ADHKI: Journal of Islamic Family Law
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

18
(FIVE YEARS 9)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Asosiasi Dosen Hukum Keluarga Islam (ADHKI) Indonesia

2715-050x

2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 137-148
Author(s):  
Nusri Taroreh Nusri ◽  
Ahmad Rajafi

Persepsi muslimah yang menjabat sebagai pimpinan ormas Islam di Kota Manado seperti Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), Aisyiah, Wanita Serikat Islam, Fatayat NU, dan Kerukunan Wanita Islam (KWI) tetang poligami adalah fokus dalam penelitian ini, mengingat Kota Manado adalah wilayah muslim minoritas di Indonesia. Hasilnya adalah, bahwa semua pimpinan sepakat bahwa poligami adalah salah satu ajaran agama Islam yang tertuang di dalam al-Qur'an, namun implementasinya di era ini yang perlu ditelaah keabsahannya. Hal ini mengingat bahwa poligami di era ini lebih didominasi oleh kehendak nafsu seksual semata yang menjurus pada kemudharatan dan bukan untuk jalan kemaslahatan. Oleh karenanya, mereka sepakat bahwa aturan hukum di Indonesia tentang perkawinan yang menegaskan monogami terbuka sebagai asas perkawinan sangat responsif, dan izin istri adalah jalan poligami yang sehat jika diinginkan.


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 125-136
Author(s):  
Muchamad Coirun Nizar ◽  
Ghofar Shidiq

The obscurity of the ideal age for a marriage in classical fiqh reference requires the existence of ijtihad among contemporary jurists to determine the ideal age limit for a marriage. The result of the ijtihad is the formulation of a Compilation of Islamic Law which among one of the articles discusses the minimum limit for someone who will hold a marriage (article 15 KHI) which is 21 years. Including the phenomenon that is rife in Indonesia is the rise of early marriage. Early marriage is defined as a marriage that takes place before maturity is reached both physically and psychologically. In an ideal setting, a marriage continues until death approaches one married couple as exemplified by Rasulullah SAW. But now, divorce occurs in many areas. Divorce occurs because of conflict between husband and wife, or the lack of compatibility between both husband and wife to continue the household. This article is the result of a research linking the occurrence of early marriage and divorce rates in Semarang. The object of this research is the decisions in PA Ambarawa ruling relating to divorce and marriage dispensation requests. In the end, the rise of cases of early marriage in Semarang Regency is due to the rise of free association between teenagers. The results of this study concluded that some divorce decisions in PA Ambarawa in 2014 occurred against the background of early marriage.


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 59-72
Author(s):  
Mahfudz Junaedi Mahfudz
Keyword(s):  

Lembaga perkawinan masih dipercaya sebagai proses awal dalam membentuk peradaban manusia, karena dengan perkawinan akan melahirkan generasi berkualitas dan beradab sehingga diperlukan kesiapan secara holistik. Namun demikian, proses terbentuknya perkawinan banyak dipengeruhi oleh faktor internal dan eksternal kondisi yang melingkupinya, terutama oleh ajaran dan keyakinan agama, sosio-kultural, kualitas sember daya manusia, lingkungan hidup, tata kelola pemerintahan dan kesenjangan wilayah sebagai kondisi objektif daerah. Wonosobo sebagai salah satu kota kabupaten di Jawa Tengah dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi dengan menempati posisi keempat dengan kisaran 11,32%. Tahun 2018 angka kemiskinan di Wonosobo pada kisaran  17, 58 %. Bonus demografi dengan indikator kualitas manusia pada setiap tahapan umur dalam tumbuh kembangnya dipengaruhi oleh ekonomi, pendidikan formal, pola asuh, kesehatan dan budaya. Dengan kondisi objektif semacam inilah, fenomena tingginya perkawinan usia muda di Wonosobo dengan motif dan latar belakangnya. Penelitian ini dengan fokus permasalah (1) bagaimana motif dan faktor yang mempengaruhi perkawinan usia muda, (2) bagaimana siklus kehidupan yang perlu dipersiapkan oleh keluarga muda, dan (3) mengapa perkawinaan usia muda masih tinggi di Wonosobo. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adaah field research dengan mendasarkan sumber data dan analisa data secara holistik dari lembaga-lembaga/instansi terkait, seperti data Bapeda, dinas PPKBPPPA (BKKBN), Kementerian Agama Kabupaten Wonosobo, Pengadilan Agama Wonosobo serta pihak-pihak terkait langsung maupun tidak langsung data kependudukan, maupun informan pelaku perkawinan usia muda. Hasil penelitian yang diharapkan adalah untuk mengetahui motif dan latar belakang perkawinan usia muda, sehingga ditemukan solusi dalam memberikan kebijakan, program dan sosialisasinya. Untuk memberikan informasi dan pentingnya mempersipakan penting dan strategi siklus kehidupan dalam 1000 hari pertama kehidupan, dan menemukan akar permasalahan masih tingginya perkawinan usia muda di Wonosobo. Sehingga diperlukan sinergitas semua stakeholder dalam mencarikan solusi dan alternatif pemecahannya


