Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

344
(FIVE YEARS 169)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By RSUP Dr. Kariadi Semarang

2685-7898, 2301-4369

Author(s):  
Kariadi General Hospital
Keyword(s):  

Full Text Volume 8 Nomor 3 November 2021


2021 ◽  
Vol 8 (3) ◽  
pp. 395-411
Author(s):  
Dewa Kartika ◽  
Baskoro Nurdopo

Pendahuluan Butterfly Glioma adalah high grade astrocytoma, biasanya glioblastoma (WHO grade IV), yang melintasi garis tengah melalui corpus callosum. Komissura white matter lainnya kadang juga terlibat. Istilah kupu-kupu mengacu pada ekstensi yang melewati garis tengah seperti sayap. Butterfly Glioma paling sering terjadi di lobus frontal, melintasi garis tengah melalui genu corpus callosum, namun butterfly glioma posterior kadang juga ditemui. Laporan kasus Seorang pasien laki-laki usia 24 tahun dengan keluhan utama 9 bulan, yang lalu. Penglihatan kabur, konsentrasi menurun. Kejang(-). Kemudian 3 bulan yang lalu mata tidak bisa melihat. Dan 1 bulan yang lalu tubuh lemas susah digerakkan Pemeriksaan patologi anatomi menunjukkan Pylocytic Astrocytoma. Pemeriksaan CT scan kepala menunjukkan  Massa solid inhomogen intraxial ( ukuran ± AP 7,6 x 8,9 x CC 6,2 cm ) disertai kalsifikasi di dalamnya pada corpus callosum yang tampak cross mid line ( sisi kiri lebih dominan ) membentuk gambaran butterfly sign dengan perifocal edema à curiga gambaran glioblastoma multiformis.   Pembahasan Hasil pemeriksaan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini menunjukkan kecurigaan adanya SOL. Pemeriksaan CT scan kepala menunjukkan  Massa solid inhomogen intraxial disertai kalsifikasi di dalamnya pada corpus callosum yang tampak cross mid line ( sisi kiri lebih dominan ) membentuk gambaran butterfly sign dengan perifocal edema à curiga gambaran glioblastoma multiformis. Dari PA didapatkan hasil Pilocytic astrocytoma. Sedangkan gambaran radiologi Pilocytic astrocytoma berupa lesi kistik dengan nodul mural yang enhanced. Kasus ini secara radiologis lebih mengarah ke Butterfly Glioblastoma dengan adanya lesi yang melewati garis tengah, serta ada komponen nekrotik dan perdarahan.. Modalitas imejing pilihan yang dapat dilakukan pada kasus Butterfly Glioblastoma adalah CT scan dan MRI. Kesimpulan Kasus ini secara radiologis lebih mengarah ke Butterfly Glioblastoma dengan adanya lesi yang melewati garis tengah, serta ada komponen nekrotik dan perdarahan. Dan pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan pada Butterfly Glioblastoma adalah CT scan dan MRI.


2021 ◽  
Vol 8 (3) ◽  
pp. 412-415
Author(s):  
Alifiani Hikmah Putranti ◽  
Rr.Kartika Dwi Septieningtyas

Background:Myasthenia gravis is an extremely rare  autoimmune disorder affecting the neuromuscular junction. The incidence rate is 0.9-2.0 cases per 1 million children per year.Ocular myasthenia gravispresents as ptosis with extraocular motility restriction and is prone to be misdiagnosed as third nerve palsy and is difficult to diagnose in very young children. Case: A girl aged 2 years 6 months with clinical features with bilateral ptosis and was diagnosed as juvenile ocular myastenia gravis  based on history, physical examination and other diagnostic proceduressuch as chest X-raywithin normal limit and no thymoma, the ice test showed positive result, electromyography (EMG) showed decrement response >10%,progstigmin test showed positive result,  andserum acetylcholine receptor antibody levels was 0.43 nmol/L (reference range : positive as >0.40 nmol/L). Conclusion:Juvenile ocular myastenia gravis diagnostics can be established using simple examinations such as ice tests,prostigmin test to sophisticated examinations as systemic acetylcholinesterase antibodies. Management begins with a first-line drug, pyridostigmine, that is safe and effective. Disease monitoring and looking for etiology are very important for successful treatment.


