scholarly journals KEPASTIAN TAKSONOMI DAN SEBARAN BELANGKAS Tachypleus tridentatus Leach 1819 DI PERAIRAN BALIKPAPAN TIMUR

2018 ◽  
Vol 10 (3) ◽  
pp. 547-559
Author(s):  
. Erwyansyah ◽  
Yusli Wardiatno ◽  
Rahmat Kurnia ◽  
Nurlisa Alias Butet

ABSTRAKBelangkas Tachypleus tridentatus adalah salah satu hewan bentik laut yang menghuni perairan pesisir Balikpapan Timur. Informasi tentang populasi belangkas di lokasi masih terbatas, dan IUCN secara luas mengklasifikasikannya dalam kategori data deficient. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kepastian taksonomi secara genetik dan sebaran T. tridentatus di perairan pesisir Balikpapan Timur. Belangkas diperoleh menggunakan alat tangkap nelayan setempat (dogol - sejenis pukat dan jaring insang) di daerah Teritip dan Manggar, masing-masing pada jarak sekitar 1 dan 2 mil dari garis pantai. Pengambilan belangkas dilakukan mulai Januari hingga Maret 2018 pada fase bulan berbeda. Belangkas yang tertangkap dihitung dan dicatat lokasi penangkapannya serta diamati karakter morfologinya untuk analisis sebaran dan sebagian belangkas diambil darahnya untuk analisis kepastian taksonomi dengan menggunakan penanda gen CO1. Karakter morfologi utama berupa telson yang berbentuk segitiga dan duri kecil yang banyak terdapat pada ophisthosoma, secara genetis menunjukkan bahwa jenis yang dikumpulkan adalah T. tridentatus. Sebagian besar belangkas yang ditemukan di lokasi penelitian adalah belangkas dewasa yang menyebar secara acak, dengan lebar prosoma berkisar antara 22,5 hingga 30,5 cm untuk jantan dan 28,5 hingga 37,5 cm untuk betina. Jumlah belangkas terbanyak ditemukan di daerah Teritip dan berdasarkan fase bulan terjadi pada kuarter ketiga. Penelitian ini menguatkan kepastian adanya jenis T. tridentatus di lokasi penelitian dengan ciri yang mudah dikenali serta konektivitas pergerakan T. tridentatus ke lokasi lain di sekitar perairan Balikpapan Timur. ABSTRACTThe tri-spine horseshoe crab Tachypleus tridentatus is one of marine benthic animals inhabiting East Balikpapan coastal waters. Information on horseshoe crab population in the location is still limited and IUCN broadly classifies the crab in deficient data category. This study was aimed at elucidating the taxonomic certainty genetically and distribution of T. tridentatus in coastal waters of East Balikpapan. The crabs were collected by local gear of fisherman (dogol – a trawl like fishing-gear and gill net) in the Teritip and Manggar areas, each at a distance of 1 and 2 miles from coastline. Collecting takes place between January to March 2018 at different moon phases, location, number and morphological characters of the crabs was recorded and blood was taken from some individuals. Primary morphological characters in the form of triangular shape of telson and abundant tiny spines on ophisthosoma, genetically ascertained that the collected crab is T. tridentatus. Most of these crabs found was adult and randomly dispersed; with the width of prosoma ranged from 22.5 to 30.5 cm for males and 28.5 to 37.5 cm for females. The highest number of crab was found in the Teritip area and in the third quarter moon phase. This study reinforce the certainty of T. tridentatus in the study site with easily recognized morphological characters and the connectivity with other sites around Eastern Balikpapan waters.

Author(s):  
Maichel Arvan Pananggung ◽  
Ivor L. Labaro ◽  
Emil Reppie

ABSTRACT Mangrove crab (Scylla serrata) and swimming crab (Portunus pelagicus) are economically important marine commodities produced from the coastal waters of Sangihe Islands Regency. But those marine commodity products are usually only caught accidentally with a bottom gill net. There has been a special trap fishing gear for that resources, but not known well by local fishermen. Addition of squid oil extraction baits could increase the fishing power of mangrove crab and swimming crab traps. This research aims to study the effect of squid oil extract on traps bait to catch mangrove crab and swimming crab; and identify the types of biota captured. This research was done in coastal waters of Malise village, Tabukan Tengah District of Sangihe Islands Regency for 2 weeks September 2015; based on experimental method. Six unit traps were operated ten trips where three units of them used scad mackerel bait that injected with squid oil extract, and tree other units just used scad mackerel bait without extract; and the capture data were analyzed using t test. The catch was 142 individuals (135 mangrove crabs and 7 swimming crab); where 86 crabs was caught by scad mackerel bait with squid oil extract, and 56 crabs caught with bait without squid oil extract. The analysis showed that the use of squid oil extracts on trap baits increased the catch. Keywords: mangrove crab, swimming crab,trap baits, squid oil extract, Sangihe   ABSTRAK[1] Kepiting bakau (Scylla serrata) dan rajungan (Portunus pelagicus) merupakan komoditi hasil laut ekonomis penting yang dihasilkan dari perairan pantai Kabupaten Kepulauan Sangihe. Tetapi komoditi hasil laut tersebut biasanya hanya tertangkap tanpa sengaja (by catch) dengan jaring insang dasar. Sebenarnya telah ada alat tangkap bubu khusus untuk kepiting bakau dan rajungan, tetapi belum dikenal oleh nelayan lokal. Pemberian ekstrak minyak cumi pada umpan, diduga dapat meningkatkan kemampuan tangkap dari bubu kepiting bakau dan rajungan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh ekstrak minyak cumi pada umpan bubu terhadap hasil tangkapan kepiting bakau dan rajungan, dan mengidentifikasi jenis-jenis biota yang tertangkap. Penelitian ini dilakukan di perairan Malise Kecamatan Tabukan Tengah, Kabupaten Kepulauan Sangihe; selama 2 minggu pada bulan September 2015; yang didasarkan pada metode eksperimental. Enam unit bubu dioperasikan selama sepuluh trip untuk mengumpulkan data; di mana tiga unit menggunakan umpan ikan layang yang disuntikan ekstrak minyak cumi, dan tiga unit lainnya hanya menggunakan umpan ikan laying tanpa ekstrak; dan data dianalisis dengan uji t. Tangkapan total berjumlah 142 ekor (135 ekor kepiting bakau dan 7 ekor rajungan); di mana 86 ekor tertangkap dengan umpan layang yang diberi ekstrak minyak cumi, dan 56 ekor tertangkap dengan umpan tanpa ekstrak. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak minyak cumi pada umpan bubu, memberikan hasil tangkapan yang sangat berbeda dibandingkan dengan umpan tanpa ekstrak minyak cumi. Kata-kata kunci: kepiting bakau, rajungan, umpan bubu, ekstrak minyak cumi, Sangihe  


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document