Aqlania
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

28
(FIVE YEARS 2)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten

2656-6605, 2087-8613

Aqlania ◽  
2020 ◽  
Vol 11 (1) ◽  
pp. 91
Author(s):  
Hasan Bhakti Nasution

Artikel ini mengeksplorasi hubungan antara ilmu Manthiq dan ilmu ushul fiqh. Objek yang dikaji adalah konsep al-qiyas yang dikemukakan oleh ilmu Manthiq dan ilmu ushul fiqh. Terdapat hubungan peredaan dan persamaan konsep al-qiyas. Persamaannya terjadi dalam enam hal, yaitu kesamaan bahasa, prinsip, proses menghasilkan, adanya penghubung (kaitan/had aushat, íllat), status kebenaran, dan kesamaan latar belakang perumus ilmu.Sedangkan perbedaannya terpusat pada empat  hal, yaitu perbedaan dari segi tujuan, perbedaan cara kerja, perbedaan terminologi hubungan, dan perbedaan sumber. Adapun faktor terjadinya persamaan ialah karena tiga hal, yaitu menggunakan bahasa yang sama yakni bahasa Arab, pengguna yang sama, yaitu sama-sama pemikir Muslim. Kemudian dikembangkan di kawasan yang sama, yaitu kawasan Islam (dawlah Islamiyyah). Sedangkan faktor terjadinya perbedaan tidak terlepas dari tiga hal, yaitu karakter ilmu yang berbeda, sumber yang berbeda, dan kegunaan yang berbeda. Terjadinya integrasi di antara ilmu Manthiq dan ilmu Ushul Fiqh dalam bentuk klasifikasi al-qiyas kepada al-qiyas al-istinbathiy dan al-qiyas al-syar’iy. Dengan rumusan ini terintegrasilah makna al-qiyas dalam sebuah bangunan keilmuan Islam dalam rumpun ilmu-ilmu rasional (‘ulum al-‘aqliyyah). Upaya integrasi ini dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan ontologis, pendekatan epistemologis, dan pendekatan aksiologis, yaitu ilmu yang dikembangkan harus dijadikan sebagai media pengenalan Allah SWT, sebagai kata kunci dan membedakan ilmu-ilmu Islam dengan ilmu-ilmu Barat. Dalam ilmu Barat, aksiologi ilmu ialah untuk ilmu sendiri atau ilmu dikembangkan untuk ilmu sendiri (science for science). Sedangkan dalam Islam, ilmu dikembangkan agar manusia mampu mengenal Allah secara benar, sehingga merasa dalam pengawasan-Nya (tasawuf sunniy) atau bersatu dengan-Nya (tasawuf falsafiy) yang pada akhirnya mendapat keridhaan-Nya.


Aqlania ◽  
2020 ◽  
Vol 11 (1) ◽  
pp. 74
Author(s):  
Mamnunah Mamnunah ◽  
Sufyan Sauri

Thomas Khun's famous thought is about the paradigm, in which Khun states that all knowledge possessed by a person must be based on a paradigm that is believed. If there is a new thing that cannot be solved by this paradigm, then it happens that Thomas Khun is called the scientific revolution. Thomas Khun's thoughts on the Ilmiyah Revolution have concepts and characteristics of thinking and new philosophical models that lead to new knowledge. It is in this phase that Thomas Kuhn calls it the historical phase of the birth of new knowledge, which starts with normal science, then anomalies and crises occur, after which a scientific revolution emerges as a form of birth of new knowledge. If examined more deeply, then Thomas Kuhn's thought has relevance to Islamic science, especially in the application of sources of Islamic laws, namely the application of ijma ', which is the paradigm that is possessed by Muslims in carrying out amaliyah and ubudiyah certainly based on the Qur'an and hadith , this is what Kuhn called normal science. However, when there are problems in daily life in matters of ubudiyah and amaliyah for Muslims who do not have texts or texts in the Koran and hadiths then from here anomaly and crisis will occur which will result in much debate among the scholars before obtaining a solution from the problems faced by Muslims, and then they do ijma 'which after the ijma results' have been obtained then there is the so-called scientific revolution, which reflects the shift of the paradigm of the Muslims from the old to the new paradigm, in the sense of where the Muslims in run amaliyah ubudiyah if there is no text or text in the alqu'an they will look for it in ijma 'ulama that has been done.


