scholarly journals Detection of hydrocarbon microseepage-induced anomalies by spectral enhancements of Landsat 7 ETM+ images in part of Assam–Arakan Fold Belt, India

2019 ◽  
Vol 9 (4) ◽  
pp. 2573-2582
Author(s):  
Santosh Garain ◽  
Debashis Mitra ◽  
Pranab Das
2020 ◽  
Author(s):  
Santosh Garain ◽  
Debashis Mitra ◽  
Pranab Das

Abstract Long term hydrocarbon microseepages create a reducing environment on the surface rocks and sediments, which induces an array of mineralogical alterations. Among these alterations, the reduction of ferric iron minerals to ferrous iron minerals and precipitation of clay and carbonates are significant. Several studies have been carried out to characterize these hydrocarbon induced rocks/sediments. Almost all these studies have been carried out for arid to semi-arid climatic regions. The present study attempts to characterize the geochemical properties of the hydrocarbon induced sediments in part of Assam-Arakan Fold Belt (AAFB), NE India characterized by heavy rainfall. Reflectance spectroscopy, X-ray diffraction (XRD), X-ray fluorescence (XRF) and inductively coupled plasma emission - mass spectrometry (ICP-MS) studies have been carried out on the sediments. The reflectance spectroscopy reveals that microseepage-induced sediments have higher clay content and lesser ferric iron mineral content. Geochemical indices also suggest that the hydrocarbon-affected sediments are relatively more altered than the unaffected ones. Studies of trace element patterns indicate that the hydrocarbon-induced sediments are enriched in average Be, V, Cu, Zn, Ga, Zr, and Mo and are depleted in Li, Cr, Co, Ni, Rb, Sr, Sc, and Y. The normalized rare earth element (REE) distribution patterns are the same for both the microseepage affected and unaffected sediments though the microseepage-induced sediments are slightly depleted in the REEs. The present study, thus, points out that the hydrocarbon microseepage-induced alterations are also evident in the high precipitation terrains though the alteration levels are less pronounced than that of the arid to semi-arid climatic regions due to abundant surface and groundwater which mobilize the minerals/elements from the microseepage system and tries to homogenize the compositions.


2017 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 2246-2252 ◽  
Author(s):  
Ajay Roy ◽  
◽  
Anjali Jivani ◽  
Bhuvan Parekh ◽  
◽  
...  

2018 ◽  
Vol 2 ◽  
pp. 105
Author(s):  
Rendra Pranata

<p>Ekosistem pesisir Kabupaten Pangandaran memiliki biodiversitas yang cukup tinggi, namun pasca-tsunami tahun 2006 terjadi penurunan kerapatan ekosistem mangrove akibat rusaknya daerah pesisir dan wilayah permukiman sepanjang 28 km. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi habitat bentik di kawasan intertidal seperti mangrove dan makrozoobentos, serta mengukur parameter kualitas air. Metode yang digunakan yaitu interpretasi citra Landsat 7 tahun 2017 dengan melakukan <em>masking</em> dan <em>supervised classification</em> untuk mengetahui daerah tutupan mangrove di Bulak Setra dan Batu Karas, kemudian dilakukan identifikasi mangrove dengan transek kuadran 10x10 meter sepanjang 50 meter ke arah laut pada 7 plot di Bulak Setra dan 14 plot di Batu Karas untuk validasi data citra satelit. Selain itu juga dilakukan pengukuran parameter kualitas air serta identifikasi makrozoobentos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mangrove di Bulak Setra didominasi oleh <em>Scyphiphora hydrophyllacea</em> dari 8 spesies lain yang ditemukan dengan Indeks Nilai Penting (INP) 94,41%, sedangkan di Batu Karas didominasi oleh <em>Avicennia alba</em> dari 8 spesies lain yang ditemukan dengan INP 157%. Nilai rata-rata parameter kualitas air di Bulak Setra dan Batu Karas berturut-turut yaitu suhu 30<sup>o</sup>C dan 29,41<sup>o</sup>C, salinitas 5,56 psu dan 27,23 psu, pH 7,48 dan 6,86 serta konsentrasi <em>Dissolved Oxygen</em> (DO) 5,2 dan 6,5 mg/L. Makrozoobentos didominasi oleh kelas <em>G</em><em>astropoda</em>. Faktor sosial ekonomi masyarakat juga disajikan sebagai informasi sumber daya manusia yang akan berperan menjadi komponen pembangunan pengelolaan pesisir. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi informasi awal dalam pengelolaan perencanaan wilayah pesisir di Bulak Setra dan Batu Karas.<strong></strong></p><p><strong>Kata kunci</strong>: bentik, intertidal, mangrove</p>


2018 ◽  
Vol 2 ◽  
pp. 47
Author(s):  
Hazman Hiwari
Keyword(s):  

<p>Pulau Batu Nusamanuk merupakan salah satu pulau kecil terluar yang berada di Kabupaten Tasikmalaya yang berbatasan dengan perairan Australia. Wilayah ini dapat dimanfaatan sebagai pembuatan lahan tambak lobster laut (<em>Panulirus</em> <em>spp</em>) karena bisa dianggap sebagai sumber penghasilan terbesar. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi seberapa besar potensi perairan sekitar pulau tersebut yang dapat digunakan sebagai lahan tambak lobster. Metode yang digunakan adalah dengan memanfaatkan citra Landsat-7 untuk mengestimasikan nilai konsentrasi Muatan Padatan Tersuspensi (MPT), klorofil-a, dan visualisasi nilai salinitas serta suhu perairan daerah tersebut. Hasil yang diperoleh dari penginderaan jauh ini diketahui nilai konsentrasi muatan padatan tersuspensi berkisar 4.286 - &lt;8.573 mg/L, klorofil berkisar 1.1140 - 2.2281 mg/L, salinitas sebesar 33,5 – 34 ppt, dan suhu sebesar 26 - 29°C sesuai dengan pengembangan maupun budidaya tambak lobster laut. Disamping itu, diharapkan riset ini dapat menjadi salah satu penggerak maupun penyokong terselenggaranya Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) di Indonesia.</p><p><strong>Kata kunci</strong>: Pulau Batu Nusamanuk, Pemanfaatan Lahan, Citra Landsat-7,<em> Panulirus spp</em></p>


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document