scholarly journals CHRONIC RHINITIS IN MIXED SHIH TZU DOG: A CASE REPORT

2021 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 267-280
Author(s):  
Rizki Pratiwi ◽  
Made Suma Antara ◽  
I Gusti Made Krisna Erawan

ABSTRACT Rhinitis merupakan radang selaput lendir hidung oleh proses inflamasi mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi maupun bukan dari reaksi alergi. Studi kasus bertujuan untuk mengetahui teknik diagnosis dan terapi yang tepat untuk kasus rhinitis. Pemeriksaan dilakukan terhadap seekor anjing peliharaan di Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Anjing datang dengan keluhan bersin-bersin, ditemukan adanya leleran dari hidung dan mata, dan epistaksis yang telah terjadi selama dua bulan. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya leleran mukopurulen dari hidung, leleran mukopurulen dari mata, frekuensi pernapasan meningkat hingga 68 kali/menit. Pemeriksaan penunjang dengan sinar Rontgen dilakukan untuk meneguhkan di bagian mana terjadi gangguan pada sistem respirasi anjing yaitu dengan hasil sistem respirasi anjing terlihat normal tanpa ada gangguan. Pada pemeriksaan hematologi ditemukan bahwa anjing kasus mengalami limfositosis (60%) dan monositosis (17%). Terapi yang diberikan yaitu antibiotik cefixime untuk mengobati kemungkinan adanya infeksi sekunder bakteri dengan dosis terapi 5-12,5 mg/kg BB dengan jumlah yang diberikan sebanyak 0,5 kapsul dua kali sehari, hemostatik lokal epinephrine untuk menghentikan epistaksis, antiinflamasi berupa meloxicam tablet untuk mengobati peradangan lokal yang terjadi pada hidung dengan dosis terapi 0,2 mg/kg BB dengan jumlah permberian sebanyak 0,25 tablet per oral satu kali sehari, serta tetes mata chloramphenicol untuk mengobati leleran mata/ocular discharge. Hasil pengobatan selama tujuh hari meunjukkan bahwa terapi yang diberikan membantu mengurangi gejala penyakit yaitu tidak adanya leleran yang keluar dari mata dan hidung, tidak terjadi epistaksis, dan frekuensi pernapasan kembali normal.

2021 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 316-326
Author(s):  
Utari Resky Taruklinggi ◽  
I Nyoman Suartha ◽  
I Gede Soma

Seekor kucing lokal betina bernama Calico berumur 1,5 tahun dengan bobot 2,5 kg diperiksa di Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Berdasarkan anamnesis, kucing menunjukan bersin-bersin dan mengeluarkan leleran hidung dari kedua lubang hidung sejak berumur tiga bulan. Pada pemeriksaan fisik menunjukkan terdapat bercak leleran hidung yang mengering pada kedua lubang hidung dan pemeriksaan sinar X menunjukkan adanya gambaran radiopaque pada rongga hidung. Pemeriksaan ulas leleran hidung berhasil diidentifikasi bakteri Klebsiella sp. dan Staphylococcus sp. Hasil pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan kucing kasus mengalami leukositosis dan limfositosis. Kucing didiagnosis menderita rhinitis infeksi bakteri dengan prognosis fausta dari rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan. Terapi yang diberikan pada kucing kasus terdiri dari antibiotik cefixime (sediaan 100 mg, dosis 10 mg/kg bobot badan (BB), diberikan per oral (PO) dua kali sehari selama 10 hari) antiinflamasi meloxicam (sediaan 7,5 mg, dosis 0,1 mg/kg BB, diberikan PO satu kali sehari selama empat hari) dan imunomodulator Echinacea purpurea (sejumlah 2 mL, diberikan PO satu kali sehari selama 10 hari). Hasil pengobatan selama 10 hari menunjukkan terjadi perubahan leleran hidung yang tadinya berupa purulen menjadi serous serta frekuensi bersin berkurang yang menandakan kucing mulai membaik.


2005 ◽  
Vol 57 (6) ◽  
pp. 748-750 ◽  
Author(s):  
J.L. Laus ◽  
J.P. Duque Ortiz ◽  
A.P.M. Carneiro ◽  
C.B.S. Lisbão

A two and a half-year-old female Persian cat was presented with a history of bilateral chronic ocular discharge. Epiphora bilateral mucous ocular discharge and a volume increase in bulbar conjunctiva on the dorsolateral quadrant of the right eye were noticed during routine ophthalmic examination. Ophthalmic examination and the aspiration cytology showed the presence of adipose tissue at the right eye dorsolateral quadrant indicating orbital fat prolapse.