Aqlania ◽  
2019 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 112
Author(s):  
Syafiin Mansur

Artikel ini hendak mengeksplorasi perspektif kitab suci terhadap perbuatan korupsi. Kitab suci agama yang dimaksud adalah kitab suci yang dimiliki oleh agama yang resmi diakui oleh pemerintah Republik Indonesia. Kitab Suci Agama pun dengan tegas harus dihukum, baik dengan hukuman mati, hukuman potong tangan maupun dengan hukuman penjara dan ganti rugi sesuai dengan kadar yang dikorupsinya. Semua Kitab Suci Agama itu, memberikan solusi yang terbaik dan terindah supaya pemerintah dan penegak hukum dalam melakukan hukuman dengan sebenarnya dan Tuhan Yang Maha Kuasa telah memberikan landasan dan langkah untuk menyelesaikan korupsi atau pencuri, perampas dan perampog agar tidak terjadi di bangsa Indonesia yang Berketuhan Maha Esa.


Aqlania ◽  
2019 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 147
Author(s):  
Zenno Noeralamsyah

P This article aim to explore perspective of Fethulleh Gülen about knowledge. The idea that science and religion coalesce in the structure of the universe has been expressed by Western philosophers, that contributed to the almost complete separation of intellectual and scientific activities from religion. In this view of dualism, science and religion both find their apotheosis and its keeping religion and science separating by an unbridgeable chasm. The ontological argument of the idea of giving birth to materialism, which supposes that the nature of existence based on matter. Associated with this, Fethullah Gülen offers a new typical scientific approach that will fuse scientific knowledge and religious beliefs closely associated with spirituality, reconfigures modern understandings of science and faith to relieve the dichotomous presumption of the reason-revelation divide. He is deeply interested in the problematic of the relationship between religion and science, while he does not reject the modern scientific approach, neither does it deify it. The essence of the philosophical thought of Fethullah Gülen (who was otherwise known simply as Hoca Effendi) is that understanding the religious texts and the creeds of Islam should be performed using sufi interpretation and commentary by transmission, without denying current context. In Gülen’s view, religious belief and scientifical reason should be combined, for they are a single truth with two expressions. Therefore, the unification of physics and metaphysics in the nature of knowledge, fundamental concept of bridging science and spirituality, both traditional and modern influences in Gülen's treatment of science will be analyzed in this article, to examine what nature of knowledge is in accordance with Gülen's worldview.


Aqlania ◽  
2019 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 157
Author(s):  
Hafidz Taqiyuddin

artikel ini hendak mengeksplorasi tentang keadilan yang dikonsepkan oleh Islam dalam dalam berbagai keilmuan. Dalam Islam, selain dikenal adanya kewajiban, terdapat pula apa yang dinamakan dengan hak. Terkait dengan hak tersebut, tentu tidak dapat dilepaskan dari apa yang disebut dengan keadilan atau rasa adil. Keadilan yang terdapat dalam ajaran Islam dikemukakan didoktrinkan oleh berbagai aspke keilmuan baik itu filsafat, akhlak, teologi maupun hukum. Penelitian ini membahas secara khusus mengenai hubungan antara hak dan keadilan yang dikonsepkan dan diajarkan dalam Islam. Hasilnya, bahwa dalam Islam pemberian dan ketentuan hak seseorang ataupun kelompok tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan prinsip penting yakni keadilan.


Aqlania ◽  
2019 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 97
Author(s):  
Salim Rosyadi

Hermeneutika Fenomenologi hadir sebagai uapaya kritik atas hermeneutika yang metodis yang menjadikan realitas dipahami dengan kekakuan dan bersifat hitam-putih. Percangkokan Hermeneutika  dengan Fenomenologi itu dimulai ketika Hedegger membawa dirinya langsung kepada sebuah tataran ontologi mengenai jumlah tertentu untuk memulihkan pemahaman, yang tidak lagi menjadi model pengetahuan, melainkan lebih sebagai model ada. Dalam pemahaman Heidegger lingkaran hermeneutika fenomenologi itu ketika terjadinya dialog anatara dasein dengan dunia kebahasaan, yang mana asal mula tempat segala bentuk pikiran lainnya dapat muncul melalui kesatuan yang saling memuat secara timbal balik dari manusia (sebagai pengguna bahasa) dengan dunia. Suatu lingkaran Hermeneutika. Sehingga bagi Heidegger bahasa mengacu kepada pikiran kemudian dasein, di mana keduanya erat berdialektika.


Aqlania ◽  
2019 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 35
Author(s):  
Abdul Qodir

