scholarly journals PENGARUH TINGKAT KERAPATAN TANAMAN TERHADAP KERAGAAN DAUN, PERTUMBUHAN BIJI DAN DAYA BERKECAMBAH BENIH BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz)

2015 ◽  
Vol 3 (3) ◽  
Author(s):  
Anggi Anggrestyas Siwi ◽  
Muhammad Kamal ◽  
Sunyoto Sunyoto

Sorgum merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat yang cukup penting bagi penduduk dunia. Alternatif pengembangan sorgum yaitu dengan melakukan pola tanam tumpangsari dan dengan pengaturan kerapatan tanaman. Hasil penelitian Pithaloka (2014) menunjukkan bahwa sorgum yang ditanam monokultur dengan kerapatan tinggi (3-4 tanaman per lubang) menghasilkan produksi biji per satuan luas lahan lebih tinggi dibandingkan dengan kerapatan tanaman (1-2 tanaman per lubang). Tujuan dari penelitan ini adalah (1) Mengetahui tingkat kerapatan tanaman terbaik untuk keragaan daun, pertumbuhan biji dan daya berkecambah benih sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu; (2) Mengetahui pengaruh perbedaan varietas terhadap keragaan daun, pertumbuhan biji dan daya berkecambah benih sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubi kayu; (3) Mengetahui pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas terhadap keragaan daun, pertumbuhan biji, dan daya berkecambah benih sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubikayu. Perlakuan disusun secara faktorial (3X4) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh kerapatan tanaman terhadap keragaan daun, pertumbuhan biji dan daya berkecambah benih sorgum tergantung pada varietas. Pada kerapatan tanaman rendah (1 dan 2 tanaman per lubang) varietas Numbu memiliki jumlah biji/tanaman tertinggi dibandingkan dengan varietas Keller dan Wray, sementara pada daya berkecambah varietas Wray tertinggi dibandingkan dengan varietas Numbu dan Keller.

2015 ◽  
Vol 3 (3) ◽  
Author(s):  
C.G.E Sitorus ◽  
Sunyoto Sunyoto ◽  
Muhammad Syamsoel Hadi ◽  
Muhammad Kamal

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat kerapatan tanaman, perbedaan varietas, dan interaksi antara tingkat kerapatan tanaman dan varietas tanaman sorgum terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum yang ditumpangsarikan dengan ubi kayu. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaaan BPTP (Balai Pengkajian TeknologiPertanian) Natar, Lampung Selatan, pada bulan Agustus 2014 sampai November 2014. Perlakuan disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok, dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah varietas yang terdiri dari varietas Numbu, Keller dan Wray. Faktor kedua adalah kerapatanan tanaman yang terdiri dari kerapatan satu, sua, tiga, dan empat tanaman per lubang tanam. Petak percobaan pada penelitian ini berukuran 5 m x 4 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan tanaman mempengaruhi komponen pertumbuhan dan komponen hasil tanaman sorgum pada sistem tumpangsari dengan ubi kayu. Varietas tanaman sorgum berpengaruh pada beberapa komponen pertumbuhan tanaman sorgum dan secara nyata mempengaruhi hasil tanaman sorgum. Varietas Numbu memberikan hasil yang terbaik bila dibandingkan dengan Varietas Keller dan Wray. Kombinasi antara varietas dan kerapatan tanaman berpengaruh terhadap komponen pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum. Penggunaan Varietas Numbu dengan kerapatan 2 tanaman/ lubang menunjukkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibanding dengan kedua lainnya, dan penggunaan Varietas Keller dengan kerapatan 1 tanaman/ lubang menunjukkan bobot berangkasan tertinggi (410 gram per tamanan) dibandingkan yang lainnya.


2014 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
Author(s):  
Anggita Rahmawati ◽  
Muhammad Muhammad Kamal ◽  
Sunyoto Sunyoto

