psoriasis pustulosa generalisata
Recently Published Documents


TOTAL DOCUMENTS

10
(FIVE YEARS 2)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

2019 ◽  
Vol 45 (1) ◽  
Author(s):  
Yola Fadilla ◽  
Dia Febrina ◽  
Nia Srie Haryati ◽  
Oki Suwarsa ◽  
Hartati Purbo Darmadji

Psoriasis disertai penyakit bulosa autoimun yang terjadi pada satu orang sangat jarang terjadi. Diduga terdapat peranan plasminogenactivator, predisposisi genetik, atau faktor pencetus infeksi dalam patogenesis psoriasis yang disertai pemfigus foliaseus. Metotreksat dilaporkan efektif sebagai terapi psoriasis pustulosa dan azatioprin sebagai terapi penyakit bulosa autoimun menimbulkan efek samping yang lebih dapat ditoleransi.Dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 38 tahun dengan diagnosis psoriasis pustulosa generalisata disertai pemfigus foliaseus. Selain gambaran klinis, diagnosis psoriasis pustulosa ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologis, sedangkan diagnosis pemfigus foliaseus ditegakkan melalui pemeriksaan histopatologis dan direct immunofluorescence (DIF). Pasien diterapi dengan kombinasi metotreksat 3x5 mg/minggu dan azatioprin 2x100 mg/hari. Setelah dua minggu mendapat terapi kombinasi, terjadi perbaikan klinis dan tidak ditemukan lesi baru. Psoriasis dan penyakit bulosa autoimun pada satu orang sulit terapinya karena penggunaan dan penghentian kortikosteroid sistemik dapat mencetuskan psoriasis pustulosa. Pada pasien ini, dipilih metotreksat sebagai terapi psoriasis pustulosa generalisata karena efektivitasnya baik dan tersedia di Indonesia. Azatioprin diberikan untuk terapi pemfigus foliaseus atas pertimbangan efek samping yang jarang terjadi dibandingkan obat imunosupresan lainnya. Dilaporkan satu pasien usia 38 tahun dengan psoriasis pustulosa generalisata disertai pemfigus foliaseus yang mendapatkan terapi kombinasi metotreksat 3x5 mg/minggu dan azatioprin 2x100 mg/hari. Perbaikan klinis didapatkan setelah dua minggu pengobatan. Kata kunci: azatioprin, metotreksat, pemfigus foliaseus, psoriasis pustulosa generalisata


2019 ◽  
Vol 45 (2) ◽  
Author(s):  
Sri Esa Ilona ◽  
Muh Eko Irawanto

Psoriasis adalah penyakit inflamasi seluler kronis, sering pada anak-remaja (usia <18 tahun) dan dewasa. Prevalensi psoriasis anak-remaja adalah sekitar 0-1,37%. Psoriasis pustulosa termasuk psoriasis pustulosa generalisata (PPG) sangat jarang pada anak-remaja. Gambaran klinisnya hampir sama dengan dewasa. Metotreksat (MTX) merupakan terapi lini pertamanya yang aman.Seorang remaja, 16 tahun, muncul bercak merah dan bintil bernanah di seluruh tubuh. Pertama kali muncul saat pasien berusia 3 bulan. Kemudian muncul kembali 4 bulan dan 2 minggu yang lalu, tidak ada demam maupun gigi berlubang. Riwayat alergi dan keluarga sakit serupa tidak ada. Status dermatologis regio generalisata tampak pustul multipel diskret sebagian konfluens (lake of pustule) dengan dasar eritem dan krusta di atasnya. Pemeriksaan laboratorium ditemukan netrofilia dan hipernatremia. Pemerikaan histopatologi pada epidermis tampak psoriasiform dan sebukan netrofil disertai kelompok netrofil pada subkorneal.Diagnosis PPG pada kasus ini ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan histopatologi. Terapi MTX terutama untuk psoriasis sedang–berat; peroral, subkutan/intradermal dan relatif murah. Saat ini belum ada panduan pengobatan dan dosis MTX untuk anak-remaja. Metotreksat pada pasien ini diberikan seperti pada dewasa. Tolerabilitas dan efikasinya pada anak-remaja dilaporkan pada beberapa laporan kasus, termasuk dari kasus ini walaupun masih memerlukan pemantauan lebih lanjut.Kata kunci: metotreksat, psoriasis pustulosa generalisata pada anak-remaja