Paham Qadariyah lahir sebagai respon atas rekayasa sosial keagamaan yang dibangun di bawah hegemoni kekuasaan yang cenderung menindas dan tidak lagi berpihak kepada kepentingan rakyat kecil. Agama dipandang sebagai alat untuk memapankan sistem yang dibangun oleh kepentingan penguasa. Doktrin Qadariyah berlandaskan pada Q.S. al-Kahfi ayat 29, Q.S. surat Ali Imran ayat 165, Q.S. surat ar-Ra’d ayat 11 Dan Q.S. surat an-Nisa ayat 111, adalah manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Atas dasar tersebut, dijadikan sebagai bantahan terhadap kekuasaan yang menindas atas nama agama. Penulis akui, memang antara pembahasan mengenai theology Qadariyah dan aspek pendidikan tidaklah berhubungan secara erat, bahkan tidak berhubungan sama sekali. Namun dalam hal ini, Qadariyah dijadikan penulis hanya sebatas tempat pengambilan i’tibar dan prinsip mengenai upaya dan kerja keras manusia dalam meraih sesuatu. Dalam konteks capaian pendidikan, berdasarkan pendekatan prinsip Qadariyah yang menekankan adanya kebebasan berkehendak dalam diri manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatannya, maka capaian pendidikan tersebut ditentukan oleh sejauh mana manusia melakukan usaha dan kerja keras dalam kegiatan pembelajaran untuk memperoleh pengetahuan. Dengan demikian, capaian pendidikan melalui pendekatan prinsip teologi qadariyuah dengan tegas membantah adanya istilah “ilmu laduni” sebagai ilmu yang dianggap pemberian langsung dari Tuhan, tanpa melakukan proses pembelajaran dan proses pemikiran. Tetapi ilmu laduni dipahami sebagai ilmu yang diperoleh dengan tetap melalui proses belajar (mendengarkan.melihat) namun hal tersebut tidak disadarinya sebagai proses belajar. Jadi pada prinsipnya penulis memandang bahwa ilmu sebagai capaian pendidikan yang meliputi tiga ranah (kognitif, afektif, dan psikomotor) tidak terlepas dari proses belajar dan usaha keras.


Aqlania ◽  
2019 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Abdullah Jarir

Gerakan Ikhwanul Muslimin yang didirikan di Mesir tahun 1928 oleh Hassan Al-Banna dipersepsikan oleh sebagian penulis barat sebagai gerakan yang mengusung politik fundamentalisme Islam, yaitu sebuah gerakan yang menegaskan kembali kewajiban mendirikan Negara Islam serta penolakan terhadap pengaruh budaya, politik, dan ekonomi barat. Ikhwanul Muslimin juga dinilai telah melakukan politisasi agama, sangat agresif terhadap non Islam sekaligus umat Islam yang mengadopsi gaya hidup barat., melakukan praktek kekerasan dalam melaksanakan tuuan-tujuan politiknya, mengkafirkan para penguasa, dan melakukan praktek dinas rahasia dalam mencapai tujuan-tujuan politiknya. Persepsi politik fundamentalisme Ikhwanul Muslimin semakin diperkuat lagi dengan sebuah tindakan nyata, yaitu aksi penggulingan terhadap kekuasaan Monarki Mesir Pro Inggris tahun 1952. Tak cukup sampai di situ, Ikhwanul Muslimin juga pernah mengirim relawan jihad ke bumi Palestina tahun 1947 untuk membantu perjuangan rakyat Palestina melawan zionisme Yahudi. Cap fundamentalisme juga sempat dialamatkan oleh rezim Gamal Abdul Nasser yang berkuasa saat itu sehingga ia memasukan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi terlarang, bahkan para pemimpinnya dipenjarakan, disiksa, dan dieskekusi mati.


Aqlania ◽  
2019 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 47
Author(s):  
Syafiin Mansur

filsafat qurani merupakan pemikiran mendalam yang dilandasai Al-Qur’an yang menggambarkan manusia, baik secara bentuk  atau model kejadian seperti Adam tanpa Bapak dan Ibu, Hawa tanpa Ibu tetapi ada Bapak, Isa ada Ibu tanpa ada Bapak dan Muhammad ada Bapak dan Ibu, sama seperti kita semua yang tercipta ada  Bapak dan Ada Ibu melalui pernikahan yang syah. Kemudian manusia disebut dengan sebutan yang indah adalah an-Nas adalah makhluk sosial, al-Insan adalah makhluk bermoral, al-Basyar adalah makhluk biologis, al-Abdu adalah makhluk religious dan Bani Adam adalah makhluk historis.


Aqlania ◽  
2019 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 85
Author(s):  
Muhammad Alif

artikel ini mencoba mengeksplorasi doktrin atau pemikiran al-Mâturîdiy dan pengaruhnya terhadap paham paham Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah. Maturidiyyah merupakan aliran rasionalis yang mewakili Ahlus-Sunnah wal Jama’ah. Meski demikian, rasionalitas mereka tidak menjadikan mereka berlebihan dalam menggunakan akal, sebab wahyu dalam pandangan mereka mempunyai otoritas yang tidak kecil dalam pemikiran-pemikiran teologis mereka. Ada beberapa faktor yang memberikan dampak kepada pengaruh al-Mâturîdiy tidak melebihi luasnya paham Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah ketimbang al-Asy'ariy, antara lain adalah faktor geografis, faktor etos moral dalam bermazhab dan faktor politik.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document