Acquisition of Nationality by Birth on a Particular Territory or Establishment of Parentage: Global Trends Regarding Ius Sanguinis and Ius Soli

2018 ◽  
Vol 65 (3) ◽  
pp. 319-335 ◽  
Author(s):  
Gerard-René de Groot ◽  
Olivier Vonk
Keyword(s):  
2021 ◽  
Author(s):  
ASMA ANDRIA JAYA
Keyword(s):  

Kewarganegaraan adalah sebuah bentuk keanggotaan dalam sosial politik tertentu atau secara khusus yaitu negara, dengan membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik tersebut. Istilah kewarganegaraan memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan hubungan antara megara dan warga negara. Kewarganegaraan dapat juga diartikan dengan segala jenis hubungan suatu negara yang dapat mengakibatkan adanya kewajiban negara untuk melindungi orang yang bersangkutan.Asas kewarganegaraan ada 2 (dua), yaitu: asas kelahiran atau ius soli dan asas keturunan atau ius sanguinis. Selain asas-asas tersebut ada juga asas campuran, asas campuran adalah asas gabungan antara kelahiran atau ius soli dan asas keturunan atau ius sanguinis.Dalam status kewarganegaraan seseorang terjadi apabila asas kewarganegaraan diterapkan dengan tegas dalam suatu negara, dapat mengakibatkan status kewarganegaraan seseorang menjadi: apatride, bipatride, dan multipatride.Montesquieu juga menyatakan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan, ketiga cabang kekuasaan tersebut tidak boleh bertumpu pada satu organ, tetapi harus dipisahkan organ yang satu dengan organ yang lainnya. Menurut Bagir Manan wewenang adalah kekuasaan yang diberikan atau didapat berdasarkan hukum yang ekuivalen dengan authority. Dengan demikian, kekuasaan dapat diabatasi sesuai dengan fungsi dan dapat dikontrol baik secara internal oleh lembaga-lembaga lain yang sederajat, maupun secara eksternal oleh rakyat sebagai konstituen nyata yang diwakili oleh lembaga-lembaga negara.


2017 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 92
Author(s):  
Alamsyah ◽  
Dian Septiandani ◽  
Mukharom

<p>Perkawinan campuran dalam UU RI. No. 1 Tahun 1974 ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan. Undang- Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, menetapkan asas-asas kewarganegaraan universal, yaitu asas <em>Ius Sanguinis, Ius Soli </em>dan Campuran. Anak dari hasil perkawinan campuran mendapat hak untuk menentukan atau memilih kewarganegaraan. Hak tersebut diberikan jika telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan setelah berusia 18 tahun. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, spesifikasi penelitian deskriptif analitis, metode penentuan sampel menggunakan non-random sampling, metode pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang kemudian dianalisis secara Kualitatif. Berdasarkan Hasil Penelitian Tentang   Ha k   Waris   Anak   Yang   Lahir   Dari   Perkawinan   Campuran   Beda Kewarganegaraan,   hasil   dari   pembahasan   tersebut   yakni   :   anak   dari   hasil perkawinan beda kewarganegaraan mendapat hak untuk menentukan atau memilih kewarganegaraan. Hak tersebut diberikan jika telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan setelah berusia 18 Tahun.</p><p>Mixed marriages in Republic Act. No. 1 of 1974 is a marriage between two people in Indonesia are subject to different laws. Law No. 12 of 2006 on Citizenship Affairs, establishes the principles of universal citizenship, namely the principle of Ius Sanguinists, Ius Soli and Mixed. Children from mixed marriages result earned the right to determine or choose citizenship. The rights are granted if it meets the requirements set after a 18-year-old. The method used is normative, descriptive analytical research specification, method of sampling using non-random sampling, data  collection  method  using  secondary  data  covering  materials  primary  law and secondary law, which is then analyzed qualitative. Based on the Results of Research on Inheritance Rights of Children Born Of Mixed Marriage Beda Citizenship, the results of  this discussion are: children from different marriages have the right to determine the nationality or citizenship. The rights are granted if it meets the requirements set after the age of 18 years.</p>


2015 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 45 ◽  
Author(s):  
Ahmad Royani
Keyword(s):  

Perkawinan, merupakan pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Undang-undang memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan, demikian Pasal 26 Burgerlijk Wetboek. Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Pada umumnya perkawinan dianggap sebagai sesuatu yang suci dan karenanya setiap agama selalu menghubungkan kaedah-kaedah perkawinan dengan kedah-kaedah agama.      Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI, dipandang sebagai kemajuan positif sebab mengakomodasikan tuntutan jaman, terkait dengan mobilitas dan aktivitas “antar manusia antar negara”. Undang-undang tersebut merupakan solusi yang dianggap terbaik untuk memecahkan permasalahan yang rentan dan sensitif yaitu kewarganegaraan seseorang terkait dengan status kedudukan hukum anak hasil perkawinan campuran antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA). Di dalam Undang-Undang tersebut, menerapkan azas-azas kewarganegaraan universal, yaitu asas Ius Sanguinis, Ius Soli dan Campuran. Artinya, Si anak dapat memilih kewarganegaraan sendiri sesuai dengan apa yang terbaik bagi dirinya. Anak hasil perkawinan campuran hendaknya memanfaatkan ketentuan tersebut untuk melegalisasikan kewarganegaraan sesudah 18 tahun. Aparat yang menangani status kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran agar melaksanakan ketentuan Undang-Undang kewarganegaraan secara adil dan tidak diskriminatif.Keywords : Perkawinan


