scholarly journals Estimating the upper limit of prehistoric peak ground acceleration using an in situ, intact and vulnerable stalagmite from Plavecká priepast cave (Detrekői-zsomboly), Little Carpathians, Slovakia—first results

2017 ◽  
Vol 21 (5) ◽  
pp. 1111-1130 ◽  
Author(s):  
K. Gribovszki ◽  
K. Kovács ◽  
P. Mónus ◽  
G. Bokelmann ◽  
P. Konecny ◽  
...  
2007 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 21-33 ◽  
Author(s):  
Győző Szeidovitz ◽  
Gergely Surányi ◽  
Katalin Gribovszki ◽  
Zoltán Bus ◽  
Szabolcs Leél-Őssy ◽  
...  

2018 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 14
Author(s):  
Imam Trianggoro Saputro ◽  
Mohammad Aris

Sorong merupakan salah satu kota yang terletak di Provinsi Papua Barat. Daerah ini memiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap ancaman bahaya gempa bumi karena lokasinya terletak di antara pertemuan lempengan tektonik dan beberapa sesar aktif. Tingkat kerawanan terhadap gempa pada daerah ini cukup tinggi. Pada September 2016, BMKG mencatat bahwa terjadi gempa bumi dengan skala magnitudo sebesar 6,8 SR (Skala Ritcher) dengan kedalaman 10 meter dari permukaan laut dan berjarak 31 km arah timur laut kota Sorong. Gempa ini bersifat merusak. Akibat gempa ini, sebanyak 62 orang terluka dan 257 rumah rusak. Untuk itu diperlukan suatu analisis terhadap percepatan tanah puncak (Peak Ground Acceleration) terbaru sebagai langkah mitigasi yang nantinya dapat digunakan untuk perencanaan gedung tahan gempa.Pengumpulan data gempa pada peneltian ini yaitu data gempa yang terjadi sekitar kota Sorong pada rentang waktu 1900-2017. Data gempa yang diambil adalah yang berpotensi merusak struktur yaitu dengan magnitudo (Mw) ≥ 5 dengan radius gempa 500 km dari kota Sorong dan memiliki kedalaman antara 0 - 300 km. Setelah diperoleh data gempa maka dibuat peta sebaran gempa di wilayah kota Sorong. Percepatan tanah puncak dihitung berdasarkan fungsi atenuasi matuscha (1980) dan menggunakan pendekatan metode Gumbel.Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai percepatan tanah puncak (PGA) di wilayah kota Sorong pada periode ulang 2500 tahun atau menggunakan probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun umur rencana bangunan diperoleh sebesar 708.9520 cm/dt2 atau 0.7227 g. Apabila melihat peta gempa SNI 1726-2012 yang menggunakan probabilitas yang sama maka nilai percepatan tanah puncak (PGA) ketika gempa bumi berkisar antara 0.4 g - 0.6 g. Nilai ini mengalami peningkatan yang berarti tingkat resiko terhadap gempa bumi pada wilayah kota Sorong meningkat.


2001 ◽  
Vol 80 (3-4) ◽  
pp. 315-321 ◽  
Author(s):  
J.F. Cadorin ◽  
D. Jongmans ◽  
A. Plumier ◽  
T. Camelbeeck ◽  
S. Delaby ◽  
...  

AbstractTo provide quantitative information on the ground acceleration necessary to break speleothems, laboratory measurements on samples of stalagmite have been performed to study their failure in bending. Due to their high natural frequencies, speleothems can be considered as rigid bodies to seismic strong ground motion. Using this simple hypothesis and the determined mechanical properties (a minimum value of 0.4 MPa for the tensile failure stress has been considered), modelling indicates that horizontal acceleration ranging from 0.3 m/s2 to 100 m/s2 (0.03 to 10g) are necessary to break 35 broken speleothems of the Hotton cave for which the geometrical parameters have been determined. Thus, at the present time, a strong discrepancy exists between the peak accelerations observed during earthquakes and most of the calculated values necessary to break speleothems. One of the future research efforts will be to understand the reasons of the defined behaviour. It appears fundamental to perform measurements on in situ speleothems.


2015 ◽  
Vol 31 (3) ◽  
pp. 1813-1837 ◽  
Author(s):  
Jing Zhu ◽  
Davene Daley ◽  
Laurie G. Baise ◽  
Eric M. Thompson ◽  
David J. Wald ◽  
...  

We describe an approach to model liquefaction extent that focuses on identifying broadly available geospatial variables (e.g., derived from digital elevation models) and earthquake-specific parameters (e.g., peak ground acceleration, PGA). A key step is database development: We focus on the 1995 Kobe and 2010–2011 Christchurch earthquakes because the presence/absence of liquefaction has been mapped so that the database is unbiased with respect to the areal extent of liquefaction. We derive two liquefaction models with explanatory variables that include PGA, shear-wave velocity, compound topographic index, and a newly defined normalized distance parameter (distance to coast divided by the sum of distance to coast and distance to the basin inland edge). To check the portability/reliability of these models, we apply them to the 2010 Haiti earthquake. We conclude that these models provide first-order approximations of the extent of liquefaction, appropriate for use in rapid response, loss estimation, and simulations.


2021 ◽  
pp. 171
Author(s):  
Aditya Saifuddin ◽  
Enni Intan Pertiwi

Maluku Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang tercatat sebagai wilayah yang sering terjadi gempa karena terletak di pertemuan Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, Lempeng Mikro Halmahera, dan Lempeng Oceanic Laut Maluku. Selain itu Maluku Utara juga tercatat sebagai penyumbang besar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor pertambangan. Pemetaan zona resiko bencana gempabumi berdasarkan intensitas keaktifan gempa dapat digunakan sebagai inovasi teknologi guna mengetahui spesifikasi daerah yang memiliki resiko tinggi karena dalam penganalisisan ini memperhitungkan percepatan getaran tanah maksimum akibat gempa bumi yang diperoleh berdasarkan data gempabumi yang terjadi pada kurun waktu 2000-2020 dengan memperhatikan besarnya Magnitudo dan jarak Hiposenternya. Hasil penganalisisan Peak Ground Acceleration (PGA) ditampilkan dalam bentuk peta dan juga ditumpang susunkan dengan peta wilayah izin usaha tambang yang dikeluarkan oleh Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) sehingga hasil akhir diperoleh zona wilayah izin tamabang berdasarkan tingkat resiko bahaya gempabumi.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document