Kebudayaan
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

78
(FIVE YEARS 59)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Badan Penelitian Dan Pengembangan Kemdikbud

2685-8088, 1907-5561

Kebudayaan ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
Author(s):  
Mikka Wildha Nurrochsyam ◽  
Bambang H. Suta Purwana

Ada dua tujuan dalam penelitian ini. Pertama, mendeskripsikan pertunjukan boneka wayang Ggogdu Gagsi yang dimiliki masyarakat Korea. Kedua, ingin mengetahui nilai keadilan dalam pertunjukan boneka wayang Ggogdu Gagsi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data diperoleh dari rekaman video seni pertunjukkan boneka wayang Ggogdu Gaksi dengan didukung oleh studi pustaka. Analisis pertunjukan boneka Ggogdu Gagsi menggunakan interpretasi. Hasil analisis terhadap nilai keadilan dalam pertunjukan boneka Ggogdu Gaksi adalah sebagai berikut. Pertama, terdapat pelanggaran terhadap keadilan distribusi, yaitu pembagian secara adil, seperti Park Cheomji yang membagi kekayaan secara tidak adil kepada kedua istrinya. Kedua, sistem masyarakat feodal dengan penguasa kelas atas sering kali melanggar keadilan dengan melakukan penindasan dan kekejaman, seperti yang disimbolkan dengan ular bernama Isimi memangsa keluarga Park Cheomji. Ketiga, sistem feodal penguasa kelas atas juga sering kali melanggar keadilan dengan melakukan keserakahan dan kesewenang-wenangan, seperti adegan Yeangno. Keempat, sistem feodal penguasa kelas atas merendahkan martabat manusia, seperti adegan Park Cheomji yang dipandang rendah oleh Gubernur Pyongan.


Kebudayaan ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
Author(s):  
Alfina Fadilatul Mabruroh ◽  
Gunarhadi ◽  
Herry Widyastono

Pandemi membuat sejumlah institusi pendidikan menutup sekolah guna mencegah penyebaran virus. Secara global, Covid-19 mengubah pembelajaran secara tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh. Pandemi bukan hanya mengubah penyelenggaraan pembelajaran di sektor pendidikan formal, namun juga sektor pendidikan nonformal. Tujuan dari kajian ini yaitu untuk menganalisis bagaimana perubahan dan adaptasi proses belajar sebelum dan selama pandemi Covid-19 di Sanggar Anak Alam Yogyakarta. Proses adaptasi pembelajaran dikaji menggunakan pendekatan narrative inquiry. Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perubahan proses belajar di Sanggar Anak Alam Yogyakarta, yang sebelumnya kegiatan pembelajarannya diselenggarakan secara langsung di lingkungan luar menjadi kegiatan belajar dari rumah. Proses belajar sebelum pandemi berjalan setiap Senin sampai Jumat dengan proses belajar yang melibatkan proyek riset dengan model pembelajaran experiential learning, sementara di masa pandemi Covid-19 proses belajar mempertahankan proyek riset per semester dengan proses pendampingan yang sedikit berbeda. Experiential learning dan model pembelajaran berbasis proyek tetap dipertahankan sebagai strategi pembelajaran supaya apa yang dipelajari peserta didik relevan dengan kehidupan nyata dan proyek risetnya mampu diaplikasikan untuk memecahkan masalah di kehidupan sehari-hari. Penelitian ini menyarankan Sanggar Anak Alam Yogyakarta mengembangkan dan menggunakan teknologi pada proses pembelajaran agar peserta didik siap menghadapi Revolusi Industri 4.0.