Author(s):  
Renni Yuniati ◽  
Intan Nurmawati Putri

Latar belakang: Psoriasis pustulosa generalisata (PPG) merupakan salah satu jenis psoriasis yang jarang terjadi. Angka kejadian PPG 0,6-0,7 kasus per satu juta jiwa. Gejala khas PPG yaitu terdapat pus steril dengan ukuran 2-3 mm yang tersebar generalisata diatas kulit yang eritem. Terapi yang biasa digunakan diantaranya siklosporin, acitretin, atau metrotekstat. Tujuan: Tujuan dari kasus ini untuk membahas tentang faktor pencetus PPG, pilihan obat, komplikasi, dan efek samping dari terapi PPG jangka panjang.Kasus: Seorang wanita usia 37 tahun dengan riwayat psoriasis datang dengan keluhan terdapat pustula generalisata, makula eritem dan skuama. Faktor predisposisi dan pencetus pada pasien ini adalah obesitas dan stres emosional. Pasien pernah mendapatkan terapi siklosporin selama 3 tahun kemudian diganti asitretin satu tahun terakhir. Hasil histopatologi didapatkan gambaran abses munro dan parakeratosis sesuai dengan PPG. Didapatkan leukositosis dan kelainan tes fungsi hati pada pemeriksaan laboratorium, sehingga terapi kembali diganti dengan siklosporin dosis rendah selama 10 hari dan memberikan hasil yang memuaskan.Pembahasan: PPG merupakan penyakit autoimun. Stres emosional merupakan faktor yang paling berpengaruh; pada kasus ini pasien telah lama menderita PPG dan terapi sistemik jangka panjang, emosi pasien menjadi tidak terkontrol sehingga sering terjadi kekambuhan. Acitretin dapat menyebabkan kerusakan hepar; siklosporin dapat menjadi pilihan yang lebih baik. Simpulan: PPG masih menjadi masalah besar. Stres emosional merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian PPG. Terapi jangka panjang dan efek samping menyebabkan ketidakpatuhan pasien untuk konsumsi obat. Penting bagi pasien untuk melanjutkan terapi obat sistemik dan mengontrol emosiKata kunci: Psoriasis pustulosa generalisata, Acitretin, Siklosporin, Kerusakan Hepar.Key Words: Psoriasis, Hypocalcemia, Hypoparathyroidism, Psoriasis of von ZumbuschPsoriasis is an autoimmune disease triggered by different conditions in genetically susceptible people. It is characterized by variable cutaneous manifestations including localized or disseminated pustules. Generalized pustular psoriasis (GPP) has two main clinical forms: von Zumbusch psoriasis, characterized by severe erythrodermia and scaling skin after the resolution of pustules, and the annular form. GPP may also present severe extracutaneous manifestations including pneumonitis, heart failure and hepatitis. Old reports showed a relationship between hypoparathyroidism and hypocalcemia as triggers for GPP highlighting the importance of adequate workup of the patient and possible therapeutic changes in acute situations. Here, we present a case of severe von Zumbusch psoriasis with life-threatening complications triggered by severe hypocalcemia secondary to hypoparathyroidism successfully treated with aggressive calcium reposition.Key Words: Psoriasis, Hypocalcemia, Hypoparathyroidism, Psoriasis of von Zumbusch


2017 ◽  
Vol 49 (3) ◽  
pp. 208-212
Author(s):  
Oki Suwarsa ◽  
Nadilla Carissa Devi Nursjamsi ◽  
Miranti Pangastuti ◽  
Endang Sutedja ◽  
Hartati Purbo Dharmadji

2017 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 85
Author(s):  
Nia Ayu Saraswati ◽  
Eva Krishna Sutedja

Psoriasis pustulosa generalisata (PPG) adalah salah satu varian psoriasis pustulosa akut. PPG dapat dipicu berbagai faktor, salah satunya adalah kehamilan. Penyakit ini pada kehamilan dapat menyebabkan komplikasi maternal dan mengancam keselamatan janin. Penanganan kasus PPG pada kehamilan memerlukan pemilihan terapi efektif yang juga aman bagi janin dan bayi saat fase menyusui, salah satunya adalah siklosporin. Dilaporkan sebuah kasus PPG yang diinduksi kehamilan pada kehamilan kedua seorang wanita berusia 21 tahun yang telah mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang dan mengalami hipokortisol. Manifestasi klinis timbul sejak usia kehamilan memasuki trimester kedua dan berlanjut setelah melahirkan hingga masa nifas berakhir. Pasien memiliki riwayat PPG berulang sejak enam tahun yang lalu. Siklosporin diberikan pada masa postpartum dengan dosis awal 0,8 mg/kgBB/hari setelah mengalami rekalsitran terhadap pengobatan kortikosteroid sistemik dosis tinggi saat kehamilan. Perbaikan klinis terjadi setelah pemberian siklosporin dengan dosis 2,5 mg/kgBB/hari selama satu minggu. Pemberian kortikosteroid tetap diberikan dengan penurunan dosis secara bertahap dan dihentikan pada pengamatan hari ke-101. Perubahan hormonal dan imunitas selama kehamilan berperan penting dalam mencetuskan PPG. Selama kehamilan terjadi perubahan rasio estrogen dan progesteron yang akan mempengaruhi keadaan sistem imunitas selama kehamilan. Kortikosteroid sistemik menjadi pilihan terapi utama pada kasus PPG berat dalam kehamilan, namun siklosporin dapat digunakan pada kasus refrakter terhadap kortikosteroid dosis tinggi. Pada pasien ini PPG mengalami perbaikan setelah pemberian siklosporin 2,5 mg/kgBB/hari dan kortikosteroid sistemik tetap diberikan karena adanya kondisi hipokortisol. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapar memberikan efek samping berupa moon face, hipertrikosis, atrofi kulit, dan osteoporosis. Selain itu gangguan maternal dapat terjadi, bayi pada kasus ini lahir dengan berat badan lahir rendah karena penggunaan kortikosteroid selama kehamilan.


2013 ◽  
Vol 39 (04) ◽  
pp. 119-122
Author(s):  
K. Kessler ◽  
C. Schmidt ◽  
T. Frischmuth ◽  
H. Ezold ◽  
M. Kaatz

2001 ◽  
Vol 39 (9) ◽  
pp. 801-805 ◽  
Author(s):  
A Canbay ◽  
M Rünzi ◽  
R Gieseler ◽  
D Alamouti ◽  
G v Kobyletzki ◽  
...  

Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document