2021 ◽  

Birthright citizenship refers to the legal status of citizenship when acquired through birth to a citizen parent (ius sanguinis) or birth in the territory of a state (ius soli). This is how most people acquire citizenship, often unconditionally and automatically at birth. A minority across the globe acquire citizenship through naturalization. Historically ius soli predominated from the Early Modern period, when those born in the sovereign’s territory automatically became their subjects. Ius sanguinis arose following the French Revolution, reflecting the free citizen father’s right to pass citizenship on to his child. Both forms spread globally through imitation and colonization. All states now award citizenship by birth; most have a combination of the two forms. But the strength of provisions varies. All states have substantial ius sanguinis provision; fewer have strong ius soli. In both, acquisition may depend on certain restrictive conditions related to parental birthplace or residence, marital status, gender, religion, ethnicity, or race. Until recently citizenship has been studied more by lawyers than political scientists, and birthright citizenship has received less attention than naturalization. Studies have tended to focus on the citizenship laws and policies of a limited number of states, mainly in the Global North. Only recently have studies covering a greater number and diversity of countries begun to emerge. Comparative scholars have sought to identify and explain different patterns of birthright citizenship provision related to the strength of ius soli and ius sanguinis. These have been interpreted variously as alternative models reflecting different national conceptions of citizenship, as determined by civil or common law traditions, or as dependent on histories of emigration, immigration, and colonization. Contemporary changes have been understood as a function of domestic electoral politics, developments in international law, norm diffusion among states, or a range of contingent contextual factors. Scholars dispute whether diversity of citizenship regimes has been succeeded by convergence. More complex typologies and indices, including birthright citizenship, have emerged, along with increasing availability of data on citizenship around the world. The justification of birthright citizenship has been much debated. Birthright citizenship has been seen as an appropriate way of allocating democratic membership, providing intergenerational continuity of citizenry, reducing the incidence of statelessness, and integrating immigrants. But ius sanguinis has often been criticized as exclusive and illiberal. It is debated whether ius soli is better justified, or if all forms of birthright citizenship should be seen as conveying arbitrary privilege and contributing to global inequality.


2021 ◽  
Author(s):  
Putri Hasri Wahyuni S
Keyword(s):  

Kewarganegaraan seseorang diperoleh berdasarkan tempat kelahiran atau Ius Soli dan kewarganegaraan yang diperoleh berdasarkan hubungan darah atau Ius Sanguinis. Perbedaan asas Ius Soli dan Ius Sanguinis mengakibatkan munculnya kewarganegaraan ganda. Sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Selandia Baru, Swiss, Turki, Jamaika menganut kewarganegaraan ganda. Sampai saat ini, setidaknya terdapat 44 negara yang menerapkan kewarganegaraan ganda.


2018 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
Author(s):  
Rokilah Rokilah
Keyword(s):  

Dalam Pasal 28D ayat (4) UUD 1945, dengan tegas dinyatakan bahwa, Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”. Pada ketentuan tersebut tidak dinyatakan bahwa setiap orang juga berhak atas satu atau dua kewarganegaraan. Hal yang penting bagi UUD 1945 adalah tidak boleh terjadi keadaan apatride, sedangkan kemungkinan terjadinya bipatride, tidak diharuskan dan juga tidak dilarang. Hal yang penting bagi negara ialah bahwa warga negaranya itu memenuhi hak dan kewajiban sebagai warga negara. Sehingga jelas dan tegas hak dan kewajiban setiap warga negara dalam UUD 1945, hal inilah yang membedakan dengan orang asing. Keberadaan penelitian ini dimaksudkan untuk mencari jawaban terhadap  permasalahan: (a) Apakah asas kewarganegaraan yang dianut oleh Negara Indonesia?  (b) Bagaimana implikasi kewarganegaraan ganda bagi warga Negara Indonesia?. Untuk menemukan jawaban permasalahan tersebut ditempuh melalui metode Penelitian Hukum Normatif Empiris, yaitu penelitian yang memperhatikan bahwa hukum bekerja pada segi kaidah/norma/normwissenschaft yaitu perundang-undangan yang berkaitan dengan kewarganegaraan Republik Indonesia, yang tidak terlepas dari unsur sosial/empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)  Indonesia menganut asas kewarganegaraan, yaitu Ius soli, ius sanguinis, asas kewarganegaraan tunggal dan asas kewarganegaraan rangkap terbatas. (2) Hak dan kewajiban warga negara tercantum dalam UUD 1945, hal tersebut menimbulkan implikasi bahwa warga negara Indonesia yang memiliki status kewarganegaraan ganda juga mempunyai hak, kewajiban dan partisipasi dalam negara yang sama dengan warga negara asli Indonesia, asalkan mereka ketika berusia 18 tahun harus memilih kewarganegaraan Indonesia.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document