2020 ◽  
Vol 9 (6) ◽  
pp. 1036-1047
Author(s):  
Dzikri Nurma'rifah Takariyanti ◽  
I Wayan Batan ◽  
I Gusti Made Krisna Erawan
Keyword(s):  

Rhinitis adalah peradangan pada selaput lendir hidung. Masalah ini umum dan sering terjadi pada kucing. Penyakit ini dapat timbul dari sejumlah gangguan intranasal atau sistemik. Seekor kucing lokal betina berumur satu tahun dengan bobot badan 2,2 kg diperiksa dengan keluhan adanya leleran pada hidung sebelah kiri dan sering bersin disertai dengan dahak dan bercak darah. Pemeriksaan klinis menunjukkan adanya pembengkakan limfonodus mandibularis sebelah kiri, ditemukan lubang pada langit-langit mulut (cleft palate). Auskultasi paru-paru normal terdengar bunyi vesikular. Pemeriksaan hematologi menunjukkan adanya trombositosis yang menunjukkan adanya peradangan. Hewan didiagnosis rhinitis dan ditangani dengan pemberian antibiotik cefadroxin monohidrat dua kali sehari dan bromhexine sebagai terapi simptomatis satu kali sehari secara per oral. Hari ketujuh setelah pengobatan kucing kasus sudah tidak bersin dan tidak ada leleran yang keluar dari hidung.


2020 ◽  
Vol 9 (6) ◽  
pp. 1024-1035
Author(s):  
Muhammad Rama Imam Saputra ◽  
I Nengah Wandia

Transmissible Venereal Tumor (TVT) adalah tumor pada anjing yang dapat menular melalui proses perkawinan. Pada kasus ini, seekor anjing kampung berumur tiga tahun dengan bobot 11 kg, berjenis kelamin betina mengalami abnormalitas pada alat kelaminnya. Berdasarkan anamnesis, tanda klinis dan hasil pengujian histopatologi, anjing kasus didiagnosis mengalami TVT. Penanganan kasus TVT dilakukan dengan menerapkan metode episiotomi. Anjing diinjeksi asam traneksamat satu jam sebelum dilakukan operasi dengan dosis 10-20 mg/kgBB yaitu sebanyak 2 mL. Premedikasi menggunakan atropin sulfat dengan dosis 0,02-0,04 mg/kgBB diberikan sebanyak 1 mL subkutan. Anastesi diberikan kombinasi xylazine dengan dosis 1-3 mg/kgBB diberikan sebanyak 1 mL dan ketamin dosis 10-15 mg/kgBB diberikan sebanyak 1,3 mL intramuskuler. Episiotomi dilakukan dengan melakukan insisi pada vagina dan perineum untuk memperlebar bagian vagina sehingga memudahkan pengangkatan masa tumor. Dilanjutkan dengan penutupan daerah insisi menggunakan benang chromic catgut ukuran 3,0 dengan metode jahitan simple interrupted suture, dan diikuti dengan jahitan subcuticular untuk daerah dermis dan jahitan terakhir yaitu menggunakan benang jahit silk ukuran 2,0 dengan metode jahitan terputus. Perawatan pascaoperasi menggunakan antibiotik amoxicillin dengan dosis 10-20 mg/kgBB yang diberikan sebanyak 1/3 tablet dan analgetik asam mefenamat dengan dosis 10-30 mg/kgBB yang diberikan sebanyak 1/5 tablet secara per oral selama lima hari. Anjing diberikan obat kemoterapi vincristin sulfat dengan dosis 0,025 mg/kgBB dan diberikan sebanyak 0,27 mL secara intravena pada hari ke-4 pascaoperasi. Vincristin sulfat diberikan dua kali dengan interval satu minggu. Hasil penanganan mendapatkan hasil yang baik, perdarahan berhenti pada hari ke-2 pascaoperasi, luka insisi mengering pada hari ke-7.


2020 ◽  
Author(s):  
Biniam Ewnte

Abstract Background: Primary small intestinal volvulus is one of the common causes of intestinal obstruction in various localities of the developing world. Although operative intervention has been the usual mode of treatment; this case report depicts with meticulous follow-up & care, there is a possibility for relief of obstruction with non-operative management.Case presentation: This is a case report of a 20-year-old male patient presented with crampy abdominal pain and frequent bilious vomiting. Plain abdominal film showed multiple distended small bowel loops with air fluid level, consistent with small bowel obstruction. Ruling out other etiologies primary small bowel volvulus was entertained and naso-gastric tube inserted, patient catheterized and kept nil per oral. After 48 hours of admission all symptoms resolved the patient resumed feeding and was discharged home. Conclusions: The reported case shows evidence in which the pa­tient’s primary small bowel volvulus was relieved non-operatively with insertion of naso gastric tube keeping nil per oral.


