chromic catgut
Recently Published Documents


TOTAL DOCUMENTS

49
(FIVE YEARS 10)

H-INDEX

7
(FIVE YEARS 0)

Author(s):  
Shashikala H. Gowda ◽  
Rakshitha B.

Background: Episiotomy is a planned surgical incision made in perineum during childbirth. The type of suture material used for perineal repair following episiotomy will have effect on the intensiy of the pain experienced by mother. The objective of the present study is to determine the effects of rapide vicryl and catgut suture material on the amount of short term pain experienced by mother and to assess the amount of analgesia used following episiotomy suturing.Methods: Women with episiotomy cut was divided into two groups: group A consisted of episiotomy repair with catgut and group B with rapide vicryl. Following episiotomy pain will be assessed by visual analogue scale.Results: In KIMS hospital Bangalore - there was significant reduction in short term pain by vicryl rapide compared to chromic catgut and the need for analgesia.Conclusions: Vicryl rapide is effective in reducing the morbidity associated with episiotomy repair. There was significant reduction in short term pain and the need for analgesia, with decrease incidence of wound dehiscence. 


Author(s):  
Priyanka Singh ◽  
Monica Soni ◽  
Neetu Verma

Background: The aim of our study was to compare rapidly absorbing polyglactin 910 with chromic catgut as a suture material for episiotomy repair, in relation to post episiotomy complications and maternal morbidity.Methods: This prospective, randomized, comparative study of rapidly absorbing polyglactin 910 versus chromic catgut for episiotomy repair was conducted in the department of obstetrics and gynaecology, PBM hospital, associated with Sardar Patel medical college Bikaner, Rajasthan.Results: RAPG-910 was associated with significantly lesser analgesic dose requirement for pain relief than chromic catgut. Use of chromic catgut was associated with a higher incidence of hematoma formation, wound gaping, need of re-suturing of wound and need of re-admissions for management of post-episiotomy complications than RAPG-910 although, the difference was statistically insignificant. RAPG-910 was associated with better wound condition & healing as compared to chromic catgut.Conclusions:To conclude, rapidly absorbing polyglactin 910 was better than chromic catgut in relation to post episiotomy complications and maternal morbidity with a significantly lesser incidence and severity of post episiotomy pain, lesser dose of analgesia required, lesser wound gaping and infection, better wound healing, faster suture reabsorption.  


Author(s):  
Amilya Pradita ◽  
Abkar Raden ◽  
Farida Kartini

Objective: The purpose of this study was to compare the use of polyglactin 910 (vicryrapide) and chromic catgut to perineal pain and healing wounds on postpartum. Method: This research is true experiment with a randomized controlled trial (RCT) and single-blind. The number of respondents pad this study of 40 respondents were divided into 20 respondents to the intervention group (vicrylrapide) and 20 respondents for the control group (chromic catgut). Data analysis using independent t-test. Results: Statistical test results using independent t-test for pain showed p = 0.035 <0.05 and for wound healing showed p = 0.000 <0.05 of a second can mean the results are there differences in the use of threads polyglactin 910 (vicrylrapide) and chromic catgut thread to perineal pain and healing wounds in the mother postpartum perineum. Conclusion: The use rapidevicryl thread to repair perineal perineum or stitches can reduce perineal pain and healing wounds better than the use of the chromic catgut thread. Keywords: chromic catgut, pain,  polyglactin 910, rapide vicryl,  wound healing of the perineum.   Abstrak Tujuan: Untuk mengetahui perbandingan penggunaan polyglactin 910 (vicry rapide) dan chromic catgut terhadap nyeri dan penyembuhan luka perineum pada postpartum. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian true experiment dengan randomized controlled trial (RCT) dansingle blind.  Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 40 responden yang di bagi menjadi 20 responden untuk kelompok intervensi (vicryl rapide) dan 20 responden untuk kelompok kontrol (chromic catgut ).  Analisis data menggunakan independent t-test. Hasil: Uji statistik menggunakan independent t-test untuk nyeri didapatkan hasil p=0,035<0,05 dan untuk penyembuhan luka didapatkan hasil p=0,000<0,05 dari kedua hasil tersebut dapat diartikan ada perbedaan penggunaan benang polyglactin 910 (vicryl rapide) dan benang chromic catgutterhadapnyeri perineum dan penyembuhan luka perineum pada ibu postpartum. Kesimpulan: Penggunaan benang vicryl rapide untuk perbaikan perineum atau penjahitan luka perineum dapat mengurangi nyeri perineum dan penyembuhan luka yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan pada benang chromic catgut. Kata kunci:  chromic catgut, nyeri, penyembuhan luka perineum, polyglactin 910, vicryl rapide.


