Artikel ini mengeksplorasi hubungan antara ilmu Manthiq dan ilmu ushul fiqh. Objek yang dikaji adalah konsep al-qiyas yang dikemukakan oleh ilmu Manthiq dan ilmu ushul fiqh. Terdapat hubungan peredaan dan persamaan konsep al-qiyas. Persamaannya terjadi dalam enam hal, yaitu kesamaan bahasa, prinsip, proses menghasilkan, adanya penghubung (kaitan/had aushat, íllat), status kebenaran, dan kesamaan latar belakang perumus ilmu.Sedangkan perbedaannya terpusat pada empat hal, yaitu perbedaan dari segi tujuan, perbedaan cara kerja, perbedaan terminologi hubungan, dan perbedaan sumber.
Adapun faktor terjadinya persamaan ialah karena tiga hal, yaitu menggunakan bahasa yang sama yakni bahasa Arab, pengguna yang sama, yaitu sama-sama pemikir Muslim. Kemudian dikembangkan di kawasan yang sama, yaitu kawasan Islam (dawlah Islamiyyah). Sedangkan faktor terjadinya perbedaan tidak terlepas dari tiga hal, yaitu karakter ilmu yang berbeda, sumber yang berbeda, dan kegunaan yang berbeda.
Terjadinya integrasi di antara ilmu Manthiq dan ilmu Ushul Fiqh dalam bentuk klasifikasi al-qiyas kepada al-qiyas al-istinbathiy dan al-qiyas al-syar’iy. Dengan rumusan ini terintegrasilah makna al-qiyas dalam sebuah bangunan keilmuan Islam dalam rumpun ilmu-ilmu rasional (‘ulum al-‘aqliyyah). Upaya integrasi ini dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan ontologis, pendekatan epistemologis, dan pendekatan aksiologis, yaitu ilmu yang dikembangkan harus dijadikan sebagai media pengenalan Allah SWT, sebagai kata kunci dan membedakan ilmu-ilmu Islam dengan ilmu-ilmu Barat. Dalam ilmu Barat, aksiologi ilmu ialah untuk ilmu sendiri atau ilmu dikembangkan untuk ilmu sendiri (science for science). Sedangkan dalam Islam, ilmu dikembangkan agar manusia mampu mengenal Allah secara benar, sehingga merasa dalam pengawasan-Nya (tasawuf sunniy) atau bersatu dengan-Nya (tasawuf falsafiy) yang pada akhirnya mendapat keridhaan-Nya.