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 111-124
Author(s):  
Fatahuddin Aziz Siregar

setiap masyarakat adat mengatur cara peralihan harta dari pewaris kepada ahli waris, sebab terkait dengan kebutuhan primer dalam memenuhi hajat hidup, bahkan berhubungan juga dengan martabat suatu keluarga dalam komunitasadatnya. Sebagai masyarakat yang menghitung garis kekerabatan dari pihak laki-laki, maka menurut adat Batak di Tapanuli Selatan harta juga hanya diwariskaan kepada kerabat laki-laki terutama anak laki-laki yang dipandang sebagai penerusmarga dan kebanggaan keluarga. System ini menempatkan anak perempuan sebagai pihak yang kebutuhan hidupnya sepenuhnya menjadi tanggungan suaminya sehingga tidak berstatus sebagai ahli waris. Sekalipun demikian ada instrument lain yang memberi ruang bagi anak perempuan untuk turut menerima porsi bagian tertentu dari harta yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Anak perempuan bias menerima olong ate, pemberian kasih sayang yang mengandalhan kerelaan pihak anak laki-laki untuk melepas sebagian haknya agar anak perempuan dapat tersantuni. Saat ini olong ate mendapat pemaknaan baru, jika pada awalnya berhantung kepada keinginan baik anak laki-laki yang pada umumnya justru tidak menunjukkan kepedualiannya dan sama sekali tidak menyisakan sedikitpun harta, saat ini olonh ate menjadi suatu keharusan bagi anak laki-laki untuk memberi bagian yang layak kepada anak perempuan sekaipun tidak setara dengan bagian anak laki-laki.


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 73-91
Author(s):  
Muhamad Hasan Sebyar ◽  
A. Fakhruddin

Rapuhnya hubungan ayah atau keluarga ayah dengan anak gadis adalah salah satu sebab wali adhal. Menurut tokoh masyarakat putusan wali adhal itu membingungkan, karena mengabaikan wali nasab dalam pernikahan, di sisi lain putusan hakim mengizinkan wali adhal demi maslahat agar terhindar dari zina. Perkara wali adhol di Kabupaten Pasuruan pada tahun 2016 termasuk perkara yang sering terjadi hampir tiap bulan. Adanya perbedaan pandangan antara hakim dan tokoh masyarakat Kabupaten Pasuruan tentang wali adhal perlu dianalisis secara mendalam, agar dapat menjadi bahan pertimbangan tentang wali adhal guna mengurangi kasus wali adhal di Pasuruan. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris dan kualitatif deskriptif, data hasil wawancara dan dokumentasi dianalisis dengan teori pluralisme hukum. Hasil penelitian menjelaskan bahwa perkara wali adhal jika ditinjau dari teori pluralisme hukum akan muncul tiga dimensi yaitu pertama, jika seorang wali nasab tidak ada atau meninggal maka hakim dengan bukti yang ada berhak mengambilalih kekuasaan wali nasab dan memindahkannya kepada pihak yang berwenang. Kedua, jika wali nasab masih ada pernikahan itu harus dilaksanakan dengan persetujuan wali nasab. Ketika wali nasab enggan atau tidak hadir maka niat untuk menikah hendaknya dibatalkan. Ketiga, jika wali adhol masih ada, namun karena alasan yang tidak dibenarkan hukum enggan untuk menikahkan anaknya, maka hakim dapat mengizinkan wali adhal untuk menghindari zina dan mewujudkan keadilan bagi anak perempuan yang telah dikucilkan.