Sorgum (Sorghum bicolor [L]. Moench) adalah tanaman serealia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Sistem tumpangsari sorgum dan ubi kayu merupakan cara untuk mengoptimalisasi penggunaan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi tanaman sorgum yang ditanam secara tumpangsari dan monokultur dengan ubi kayu dan mengetahui pengaruh genotipe pada pertumbuhan dan produksi tanaman sorgum yang ditumpangsarikan dengan ubi kayu. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan BPTP Lampung di Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian dilaksanakan pada November 2012 sampai April 2013. Dalam penelitian ini adalah lima genotipe sorgum yang digunakan yaitu Batan S3, Batan S12, Keller, Wray dan Numbu. Varietas ubi kayu yang digunakan adalah varietas Kasetsat. Perlakuan disusun secara faktorial dengan rancangan petak terbagi dalam rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS) dengan tiga kali ulangan. Data dianalisis dengan sidik ragam dan perbedaan nilai tengah perlakuan dengan uji BNJ pada taraf 5%. Petak utama adalah pola pertanaman sorgum dan anak petak adalah 5 genotipe sorgum. Dengan demikian jumlah petak dalam percobaan adalah 30 petak percobaan. Pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum yang ditanam secara monokultur lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum yang ditanama secara tumpangsari. Berdasarkan berat biji per malai perbedaan hasil tanaman sorgum pola tanam tumpangsari (30,74 g) dan monokultur (37,26 g) adalah 17,5%. Berdasarkan rata-rata bobot biji per malai dan jumlah biji permalai hasil tanaman sorgum genotipe yang paling baik jika ditanam secara pola pertanaman tumpangsari dan monokultur secara berurutan, yaitu Numbu, Batan S3, Batan S12, Wray dan Keller dengan bobot biji per malai masing-masing genotipe yaitu 58,41 g, 36,04 g, 32,97 g, 21,04 g dan 21,53 g.


2015 ◽  
Vol 3 (3) ◽  
Author(s):  
Apri Ariyanto ◽  
Muhammad Syamsoel Hadi ◽  
Muhammad Kamal

Tumpangsari tanaman sorgum dengan tanaman ubi kayu merupakan usaha pemanfaatan ruang kosong pada tanaman ubi kayu untuk meningkatkan penggunaan lahan. Persaingan cahaya matahari antartanaman yang ditumpangsarikan merupakan permasalahan dalam sistem ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola intersepsi cahaya matahari tiga varietas sorgum pada tingkat kerapatan tanaman berbeda pada sistem tumpangsari dengan ubi kayu. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dari bulan Agustus sampai November 2014. Percobaan disusun secara faktorial (4x3) dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah kerapatan tanaman (p), dan faktor kedua adalah varietas sorgum (g). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kerapatan empat tanaman perlubang tanam memiliki persentase intersepsi cahaya matahari tertinggi, (2) intersepsi cahaya matahari ketiga varietas sorgum menunjukkan pola yang relatif sama pada berbagai umur pengamatan (3) interaksi antara varietas dengan kerapatan tanaman memberikan perbedaan intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum pada tumpangsari dengan ubi kayu pada umur 5 dan 7 mst dan (4) persentase intersepsi cahaya matahari tanaman sorgum nyata berkorelasi negatif dengan jumlah biji per malai, bobot biji per malai, bobot biji per m 2, bobot 100 butir, dan bobot brangkasan kering.


2008 ◽  
Vol 43 (3) ◽  
pp. 327-332 ◽  
Author(s):  
Auro Akio Otsubo ◽  
Fábio Martins Mercante ◽  
Rogério Ferreira da Silva ◽  
Clovis Daniel Borges

O objetivo deste trabalho foi avaliar os efeitos do uso de plantas de cobertura e de sistemas de preparo do solo, no desenvolvimento e na produtividade da cultura da mandioca (Manihot esculenta Crantz). O trabalho foi conduzido em Argissolo Vermelho, sob sistema convencional de preparo do solo, e em cultivo mínimo sobre palhada de mucuna-cinza (Stizolobium cinereum Piper & Tracy), sorgo granífero [Sorghum bicolor (L.) Moench] e milheto [Pennisetum americanum (L.) K. Schum.]. Aos dezoito meses após o plantio da mandioca, foram avaliados: altura de plantas, produção de massa de matéria seca da parte aérea, número de raízes tuberosas, produtividade, percentagem de matéria seca e de amido nas raízes tuberosas e índice de colheita. Observou-se que o sistema convencional de preparo do solo pode ser substituído, na cultura da mandioca, pela prática do cultivo mínimo, associada ao uso de coberturas vegetais, por promover incrementos significativos na produtividade da cultura, especialmente, quando se utiliza o milheto como planta de cobertura. O uso de plantas de cobertura no pré-cultivo de mandioca, em sistema de preparo mínimo do solo, representa uma alternativa eficiente para um melhor manejo dessa cultura.


