Journal of Telecommunication, Electronics, and Control Engineering (JTECE)
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

7
(FIVE YEARS 7)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By LPPM Institut Teknologi Telkom Purwokerto

2654-8275

Author(s):  
Gunawan Wibisono

Sistem photovoltaic memerlukan sebuah metode untuk meningkatkan efisiensi konversinya. Salah satu metodenya adalah menggunakan maximum power point tracking (MPPT). Salah satu metode MPPT, adalah metode fractional short circuit current. Metode ini sediri dapat dioptimalkan lebih jauh menggunakan jaringan syaraf tiruan. Jaringan syaraf tiruan sendiri dapat dilatih menggunakan algoritma genetika. Dengan menggunakan algoritma genetika untuk melatih jaringan syaraf tiruan, didapatkan nilai mean square error (MSE) pelatihan berkisar antara  0,000690983- 0,003210547, dengan rata-rata sebesar 0,002499517.  Sedangkan error pengujian berada pada rentang 8,91%-13,21%.


Author(s):  
Risa Farrid Christianti

The implementation of the wireless sensor network (WSN), which is a part of the Internet of Things (IoT) technology, requires controlled power supply that can operate continuously and adaptively. With the solar cell power generation technology or photovoltaic (PV), it can provide a source of power supply for the WSN system in areas far from conventional electricity system services. But the implementation of conventional solar cells has a low efficiency, because it is strongly influenced by external factors, including the intensity of sunlight. The Maximum Power Point Tracker (MPPT) system is often used to overcome these problems. MPPT is able to optimize the performance of solar cells to produce the best efficiency, by maintaining the solar panel voltage at its optimum voltage (Vs = Vm), as well as maximizing the transfer of power from the solar panel to the battery. Because the power on the converter output is the result of multiplying Vb and Ib, while the battery voltage is assumed to be constant during the control cycle. In this study, the design and implementation of the WSN rationing system with sources of solar cells and MPPT control circuits were carried out. Microcontrol-based devices as a maximum power point regulator (MPP) of solar cells are implemented with adaptive methods. The results obtained are MPPT output voltage fluctuating between 3.28V to 9.27V for input voltage range of 3.4 to 9.67V.


Author(s):  
Bongga Arifwidodo

Abstrak- Pertukaran informasi tidak hanya sebatasteks dan gambar saja, tetapi kebutuhan terhadap informasi yangbersifat real time juga sangatlah dibutuhkan salah satunyaaplikasi video streaming. Hal tersebut tidak terlepas dari kualitasjaringan, maka dari itu dibutuhkan suatu jaringan handal yangmampu meminimalisir terjadinya penumpukan data dan packetloss tinggi yang disebabkan karena adanya kegagalan link padasuatu jaringan. Untuk membuat jaringan yang handal padapenelitian ini mengimplementasikan protokol Gateway LoadBalancing Protocol (GLBP). Protokol GLBP memiliki fitur loadbalancing yang merupakan prinsip penyeimbang beban paketyang akan dikirimkan dengan melalui router-router yang aktif.Sehingga apabila ada jalur yang terputus, diharapkan konektifitasdata masih tetap terjaga dengan adanya jalur alternatif. Padapenelitian ini dilakukan dengan menggunakan layanan videostreaming untuk mengetahui kinerja dari jaringan protokolGLBP. Parameter delay dari skenario 1, 2, dan 3 pada variasi720p berturut-turut 2.60 ms, 2.60 ms, dan 2.75 ms. Pada variasi1080p berturut-turut 1.68 ms, 1.68 ms, dan 1.76 ms. Hasiltersebut termasuk ke dalam kategori bagus menurut standarTIPHON ETSI TR 101 329. Parameter throughput dari skenario1, 2, dan 3 pada variasi 720p berturut-turut 2.11 Mbps, 2.11Mbps, dan 1.99 Mbps. Pada variasi 1080p berturut-turut 3.27Mbps, 3.27 ms, dan 3.10 Mbps. Parameter packet loss dariskenario 1, 2, dan 3 pada variasi 720p berturut-turut 0%, 0%, dan10.57%. Pada variasi 1080p berturut-turut 0%, 0%, dan 10.19%.Hasil dari skenario 1, 2 pada kedua variasi resolusi termasukkategori sangat bagus, sedangkan dari skenario 3 pada keduavariasi resolusi termasuk kategori sedang menurut standarTIPHON ETSI TR 101 329.