2021 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 281-292
Author(s):  
Lalu Rian Mahpuz ◽  
I Wayan Wirata ◽  
I Nengah Wandia

Fraktur tibia fibula adalah terputusnya kontinuitas pada tulang tibia fibula akibat pukulan langsung, jatuh dalam posisi plexi atau gerakan memuntir yang keras. Hewan kasus merupakan seekor anjing peranakan pomeranian berumur enam bulan, berjenis kelamin jantan diperiksa dan bobot badan 5,2 kg di Rumah Sakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan keluhan mengalami pincang pada kaki belakang kanan, secara tidak sengaja tertabrak motor saat melintas dijalan raya. Nafsu makan dan minum anjing kasus baik. Hasil pemeriksaan radiografi, anjing mengalami fraktur diafisis pada tibia fibula kanan jenis oblique dengan prognosis fausta. Anjing ditangani dengan fiksasi internal menggunakan wire atau kawat. Hewan diberikan premedikasi berupa atropine sulfat secara subkutan, dan kombinasi anestesi ketamin dan xylazin diberikan secara intravena. Selama operasi digunakan isofluran sebagai anestesi inhalasi untuk maintenance anestesi. Pembedahan dilakukan dengan insisi kulit dan subkutan pada bagian medial tibia fibula, kemudian menguakkan otot-otot muskulus fibularis longus dan musculus flexor digitorum medialis sehingga bagian patahan tulang terlihat. Selanjutnya, tulang direposisi pada kedudukan semula secara manual, dilakukan pemasangan wire pada patahan tulang. Pada daerah operasi dilakukan pembersihan menggunakan cairan NaCl kemudian ditetesi dengan antibiotik penisilin dan streptomisin 1%. Otot dan subkutan dijahit dengan pola sederhana menerus menggunakan chromic catgut 2/0, serta kulit dijahit dengan pola terputus menggunakan silk 2/0. Pasca operasi diberikan antibiotik amoxicillin, analgesik meloxicam, dan terapi supportif kalsium laktat. Dua minggu pasca operasi sudah terbentuk kalus pada bagian diaphisis tibia fibula yang patah dan anjing sudah bisa berjalan dengan baik.


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 146-157
Author(s):  
Irdha Eka Septhayuda ◽  
I Ketut Anom Dada ◽  
I Gusti Agung Gde Putra Pemayun

Hernia umbilikalis adalah cacat anatomis karena otot–otot di sekitar umbilkus tidak menyatu dan tetap terpisah sehingga bagian dari usus atau omentum masuk dari rongga perut ke kantong hernia. Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk meningkatkan keterampilan dalam mendiagnosis, penanganan dan pengobatan kasus hernia umbilikalis pada kucing. Seekor kucing persilangan persia berumur 14 bulan, dengan bobot 2,9 kg berjenis kelamin betina memiliki keluhan adanya benjolan lunak pada bagian perut bawah. Berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan radiografi bagian abdominal, kucing Kimi didiagnosis menderita hernia umbilikalis dengan prognosis fausta. Metode pengobatan yang dipilih adalah tindakan pembedahan. Sebelum dilakukan pembedahan, kucing kasus diberikan atropin sulfat sebagai premedikasi dan kombinasi ketamin dan xylazin sebagai anastesi. Pembedahan dilakukan dengan laparatomi yaitu tepat di atas dari cincin hernia. Selanjutnya mereposisi isi hernia dengan cara memasukkan omentum ke dalam rongga abdomen. Kemudian dilakukan penjahitan pada peritoneum dan subkutan menggunakan benang chromic catgut 3.0 serta di lanjutkan dengan jahitan kulit menggunakan benang silk 2.0. Pasca operasi diberikan antibiotik amoxicillin injeksi dengan dosis 10,3 mg/kg BB yang dilanjutkan dengan pemberian amoxicillin oral dengan dosis 51 mg/kg BB/hari serta pemberian asam tolfenamik sebagai analgesik dengan dosis 10 mg/hari dengan pemberian selama lima hari. Pada hari ke-10 pascaoperasi kucing dinyatakan sembuh dengan luka operasi yang sudah kering dan menyatu.