1999 ◽  
Vol 34 (10) ◽  
pp. 1913-1923 ◽  
Author(s):  
Francisco Adriano de Souza ◽  
Sandra Farto Botelho Trufem ◽  
Dejair Lopes de Almeida ◽  
Eliane Maria Ribeiro da Silva ◽  
José Guilherme Marinho Guerra

Avaliou-se o efeito de pré-cultivos com adubos verdes sobre o potencial de inóculo de fungos micorrízicos arbusculares e produção de mandioca (Manihot esculenta, Crantz). O experimento foi conduzido no campo experimental da Embrapa-Centro Nacional de Pesquisa de Agrobiologia (CNPAB), em solo Podzólico Vermelho-Amarelo, localizado no Município de Seropédica, RJ, em parcelas experimentais de 30 m², dispostas em delineamento de blocos casualizados com quatro repetições. Os pré-cultivos constaram de Canavalia ensiformis, Mucuna aterrima, Crotalaria juncea, Cajanus cajan e Sorghum bicolor (BR 005) e o tratamento-controle (solo mantido sem plantas). Após um período de 82 dias de crescimento, sobre as mesmas parcelas cultivou-se mandioca, por oito meses. A produtividade de raízes de mandioca variou de 12,76 a 17,20 t ha-1, porém não foi detectada diferença estatística entre os tratamentos. Foram identificadas 16 espécies de fungos micorrízicos arbusculares e foi constatado que o número de esporos de algumas espécies sofreu alteração da sua freqüência de ocorrência com os cultivos. O pré-cultivo com sorgo aumentou o número de propágulos infectivos em relação ao controle, demonstrando que o uso de espécies de plantas com capacidade para elevar o potencial de inóculo pode ser um bom caminho alternativo para resolver o problema de produção de inóculo para culturas micotróficas em campo.


2017 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
Author(s):  
Izabel Aparecida Soares ◽  
Mauro Sérgio Téo ◽  
Carlise DEBASTIANI ◽  
Suzymeire BARONI ◽  
Vanessa Silva RETUCI

O trabalho teve por objetivo verificar diferenças entre rendimento do concentrado proteico e proteína bruta da folha da mandioca (Manihot esculenta Crantz), obtidos a partir de três variedades comerciais: branca, cascuda e vermelha. As manivas foram plantadas seguindo o delineamento experimental inteiramente casualizado com três repetições. Nas comparações entre as variedades, considerou coletas escalonadas pós-plantio, realizadas aos 12, 14 e 16 meses. O concentrado proteico foi obtido a partir da farinha das folhas inteiras e submetido ao método de termo - coagulação ácido e a proteína bruta pelo método padrão AOAC. Os dados foram submetidos a análise de variância e comparados pelo teste de Tukey - 5% de probabilidade. Os resultados não indicaram diferença significativa entre as médias obtidas para rendimento de concentrado proteico. Para a variável porcentagem de proteína bruta a variedade Branca foi a que apresentou maior valor, com média de 46,25%, seguida pela Cascuda e Vermelha, 44,52% e 37,30%, sucessivamente. Conclui-se que outros estudos devem avaliar condições que possam influenciar no teor de proteína foliar, como clima e solo, e, avaliar os níveis de ácido cianídrico de cada variedade, indicando qual das três é a melhor para a extração do concentrado proteico das folhas. Palavras chaves: Manihot esculenta Crantz, variedades comerciais, concentrado proteico, proteína bruta. ABSTRACT: The study aimed to assess the differences between income protein concentrate, crude protein of cassava leaf (Manihot esculenta Crantz), obtained from three commercial varieties: white, red and cascuda. The cuttings were planted following the completely randomized design with three replications. Comparisons between the varieties considered after planting staggered collections, held on 12, 14 and 16 months. The protein concentrate was obtained from flour of whole sheets and subjected to the term method - acid coagulation and crude protein by AOAC standard method. The data were submitted to ANOVA and Tukey test - 5% probability. The results indicated no significant difference between the mean values obtained for protein concentrate income. For the variable percentage of crude protein White variety showed the highest, with an average of 46.25%, followed by cascuda and Red, 44.52% and 37.30%, successively. We conclude that further studies should evaluate conditions that may affect the leaf protein content, such as climate and soil, and evaluate the hydrocyanic acid levels of each variety, indicating which of the three is the best for the extraction of protein concentrate from leaves Key words: Manihot esculenta Crantz, commercial varieties, protein concentrate, crude protein.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document