Kebudayaan ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
Author(s):  
Dalatina Peloggia Gustianingsih ◽  
G. R. Lono L Simatupang ◽  
Wiwik Sushartami

Komunitas Semesta Tari hadir dengan fokus pada kreativitas anak rentang usia 2-14 tahun pada proses dan pertunjukan tari anak dengan stimulus lingkungan. Lingkungan di sini adalah situs yang konteks ruang sosial dan budayanya spesifik. Elaborasi interaksi dialektis antara performer dan arenanya dilihat dari kerangka site-specific performance. Kehadiran meraka berdasar pada perkembangan wacana saat ini yang terbangun adalah benteng tinggi pemisah antara pola dari institusi seni dengan lembaga pendidikan seni dengan segala konstruksi kesepakatannya. Penelitian akan praktik Semesta Tari ini sedang melihat bagaimana kesadaran diri, keterikatan kajian seni dengan pengalaman ketubuhan, interaksi dan intervensi ruang serta pendidikan dan presentasi kesenian yang merdeka. Penelitian ini akan menelusuri fragmen prinsip site-specific performance yang dijadikan Semesta Tari sebagai pendekatan metode. Rumusan tersebut akan diwacanakan dengan Pedagogi Kritis oleh Paulo Freire. Participatory action research digunakan sebagai metodologi karena peneliti menjadi bagian dari objek material. Temuan penelitian ini, conscientization pada praktik site-specific performance Semesta Tari untuk kembali menjawab apa yang individu tanyakan secara sadar mengenai konstruksi kesepakatan, melalui atau dengan seni.


Kebudayaan ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
Author(s):  
Faridhatun Nikmah

Masalah yang terjadi saat ini adalah banyaknya anggapan masyarakat bahwa ilmu sejarah dianggap  tidak penting. Pada kenyataannya, ilmu sejarah sangat penting karena dengan belajar sejarah dapat mengetahui kejadian yang terjadi pada masa lampau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) keberadaan Museum Glagah Wangi bagi masyarakat, (2) sejarah Kerajaan Demak, dan (3) peninggalan Kerajaan Demak yang tersimpan di Museum Glagah Wangi. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode teknik pengambilan data berupa observasi, wawancara, simak, catat, dokumentasi, dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan Museum Glagah Wangi memiliki peran penting bagi masyarakat karena dapat mengenalkan sejarah dan kebudayaan pada masa Kerajaan Demak. Susunan pimpinan Kerajaan Demak adalah Sultan Fatah, Pati Unus, dan Sultan Trenggono. Adapun peninggalan-peninggalan Kerajaan Demak yang tersimpan di Museum Glagah Wangi berjumlah sekitar 200 artefak, di antaranya adalah filter air, piring arya penangsang, wayang, pendaringan, guly-guly, guci, umpak engsel daun pintu, asbak mini, mangkok, umpak saka, batu tempat duduk, yoni, pedang, keris, dan lain sebagainya. Banyak manfaat yang diperoleh dari adanya Museum Glagah Wangi Demak, yaitu dapat dijadikan sebagai tempat rekreasi, sumber informasi, dan wisata edukasi bagi masyarakat untuk menambah pengetahuan secara luas.


Kebudayaan ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
Author(s):  
Sugih Biantoro ◽  
Budiana Setiawan

Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang menaungi kebutuhan anak tanpa memandang kondisi fisik, sosial, dan budaya. Salah satu di antaranya adalah pendidikan inklusif bagi anak-anak masyarakat adat, yang mayoritas dari mereka hidup di daerah yang sulit diakses. Selama ini, beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) telah terlibat dalam keberlangsungan pendidikan bagi masyarakat adat, begitu juga dengan kehadiran pemerintah, walau masih terbatas. Tujuan dari kajian ini adalah untuk melihat potret model pendidikan masyarakat adat yang berlangsung di Indonesia dan keterlibatan aktor-aktor LSM dalam menjalankan pendidikan masyarakat adat tersebut. Metode penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, di mana pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur, wawancara, dan observasi di lapangan. Hasil kajian menunjukkan bahwa terdapat empat model pendidikan pada masyarakat adat di Indonesia, yakni: konservatif, transformasi, integrasi, dan komplemen. Dalam hal ini para sukarelawan LSM berperan penting untuk mengarahkan paradigma pendidikan yang dibangun sesuai dengan karakteristik geografis, sosial, dan budaya di daerah masing-masing. Untuk itu, pendidikan masyarakat adat sudah seharusnya diperlakukan secara kontekstual dengan mempertimbangkan karakteristik-karakteristik tersebut.