2020 ◽  
Vol 9 (6) ◽  
pp. 1024-1035
Author(s):  
Muhammad Rama Imam Saputra ◽  
I Nengah Wandia

Transmissible Venereal Tumor (TVT) adalah tumor pada anjing yang dapat menular melalui proses perkawinan. Pada kasus ini, seekor anjing kampung berumur tiga tahun dengan bobot 11 kg, berjenis kelamin betina mengalami abnormalitas pada alat kelaminnya. Berdasarkan anamnesis, tanda klinis dan hasil pengujian histopatologi, anjing kasus didiagnosis mengalami TVT. Penanganan kasus TVT dilakukan dengan menerapkan metode episiotomi. Anjing diinjeksi asam traneksamat satu jam sebelum dilakukan operasi dengan dosis 10-20 mg/kgBB yaitu sebanyak 2 mL. Premedikasi menggunakan atropin sulfat dengan dosis 0,02-0,04 mg/kgBB diberikan sebanyak 1 mL subkutan. Anastesi diberikan kombinasi xylazine dengan dosis 1-3 mg/kgBB diberikan sebanyak 1 mL dan ketamin dosis 10-15 mg/kgBB diberikan sebanyak 1,3 mL intramuskuler. Episiotomi dilakukan dengan melakukan insisi pada vagina dan perineum untuk memperlebar bagian vagina sehingga memudahkan pengangkatan masa tumor. Dilanjutkan dengan penutupan daerah insisi menggunakan benang chromic catgut ukuran 3,0 dengan metode jahitan simple interrupted suture, dan diikuti dengan jahitan subcuticular untuk daerah dermis dan jahitan terakhir yaitu menggunakan benang jahit silk ukuran 2,0 dengan metode jahitan terputus. Perawatan pascaoperasi menggunakan antibiotik amoxicillin dengan dosis 10-20 mg/kgBB yang diberikan sebanyak 1/3 tablet dan analgetik asam mefenamat dengan dosis 10-30 mg/kgBB yang diberikan sebanyak 1/5 tablet secara per oral selama lima hari. Anjing diberikan obat kemoterapi vincristin sulfat dengan dosis 0,025 mg/kgBB dan diberikan sebanyak 0,27 mL secara intravena pada hari ke-4 pascaoperasi. Vincristin sulfat diberikan dua kali dengan interval satu minggu. Hasil penanganan mendapatkan hasil yang baik, perdarahan berhenti pada hari ke-2 pascaoperasi, luka insisi mengering pada hari ke-7.


2020 ◽  
Vol 9 (5) ◽  
pp. 807-820
Author(s):  
Baiq Nia Rolyana Astrin ◽  
Anak Agung Gde Jaya Wardhita ◽  
I Wayan Gorda