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 1-22
Author(s):  
Abdul Jalil Jalil ◽  
Kholisatun

Madura region with diverse cultural backgrounds which become its specialty always ignores the attention of researchers to uncover, as it has become unique on most of Madura Island, especially Pamekasan at the time of engagement, a man who has been engaged in carrying out the tradition of carrying out traditions in the form of metrae and nyalene. Metrae and nyalene are usually done by the community in the last 10 months of Ramadan, together with the obligation to issue zakat fitrah for Muslims and end before the Eid Al-Fitr prayers. The submission of pertra and salenan is usually done by the parents of the male fiance, but there is a small portion of the men who are engaged to visit the residence of the female fiance with petra and salenan. Petra and salenan in the form of rice or money worth the petra and the salenan, sometimes in the form of a piece of cloth, a set of clothes or enough money to buy clothes. The tradition of metrae and nyalene is carried out, because it is driven by the desire to help each other and help reduce the burden of the female fiancee, to strengthen the bond of friendship between the two, the love that is being knitted can be bound until the time to hold a marriage contract. By submitting petra and salenan mean to imply that engagement prepared forwarded. Metrae and nyalene both form, scope and motivation of the implementer are included in the 'urf saheeh , namely, customs that apply in the midst of society and do not conflict with the Qur'an and Hadith texts, do not violate religious principles, do not contradict with reason and human mind, does not eliminate prosperity and does not bring harm even, to carry out and preserve this tradition, including carrying out religious principles in the form of help to help


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 93-110
Author(s):  
Sudirman Hasan ◽  
Erfaniah Zuhriah Zuhriah

Kecamatan Singosari adalah salah satu wilayah di Kabupaten Malang yang mempunyai angka perceraian tertinggi nomor dua di Kabupaten Malang. Penyebab terbanyak kasus perceraian menurut data dari Pengadilan Agama Kabupaten Malang tahun 2015 adalah karena tidak harmonis lagi dan tidak tanggung jawab. Dari data tersebut, masyarakat kelurahan Candirenggo harus dibina dan didik dengan melakukan reformasi gaya berumah tangga bahwa tujuan berumah tangga selain membentuk keluarga bahagia, juga bertujuan lain, yaitu keluarga yang kekal. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi untuk memperoleh data berupa data primer dan data sekunder.  Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya berumah tangga masyarakat Kelurahan Candirenggo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang selama ini cukup variatif. Setidaknya ada tiga gaya berumah tangga. Pertama, keluarga terdidik, pasangan suami istri yang sama-sama berkarir. Tipe kedua adalah tipe keluarga yang menempatkan istri di rumah. Tipe ketiga adalah tipe bebas.  Kemudian perlu adanya reformasi gaya berumah tangga melalui model keluarga sakinah dalam mencegah perceraian di Kelurahan Candirenggo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang yang dilakukan dengan beberapa tahap.


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 23-37
Author(s):  
Siti Marlina ◽  
A. A. Miftah ◽  
Rahmi Hidayati ◽  
Dian Mustika

Marriage is anyone's right as long as the marriage is in accordance with the Shari'a, women who are no longer menstruating are called menopause and in this phase women experience various changes, with this change the groom is expected to understand the problematics of marrying menopause women for the sake of continuing family integrity, to give an idea to a bride, especially a man who wants to marry a menopausal woman (who is no longer reproducible), this study aims to find out the problems and motivations of marrying a menopausal woman (not to be reproduced) and to know the review of Law No. 1 of 1974 and Islamic Law concerning marrying women manouse, this research is a qualitative research with an empirical normative sociological approach by using the interview method, with the technical writer asking the spouse directly as a respondent and from the results of the interview the writer is the data. The results of this study can be concluded First Problematics marrying menopausal women are: not getting offspring, changes in intimate partner relationships. and social impact in the community Second Motivation to marry menopausal women as follows: because they really want to get married, earn a living, undergo worship, have friends in old age and friends.