Kebudayaan ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
Author(s):  
Agustinus Mawara
Keyword(s):  

Di pesisir Teluk Triton, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat pada masa lampau terdapat pelabuhan niaga Pulau Mawara (kini disebut Pulau Miwara) yang ramai dikunjungi para pedagang asal Seram. Pelabuhan niaga tersebut memiliki kedudukan penting sebagai pusat perdagangan tradisional masa lampau, yang menghubungkan wilayah Papua dengan Maluku, khususnya daerah Seram Timur. Kurangnya catatan sejarah tentang pelabuhan kuno tersebut menyebabkan kejayaan perdagangan masa lampau di Teluk Triton, yang menghubungkan simpul-simpul budaya Nusantara jarang diketahui orang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui: (1) manfaat pelabuhan niaga Pulau Miwara dalam perdagangan antar wilayah di masa lampau, (2) pengaruh perdagangan terhadap kehidupan sosial budaya di kawasan Teluk Triton, (3) bukti sejarah yang berhubungan dengan perniagaan masa itu. Penelitian ini bersifat kualitatif, dengan metode pengumpulan data melalui tinjauan pustaka, wawancara, dan pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan pelabuhan niaga Pulau Miwara sebagai pusat perdagangan masa lampau di Teluk Triton, Kaimana, Papua Barat telah memberi manfaat sosial dan ekonomi di kawasan ini. Pengaruh perdagangan pada masa itu, antara lain: terjalin hubungan kekerabatan dengan orang-orang Seram karena perkawinan serta terjadi akulturasi budaya. Kedudukan pelabuhan niaga Pulau Miwara sebagai pusat perdagangan telah ada jauh sebelum terbentuk kekuasaan Namatota yang menjalin kerja sama dengan para pedagang asal Seram di kawasan ini.


Kebudayaan ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 25-42
Author(s):  
Galih Istiningsih ◽  
Dwitya Sobat Ady Dharma
Keyword(s):  

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana mengintegrasikan keteladanan karakter Pangeran Diponegoro ke dalam kurikulum di Sekolah Dasar? Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan nilai karakter Pangeran Diponegoro dan langkah-langkah mengintegrasikan nilai karakter tersebut pada pembelajaran di sekolah dasar. Hal ini sebagai salah satu inovasi kegiatan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis kearifan lokal sebagai perwujudan revolusi karakter bangsa. Penguatan pendidikan karakter dilakukan untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila dan sebagai upaya membentuk watak positif peserta didik. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian pustaka (library reseach). Sumber primer untuk menggali nilai karakter Diponegoro ialah Babad Dipanegara (Diponegoro) yang diterjemahkan oleh Gunawan (et al), sedangkan sumber sekunder berupa buku-buku Peter Carey, buku sejarah, dan paper bertema Diponegoro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter Pangeran Diponegoro relevan dengan profil pelajar Pancasila, yaitu kebinekaan global, bergotong royong, kreatif, bernalar kritis, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia. Sedangkan pengintegrasian nilai karakter Pangeran Diponegoro dalam kurikulum dapat dilakukan dengan empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, serta implikasi pada sekolah, guru, orang tua, dan siswa.


Kebudayaan ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 9-24
Author(s):  
Danuh Tyas Pradipta ◽  
Kiki Rizky Soetisna Putri
Keyword(s):  

Kondisi medan seni rupa Indonesia pasca-bum seni rupa, nampaknya mempengaruhi pola perilaku para muda Bandung dalam memulai kariernya di medan seni rupa hari ini. Di tengah meredanya agresivitas pasar dan produktivitas produksi pameran-pameran tentang seniman muda Bandung yang diinisiasi kurator Bandung yang telah mapan, dorongan untuk mengusahakan karier dengan usaha sendiri muncul di kalangan para muda dalam medan seni rupa Bandung hari ini. Didukung pula oleh spirit kebersamaan, dorongan itu dilengkapi pula oleh pandangan bahwa seniman bukanlah satu-satuya pilihan karier dalam medan seni rupa. Maka diantara mereka bermunculan para kurator, manajer seni dan galeris muda. Membentuk kelompok atau bahkan ruang seni sendiri adalah jalan yang banyak dipilih. Melalui jalan tersebut, hari ini berbagai proyek seni dihasilkan para muda itu secara swakarsa, swadaya dan swakelola. Melalui berbagai proyek itulah kemudian mereka membangun jejaring dengan berbagai pihak dalam medan yang dianggap mampu mengangkat karier mereka. Paper ini bertujuan menjabarkan lebih jauh, aspek komunalisme dan berjejaring yang banyak menjadi modus utama para muda Bandung hari ini dalam memulai karier di medan seni rupa. Untuk membahas hal tersebut, paper ini berfokus pada aspek sosiologi seni. Dengan kerangka pembahasan tersebut, paper ini akan memanfaatkan konsep-konsep medan seni dari teori Pierre Bourdieu.