Author(s):  
Ossa Iqfirlia Zuherry
Keyword(s):  

Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 264 juta. Bertambahnya jumlah penduduk, maka bertambah pula pengguna jaringan telekomunikasi di Indonesia. Seiring dengan bertambahnya jumlah pengguna, maka pelayanan jaringan telekomunikasi juga perlu ditingkatkan. Indonesia sendiri sudah menerapkan beberapa teknologi telekomunikasi dan salah satunya adalah teknologi seluler. Pada teknologi seluler media yang digunakan adalah adalah udara berupa gelombang mikro yang biasa disebut microwave. Teknologi komunikasi radio gelombang mikro digunakan sebagai sarana transmisi antar Base Tranciever Station (BTS) atau Base System Control (BSC). Karena sinyal yang dipancarkan melalui medium udara, maka komunikasi ini rentan terhadap gangguan yang disebabkan oleh perubahan cuaca. Pada keadaan ini dapat diatasi dengan penggunaan passive repater back to back antenna, single reflector dan double flat reflector. Pada tugas akhir ini dilakukan perancangan jaringan microwave menggunakan repeater back to back dan double flat reflector dengan hoplink yang sama. Perancangan jaringan ini microwave dilakukan di Sulawesi Selatan dengan site xBantaeng terletak pada koordinat lintang selatan 05° 29° 07.04° S dan koordinat bujur timur 119° 51° 51.49° E. Sedangkan site xSinjai terletak di koordinat lintang selatan 5° 13° 19.23° S dan koordinat bujur timur 120° 4° 32.27° E, dan koordinat lintang selatan 5° 21° 21.08° S dan koordinat bujur timur 119° 56° 13.83° E digunakan xGunung Sari untuk penempatan repeater dan reflector. Perancangan ini menggunakan Pathloss 5.0. Nilai availability optimalnya bernilai diatas 99%. Untuk kasus pada Tugas Akhir ini baik penggunaan repeater back to back maupun double flat reflector sama-sama mendapatkan nilai optimal. 99,95755% untuk avilability repeater back to back dan 99,82100% untuk double flat reflector. Dengan kesimpulan penggunaan double flat reflector menghasilkan availability yang lebih baik.


Author(s):  
Kukuh Nugroho

Pengguna Internet yang semakin bertambah mengakibatkan meningkatnya kebutuhan penggunaan alamat IP. Saat  ini alokasi alamat IPv4 versi public sudah tidak bisa menampung kebutuhan pengguna Internet. IP versi 6 (IPv6) sebagai IP versi terbaru yang memiliki daya tampung yang lebih banyak dibandingkan dengan IP versi 4 (IPv4) dapat dijadikan sebagai solusi terhadap masalah berkurangnya atau menipisnya alokasi alamat IPv4 versi public. Perangkat yang sudah terpasang dalam jaringan dan menggunakan alamat IPv4 tidak secara langsung digantikan dengan alamat IPv6. Pada praktiknya, perangkat yang menggunakan IPv6 akan disandingkan dengan perangkat yang sudah menggunakan IPv4. Konsep penggunaan konsep pengalamatan yang berbeda akan menimbulkan masalah dari sisi konektifitas antar perangkat. Oleh karena itu diperlukan sebuah solusi agar jaringan yang sudah menggunakan IPv4 dapat terhubung dengan perangkat yang menggunakan IPv6. Pada penelitian ini akan digunakan salah satu metode dalam menghubungkan antara jaringan IPv4 dan IPv6 yaitu SIIT (Stateless IP/ICMP Translation). Parameter performansi yang dianalisa adalah throughput, packet loss dan delay. Konsep jaringan yang digunakan adalah client-server, dimana pada sisi server akan diaktifkan dua layanan untuk diuji yaitu transfer file dan video streaming.