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 39-57
Author(s):  
Imam Mahdi Mahdi

Pernikahan usia dini pada masyarakat suku Semendo, Muara Enim Sumatera Selatan  cukup Tinggi, bagi perempuan yang memegang status tunggu tubang, menurut hukum Negara dan agama dilarang. Data statistik tahun 2017 penduduk suku semendo yang terdiri dari 3 kecamatam berjumlah 41.261 jiwa dan 100% beragama Islam. Tunggu tubag adalah istilah adat untuk menyebutkan anak perempuan tertua dalam keluarga yang akan mewarisi harta kekayaan secara turun temurun dari nenek moyang mereka, memang harta tunggu tubang (harta tua) berupah rumah, sawah dan kebun tidak dibagi, menjadi hak penguasaan anak perempuan tertua. Hasil penelitian terjadinya pernikahan dini, dikarenakan beberapa faktor antara lain: orang tua wanita ingin lebih cepat mewariskan harta tunggu tubang, agar ada yang membantu dalam pekerjaan fisik pengurusan harta warisan, wanita yang memegang status tunggu tubang sengaja sekolahnya dibatasi hanya tamat SD/MI, karena kalau  sekolah cukup tinggi orang tuanya takut anaknya tidak akan mau mewarisi harta tunggu tubang seperti orang tua mereka. Oleh karena itu pada masyarakat suku Semendo masih berlaku kebiasaan untuk menjodohkan anak perempuan mereka. Uniknya pada masyarakat ini walaupun banyak perkawinan usia dini, jarang terjadi perceraian. Tulisan ini juga menunjukan bahwa praktik pernikahan usia dini yang dianggap akan banyak menimbulkan masalah seperti kekerasan, atau eksploitasi anak dan perempuan tidak terjadi.  orang tua yang menikahkan anaknya yang masih berusia muda khususnya yang berstatus tunggu tubang akan merasa terhormat. Penelitian ini menyarankan kepada Pemerinta untuk mengadakan intervensi agar regulasi perkawinan dan perlindungan anak dan perempuan dilaksanakan dengan melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat  


2019 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 57-74
Author(s):  
Siti Marlina Masputri

The background of the problem in this research is, in Jambi in the traditional wedding ceremony there is what is called adat money (Selemak Semanis), which is the traditional money given by men to women who will be married if the adat money is not fulfilled so it will not happen marriage. As for the purpose of this study, we want to know the position and legal consequences of giving customary money in Jambi Malay customary marriage, wanting to know the legal consequences of giving customary money in Jambi Malay customary marriage and want to know the Islamic legal review of giving customary money in Jambi Malay customary marriage in Jambi. The approach in this study is a qualitative normative sociological approach. In this study the authors used the type of field research (Field research), by conducting interviews with the local community, village heads, officials of the sharia ', traditional leaders, community leaders, religious scholars, and various parties needed information in writing this research. Based on the data obtained by the author in the field, after being reviewed and understood, the following research results are obtained, firstly that the position of giving customary money is a condition for the implementation of marriage and its nature is a mandatory gift from men to women and legal consequences. from giving customary money in Jambi Malay customary marriage depends on whether or not the man can fulfill the customary money which is determined by the female family, presumably able to fulfill the customary money then the marriage will be held and if the man is unable to fulfill the customary money then marriage and customary money will occur outside of the gift dowry. The two reviews of Islamic law on the giving of customary money do not violate the Qur'an and the Hadith, but there is a mistake in the community in determining the amount of customary money that is too high so that it is burdensome to the men.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document