Abstracts 6th working symposium of the Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE), 2–3 February 2018, Fuengirola

2018 ◽  
Vol 40 (2) ◽  
pp. 488-508
2015 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 84 ◽  
Author(s):  
Bobby Presley ◽  
I. Setiabudi ◽  
Lestiono Lestiono ◽  
Ediyono Ediyono

Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan terkait infeksi yang banyak terjadi di Indonesia. Ketidaktepatan pemilihan terapi dapat mengakibatkan keluaran kesehatan yang tidak terduga dan memperpanjang lama perawatan. Apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan profesional memiliki perang penting dalam menjamin terapi obat yang optimal bagi penderita. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian layanan kefarmasian dalam mengurangi rata-rata lama perawatan pasien pneumonia komunitas rawat inap. Studi ini melibatkan 32 penderita pneumonia komunitas tanpa penyakit infeksi lain antara 18 Agustus – 31 Desember 2010. Pasien terbagi menjadi dua kelompok, kelompok uji dan kelompok kontrol, dengan metode simple random sampling. Kedua kelompok tersebut mendapat pelayanan kesehatan standar, namun kelompok uji mendapatkan layanan kefarmasian berupa identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi terapi berdasarkan Pharmaceutical Care Network Europe Classification dan pedoman terapi. Keluaran utama pada penelitian ini adalah rata-rata lama perawatan penderita. Semua penderita dimonitor hingga 31 Desember 2010. Efektivitas terapi (kelompok uji 76,19% dan kelompok kontrol 81,82%) dan biaya terapi ( kelompok uji 23,81% dan kelompok kontrol 18,18%) merupakan masalah terkait obat yang paling banyak ditemukan. Seftriakson dan siprofloksasin (28,21%) merupakan antibiotik yang paling banyak ditemukan tidak sesuai dengan pedoman terapi pneumonia komunitas. Perbedaan yang signifikan ditemukan antara rata-rata lama perawatan pasien kelompok uji (6 hari) dan kelompok kontrol (8 hari) (P< 0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian layanan kefarmasian dapat menurunkan secara signifikan rata-rata lama perawatan penderita pneumonia komunitas rawat inap.


2017 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 85-91
Author(s):  
Fauna Herawati ◽  
Ni Nyoman Yuni Astrini ◽  
I Made Agus Gelgel Wirasuta

Kolaborasi antar tenaga kesehatan diperlukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatankepada pasien. Kolaborasi antar tenaga kesehatan didefinisikan sebagai profesional tenaga kesehatandengan peran yang saling melengkapi dan kooperatif bekerja sama, berbagi tanggung jawab untukpemecahan masalah dan pengambilan keputusan untuk merumuskan dan melaksanakan rencanaperawatan pasien; demikian pula dalam kolaborasi dokter dan apoteker, diperlukan kesepahamantentang masalah terkait obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kesepahaman dokter-apoteker di klinik pada periode September-Oktober 2013. Penelitian ini menggunakan metodedeskriptif observasional dan dilakukan di salah satu apotek di Bali yang bekerja sama dengan dokterspesialis penyakit dalam. Sampel penelitian adalah resep dokter spesialis penyakit dalam untukpasien diabetes mellitus (DM) dan pengambilan resep dilakukan secara consecutive sampling. Jumlahsampel yang berhasil diperoleh berjumlah 102 lembar resep pasien diabetes melitus rawat jalanyang akan dianalisis melalui 3 tahap dengan menggunakan elemen medication therapy management(MTM), daftar periksa the Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) versi 6.2, dan kappa agreement.Hasil analisis menunjukkan tingkat kesepahaman (κ) sebesar 0,84. Kesepahaman antara dokterdan apoteker tentang masalah terkait obat sangat baik (95% sepaham); ketidaksepahaman terutamaterkait pertimbangan klinis penggunaan obat dan kepatuhan pasien, oleh karena itu apotekerperlu meningkatkan pengetahuan agar dapat berkontribusi dalam kolaborasi tersebut. Apotekerdalam kolaborasi interprofesional dapat berperan dalam pengaturan dosis, identifikasi efek samping,rekonsiliasi pengobatan, dan memberikan rekomendasi terapi berbasis bukti.


Author(s):  
Kannan O. Ahmed ◽  
Hiba F. Muddather ◽  
Bashir A. Yousef

Background: Clinical pharmacy services are an emerging specialty in Sudan. Many tools exist to document drug-related problems (DRP), such as the Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) classification. However, none has been attempted and published in Sudan. Objectives: The study aimed to identify the DRP and its characteristics in real hospital setting using non-modified version of PCNE. Method: Prospective study of clinical pharmacists' interventions during the routine care work of reviewing patients over a period from December 2020 to February 2021 at the wards of National Cancer Institute, University of Gezira, Sudan. Main outcome measure Using non-modified PCNE version 9.1 to identify the number, types, causes of the DRP, clinical pharmacists' interventions, acceptance, and outcomes. Results: Five minutes (range, 3-15 minutes) was the median time spent for evaluation and intervention by the clinical pharmacists, a total of 51 DRP were discovered among 40 patients with an average of 1.3 DRP per patient, an adverse drug event (possibly) occurring (29.4%) was the main problem, no or incomplete drug treatment (27.5%) was the main causes, above one-third of the clinical pharmacists' interventions were proposed to the prescriber, these interventions were accepted in 96% and fully implemented among 72.5% of the cases. At the end of the process, the majority of DRP (72.5%) were totally solved. Conclusion: Non-modified PCNE version 9.1 provides a suitable tool for the DRP process for Sudanese clinical pharmacists during routine work in the oncology setting. It hence can be considered as an optimal tool for further quality and policymaking.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document