Author(s):  
MUNTAQO ALFIN AMANAF

IT Telkom Purwokerto (ITTP) merupakan salah satu perguruan tinggi yang memanfaatkan jaringan WiFi untuk civitas akademiknya. Namun pada beberapa area masih terdapat pengguna yang mendapatkan kuat sinyal dengan kategori buruk. Dari jumlah access point (AP) existing sebanyak 15 AP masih terdapat area yang belum ter-cover jaringan WiFi dengan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil simulasi AP existing yang menunjukan nilai Receive Signal Level (RSL) pada lantai 2 dan lantai 3 sebesar -74 dBm dan -79 dBm dimana nilai RSL tersebut dikategorikan buruk sehingga perlu dilakukan optimasi penempatan access point pada gedung penelitian. Penelitian ini melakukan perhitungan coverage (cakupan wilayah) dengan metode COST 231 Multi wall model dan capacity (kapasitas pengguna) dengan metode OBQ untuk mendapatkan jumlah AP. Berdasarkan perhitungan, didapatkan jumlah AP sebanyak 26 AP dari perhitungan coverage dan 20 AP dari perhitungan capacity. Dari jumlah AP yang didapatkan kemudian disimulasikan menggunakan simulator RPSv5.4 dengan frekuensi 2,4 GHz dan model propagasi COST 231 Multiwall. Untuk mengetahui jumlah AP dan penempatan AP yang optimal maka dilakukan perbandingan 4 skenario penempatan dengan melihat hasil parameter RSL dan Signal Interference Ratio (SIR). Hasil yang didapat berdasarkan perhitungan, terdapat penambahan jumlah AP dari 15 AP menjadi 26 AP serta pergeseran letak AP agar seluruh area ter-cover dengan baik. Dari hasil RSL dan SIR pada simulasi optimasi, jumlah AP yang optimal yaitu 26 AP dengan posisi AP ditempatkan ditepi bagian depan dengan hasil RSL pada keseluruhan lantai sebesar -27,27 dBm dan SIR sebesar 4,05 dB.


Author(s):  
Winda Ekaliya Rinanda
Keyword(s):  

Di suatu daerah yang memiliki dataran tinggi seperti daerah Selawangi dan Pabuaran mempunyai banyaknya pegunungan dan bukit yang membuat terjadinya kegagalan informasi yang dikirimkan pada antar BTS, kegagalan tersebut diakibatkan terdapatnya gunung yang menjulang tinggi di antara site Selawangi ke site Pabuaran, gunung tersebut dinamakan penghalang (Obstacle) yang mengakibatkan sinyal informasi yang dikirimkan dari site Selawangi ke site Pabuaran mengalami tidak Line Of Sight (LOS). Untuk itu diperlukan penambahan antena pengulang yaitu (Repeater) untuk mengulang suatu sinyal radio dengan mengubah suatu pancaran radio tanpa sebuah aplikasi peralatan elektronik. Pada penelitian ini Repeater yang digunakan adalah back to back antenna karena jenis antena ini lebih baik untuk mengirimkan informasi yang diterima dan akan mendapatkan penguatan gain. Dari hasil pengujian rancangan dengan mengunakan software Pathloss 5.0, maka didapatkan hasil nilai dari kehandalan sistem yang tidak menggunakan passive Repeaterback to back yaitu availability dan outage time tidak muncul, dan dengan menggunakan passive Repeater hasil availability juga tidak muncul, Dapat disimpulkan hasil perancangan jaringan gelombang mikro menggunakan passive Repeater belum sukses karena hasil availability dan outage time tidak muncul dan membuat hasil availability tidak sesuai atau mendekati standar ITU-T-G821, oleh karena itu penulis akan mengkaji lebih lanjut dan menganalisa lebih lanjut, serta akan mengganti perangkat jika dibutuhkan.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document