2021 ◽  
Vol 12 ◽  
pp. 496
Author(s):  
Michal Ziga ◽  
Daniele Gianoli ◽  
Frederike Waldeck ◽  
Cyrill Dennler ◽  
Rainer Schlichtherle ◽  
...  

Background: While pyogenic spondylodiscitis due to Gram-positive aerobic bacteria and its treatment is well known, spondylodiscitis caused by anaerobic Gram-negative pathogen is rare. In particular, the spondylodiscitis caused by Veillonella species is an absolute rarity. Thus no established management recommendations exist. Case Description: A case report of a 79-year-old man with spondylodiscitis caused by Veillonella parvula with intramuscular abscess collection managed conservatively with stand-alone antibiotic therapy without a spinal stabilization procedure. A review of literature of all reported spondylodiscitis caused by Veillonella species was performed. After 3 week-intravenous therapy with the ceftriaxone in combination with the metronidazole followed by 3 weeks per oral therapy with amoxicillin/clavulanate, the complete recovery of the patient with the V. parvula infection was achieved. Conclusion: Treatment of the spondylodiscitis caused by Veillonella species should contain a beta-lactam with beta-lactamase inhibitor or third-generation cephalosporine. Six weeks of treatment seem to be sufficient for the complete recovery of the patient.


2021 ◽  
Vol 42 (1) ◽  
pp. 110-118
Author(s):  
Ju-Hyun Lee ◽  
Eun-Heui Jo ◽  
Ji-Eun Hong ◽  
Ji-Won Park ◽  
Min-Cheol Park

2021 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 326-337
Author(s):  
Mildawati Marzuki ◽  
I Wayan Wirata ◽  
I Gusti Agung Gde Putra Pemayun

Kista sebaseus adalah istilah yang menunjukkan kista subkutan yang terjadi karena obstruksi pembukaan duktus pilosebaceous. Sebasea diproduksi oleh kelenjar sebasea yang pada umumnya berhubungan dengan folikel rambut. Seekor anjing persilangan pomeranian berumur enam tahun, bobot badan 5,8 kg dan berjenis kelamin jantan diperiksa di Rumah Sakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan keluhan terdapat penonjolan pada bagian inter digitalis kaki kiri depan. Menurut hasil pemeriksaan histopatologi terhadap biopsi tumor tersebut yang dilakukan di Balai Besar Veteriner Denpasar, didiagnosis mengalami kista kelenjar sebasea. Kista ditangani dengan melakukan pembedahan (eksisi). Premedikasi yang diberikan berupa atropin sulfat 0,5 mL dan anestesi yang digunakan berupa ketamin 0,6 mL dan xylazin 0,3 mL. Insisi dilakukan pada bagian pangkal kista kemudian dilakukan preparasi untuk membuka bagian kulit dan eksisi jaringan kista secara menyeluruh, kemudian jaringan dipindahkan dan dilakukan penjahitan pada daerah sayatan. Anjing diberi antibiotik amoksisilin trihidrat 250 mg dua kali sehari 0,5 tablet secara per oral, selama tujuh hari dan asam mefenamat 500 mg dua kali sehari 0,5 tablet secara per oral, selama lima hari. Penanganan pascaoperasi pada kasus ini disarankan untuk membatasi gerak pasien, menjaga kebersihan luka, dan rutin melakukan pengecekan terhadap luka dengan mengganti perbannya.


2021 ◽  
Vol 48 (2) ◽  
pp. 96-98
Author(s):  
S.M. Abdullahi ◽  
H.W. Idris ◽  
S.M. Mado ◽  
A.H. Sadiku ◽  
A. Alfa ◽  
...  

Congenital chylous ascites (CCA) is a rare disease that results from the maldevelopment of the intra-abdominal lymphatic system. Due to the rarity of congenital chylous ascites and the lack of standards in diagnosis and therapy, this disease constitutes a medical challenge and individual therapy seems to be extremely important. A 3-month-old girl diagnosed with congenital chylous ascites. She was managed initially with nil per oral, parenteral nutrition, medium chain triglyceride (MCT) containing oil and abdominal paracentesis, followed by octreotide. Medium chain triglyceride formula, the main stay of management was discontinued with gradual reintroduction of breast feeds. This case was selected due to the rarity of CCA and the lack of standards in the diagnosis and therapy.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document