Kebudayaan ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 55-70
Author(s):  
Rahmat Muhidin ◽  
Ratu Wardarita

Memberi nama desa merupakan upaya manusia memelihara dan menyelaraskan diri dengan lingkungannya. Pemberian nama desa merupakan salah satu bagian dari penamaan rupa bumi yang berasal dari unsur daratan. Permasalahan penamaan desa menggunakan rupa bumi daratan di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan adalah: 1) Mengapa masyarakat Kabupaten Lahat dalam menamai suatu desa dihubungkan dengan pengalaman empiris yang dialami masyarakatnya? 2) Pola pikir apa saja yang melatarbelakangi masyarakat Kabupaten Lahat dalam proses pemberian nama desa di lingkungannya? Penelitian ini bertujuan menjabarkan faktor geografis dalam pemberian nama desa di Kabupaten Lahat berdasarkan suatu kajian toponimi daratan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data dengan teknik wawancara dan dengan menyebar kuesioner pada informan. Hasil kajian menunjukkan bahwa pemberian nama desa di Kabupaten Lahat mengacu pada sumber daya alam di daratan serta sumber daya maritim. Sumber daya untuk penamaan desa tersebut antara lain menggunakan kata: bandar, gunung; karang; keban; kota; lahat; lawang; muara; padang; pagar; pajar pasar; pulau; talang; tanjung; dan lubuk. Di samping itu, kata-kata yang bermakna harapan juga digunakan. Naming a village is one of human’s way to persevere and harmonize with their environment. Giving a name to a village is a part of toponyms, specifically mainland toponyms. The problems discussed in relation to toponyms practices in Lahat Regency, South Sumatera Province are: 1) Why do people of Lahat Regency usually drawing a relation to empirical experiences of the inhabitant in naming a village? 2) What are the thought processes undertaken in naming their villages? This study aims to describe geographical factors in naming villages in Lahat Regency based on a mainland toponym. This is a descriptive qualitative research. The data were collected through interview and questionnaires. The results show that the naming of villages in Lahat Regency refers to mainland and maritime nature resources. Words pertaining to resources that are used for naming villages are as follow: bandar, gunung; karang; keban, kota, lahat, lawang, muara, padang, pagar, pajar, pasar, pulau, talang, tanjung, and lubuk. In addition, it also uses words that mean hope.


Kebudayaan ◽  
2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 1-8
Author(s):  
Doli Witro ◽  
Mhd. Rasidin ◽  
Ravico
Keyword(s):  

Kemajuan teknologi dan perkembangan zaman membuat kedudukan petani di Indonesia semakin dikesampingkan. Ancaman hama, kurangnya perhatian pemerintah dan lemahnya daya saing harga di pasaran membuat kondisi semakin sulit. Dalam kondisi ini masyarakat Desa Koto Padang yang berprofesi sebagai petani tetap menggunakan dan mempertahankan tradisi membuat mpouk, membuat ncaih, dan na’a beneih untuk bertahan hidup sehingga terciptanya kearifan lokal. Berdasarkan objek, penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Penyajian data dilakukan secara naratif deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Desa Koto Padang Kecamatan Tanah Kampung Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi. Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bekerja sebagai petani. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan kearifan lokal yang ada di Desa Koto Padang (mpouk, ncaih, dan na’a beneih) sangat membantu masyarakat dalam menghadapi berbagai macam persoalan yang ada dalam bersawah. Maka perlu sekali kearifan lokal itu dijaga dan diterapkan secara terus menerus supaya tidak menghilang ataupun dilupakan oleh masyarakat.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document