Histiocytoma merupakan tumor jinak yang berasal dari petumbuhan abnormal dari histiosit. Seekor anjing lokal betina, berumur empat tahun dengan berat badan 13,5 kg diperiksa dengan keluhan adanya benjolan pada kulit leher dan perut disertai tukak. Secara fisik anjing teramati sehat dengan nafsu makan dan minum baik, defekasi dan urinasi normal. Diagnosis ditentukan dengan pengambilan biopsi jaringan tumor untuk pemeriksaan histopatologi. Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya sel-sel limfosit kecil/histiosit, homogen diselingi oleh jaringan stroma. Premedikasi diberikan atropine sulfate 1,6 mL secara subkutan. Kemudian dilakukan pemasangan intravena kateter untuk infus lactat ringer. Setelah 10 menit, hewan diberikan anestesi dengan menggunakan xylazin 1,3 mL dan ketamine 1,7 mL yang dicampur terlebih dahulu dan disuntikan secara intravena melalui selang infus. Operasi pengangkatan tumor dilakukan secara menyeluruh dengan melebihkan 2 cm jaringan sehat dari batas tumor, pada luka yang sudah diinsisi diirigasi dengan antibiotik penicillin streptomycin 1 mL yang sudah dicampur dengan NaCl 9 mL. Setelah itu dilakukan penutupan pada luka operasi dengan benang chromic catgut ukuran 3.0 pada bagian subkutan dengan metode jahitan menerus, dan pada kulit di jahit menggunakan pola jahitan simple interrupted menggunakan benang silk ukuran 3.0. Kemudian luka operasi dibersihkan lagi dengan penicillin streptomycin yang sudah dicampur dengan NaCl setelah itu ditutup dengan kassa steril dan diperban. Penanganan pasca-operasi hewan kasus diberikan antibiotik amoxicilin sebanyak 0,5 tablet dua kali sehari dan analgesik meloxicam sebanyak 0,3 tablet satu kali sehari. Hari ke-7 pasca operasi luka sudah mengering dan menyatu secara sempurna.


Author(s):  
B S Meena ◽  
Prerna Sharma ◽  
Parveen .

Background: Prevalence of the episiotomy varies around the world depending on whether it is used as a routine or a restricted procedure. The rates are still higher in developing countries, like ours, since the use of restricted episiotomy is not being practiced widely in primigravidas. Methods: In our randomized comparative study of 222 women who were admitted to the Department of Obstetrics and Gynaecology, SMS Medical College Jaipur, the enrolled women were divided into 2 groups. In Group-A: Vicrylrapide (polygalactin-910) suture material was used in 111 patients and in Group-B chromic catgut suture material was used in another 111 patients, for repair of episiotomies. Results: In our present study in vicryl rapide group at 24-48 hrs pain was present in 49.55% of patients, redness was found in 8.10% of patients, swelling was found in 3.60% patients and analgesic used by 72.97% of patients. In chromic group at 24-48 hrs pain was present in 69.36% of patients, redness was found in 21.62%, swelling was found in 7.20% and analgesic was used by 89.18% of patients. Conclusion: Our study recommends use of vicryl rapide for episiotomy repair in the care of parturient women. Keywords: Complication, Chromic Catgut, Vicryl Rapide, Episiotomy


Author(s):  
TJOKORDA GDE TIRTA NINDHIA ◽  
PUTU ASTAWA ◽  
TJOKORDA SARI NINDHIA ◽  
WAYAN SURATA I

Objective: The aim of the investigation is to evaluate and to compare the tensile strength of commercial natural and synthetic absorbable suturematerials currently used in surgery. The natural absorbable sutures of chromic catgut are prepared for this purpose as well as commercial syntheticabsorbable sutures made from polyglycolide.Methods: The analysis has been carried out following the standard test method for tensile strength and Young’s modulus of fiber ASTM C1557-03.Measuring the diameter of each suture has been carried out with an optical microscope to determine the accuracy of manufacturers’ data. Tensiletesting has been performed to evaluate the tensile strength of each type of sutures. The modulus elasticity and strain (ϵ) obtained are also presented.Results: The results show that sutures made from braided synthetic material of polyglycolide (violet coated) present a tensile strength remarkablysuperior (1070.292 MPa) to that of natural absorbable sutures of chromic catgut (392.276 MPa). Using optical macro microscope analysis,monofilament sutures present less surface irregularities than multifilament polyglycolide sutures. Chromic catgut monofilament sutures present lesssurface irregularities than multifilament polyglycolide.Conclusion: Tensile test of absorbable sutures was conducted in this research. Two types of absorbable sutures were investigated and compared. It isfound that sutures made from braided synthetic material of polyglycolide (violet coated) having much better tensile strength comparing with suturesmade from natural material (chromic catgut monofilament).


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document