dengan pola konsumsi makanan satwika pada Bhakta Hare Krishna di Sri Sri Krishna Balarama Ashram Denpasar. Dalam pengamatan lebih lanjut teori pilihan rasional dan fungsionalisme struktural menjadi pisau analisis untuk mengungkap pola konsumsi makanan satwika pada Bhakta Hare Krishna di Sri Sri Krishna Balarama Ashram Denpasar.             Secara hasil pengamatan ini diperoleh hal-hal yang mendorong Bhakta Hare Krishna menerapakan pola konsumsi makanan satwika didasari oleh aturan yang berlaku, pilihan rasional bhakta, dan fungsional terhadap kehidupan baik kehidupan jasmani maupun spiritual. Pola konsumsi makanan satwika menunjukkan lima komponen yang berlaku diantaranya (1) cara memperoleh bahan makanan satwika, (2) jenis-jenis bahan makanan satwika, (3) menu makanan satwika, (4) cara mengolah makanan satwika, dan (5) cara menghidangkan makanan satwika. Serta implikasi yang diperoleh dari penerapan pola konsumsi makanan satwika berimplikasi terhadap fisik, mental dan spiritual. Kata Kunci: Pola Konsumsi Makanan Satwika, Bhakta Hare Krishna, Sri Sri Krishna Balarama Ashram Denpasar


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 36-53
Author(s):  
Komang Suarta
Keyword(s):  

Aspek muatan lokal dan berwawaskan potensi keunggulan Hindu etnis Dayak Kalimantan Tengah, maka akan kita jumpai kearifal lokal seperti “hidup menyatu dengan alam”. Kearifan lokal sangat diperlukan untuk menyiapkan sebuah generasi yang tidak hanya bisa menjadi penonton dalam sejarah peradaban, akan tetapi bisa menjadi pelaku sejarah dari peradaban itu sendiri. Dalam melestarikan kebijakan setempat “local wisdom” atau pengetahuan setempat “local knowledge”atau kecerdasan setempat “local genious”, ajaran Hindu Kaharingan merupakan sumber untuk mempelajarinya.Amalan Sampaingat merupakan sebuah warisan dari leluhur Dayak Kalimantan Tengah yang merupakan sebuah metode untuk menciptakan kecerdasan pada orang yang mengamalkannya. Amalan ini terdiri atas dua cara, yakni melalui menginang dan dengan cara permandian (keramas). Amalan sampaingat dengan menginang menggunakan beberapa sarana, seperti; Pinang, Sirih, Kapur Sirih, Gambir, Tembakau, Daun Panyalembang, Buah Kapapulut, Daun Parinting/ Paretei, dan Kayu Paleket. Sementara itu, Amalan Sampaingat yang digunakan melalui cara permandian yakni menggunakan sarana berupa; Batang Kajajak, daun Panyalembang, daun Kapapulut  dan daun Untek Undang. Amalan ini mengajarkan agar masyarakat Dayak khususnya di Kalimantan Tengah selalu melakukan pembauran dan menjaga alam semesta. Ada beberapa Pali dalam menjalankan amalan Sampaingat.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document