2021 ◽  
Vol 8 (3) ◽  
pp. 388-394
Author(s):  
Desy Iriani ◽  
Dwi Antono ◽  
Muyassaroh Muyassaraoh

Latar belakang  : Hiccup adalah hembusan napas yang mengacu dari suara yang dihasilkan kontraksi diafragma dan otot intercostal secara tidak sadar dan mendadak dilanjutkan dengan kontraksi mendadak dari glotis. Hiccup merupakan gejala yang biasa dikenal setiap orang namun tetap merupakan gejala patologis. Laporan kasus : Dilaporkan laki laki usia 57 tahun dengan cegukan sejak 1 tahun. Pemeriksaan laringoskopi fleksibel menunjukkan adanya LPR (RFS 15). Pasien didiagnosis LPR dan intractable hiccup ec susp gangguan sentral (CNS), diagnosis banding psikogenik. Pasien diberikan terapi metochlopramid dan chlorpromazine selama 5 hari. Hasil evaluasi pasien mengeluh cegukan tidak berkurang. Pasien lalu diberikan terapi omeprazole 20 mg per 12 jam. Pembahasan : Persistent dan intractable hiccup merupakan gejala yang sulit diobati, bila penyebab diketahui maka diobati sesuai penyebabnya, namun bila penyebab tidak diketahui terapi empiris dilakukan untuk menekan GERD sehingga gejala hiccup perbaikan. Apabila terapi ini gagal agen farmakologi ditujukan ke reseptor dopaminergik dan GABA-ergik. Kesimpulan : Penatalaksanaan hiccup perlu diketahui etiologi terutama gangguan LPR, GERD dan CNS hingga perlu penanganan multidisipliner dari bagian THT, interna, neurologi dan psikiatri.


2021 ◽  
Vol 8 (3) ◽  
pp. 384-387
Author(s):  
Sofyan Rais Addin ◽  
Eriawan Agung Nugroho ◽  
M. Adi Sudarso ◽  
Ardy Santosa ◽  
Nanda Daniswara ◽  
...  

Latar Belakang : Fibroepithelial polyps (FEP) adalah tumor jinak non-epitel yang sangat jarang yang berasal dari mesodermal di sistem perkemihan. Insidensi FEP tersering pada Dewasa muda (40%). Sebagian besar FEP ditemui di ureter distal, 15% terletak di pelvis renalis; FEP lebih jarang ditemukan di uretra, kandung kemih, dan ureter proksimal.  Polip dengan fitur ini jarang ditemukan pada anak-anak. Kasus ini diharapkan dapat menjadi gambaran untuk menangani kasus FEP terutama bila predileksi di vesika urinaria. Laporan Kasus : seorang anak umur dua tahun dengan keluhan sulit buang air kecil disertai nyeri. Pasien pernah mengeluh  buang air kecil disertai darah. Dilakukan pemeriksaan  ultrasonography pada lower abdomen didapatkan massa dan hidronefrosis bilateral. Pasien dilakukan cystoscopy dengan pengambilan sampel biopsi. Hasil patologi anatomi menunjukan gambaran FEP. Diskusi :. Kasus tumor vesica urinaria primer jinak jarang ditemukan dan di antara tumor jinak vesica urinaria, polip fibroepitel dianggap sebagai lesi yang paling umum. Guideline konsensus dalam tatalaksana manajemen optimal tumor FEP masih jarang, saat ini eksisi melalui cystoscopy paling sering digunakan. Modalitas baru dengan menggunakan Laser baik Thalium maupun Holmium. Kesimpulan : FEP merupakan penyakit yang jarang prevalensinya tetapi tetap menjadi diferensial diagnosis pada pasien anak dengan nyeri pinggang dan hematuria.prosedur endoskopik sebagai modalitas penatalaksaan pilihan utama pada pasien FEB.


2021 ◽  
Vol 8 (3) ◽  
pp. 374-383
Author(s):  
Ziyadatul Chusna Almabruroh Yuni Alfi ◽  
Kun Aristiati Susiloretni ◽  
Ngadiyono Ngadiyono ◽  
Mardiyono Mardiyono
Keyword(s):  

LATAR BELAKANG : Salah satu peran dan fungsi bidan adalah sebagai pelaksana, dimana Bidan merupakan petugas kesehatan yang membantu pertolongan persalinan, dan mempunyai peranan penting untuk memfasilitasi ibu dalam keberhasilan pelaksanaan IMD. Pertolongan persalinan di wilayah Kabupaten Brebes sebesar 98,30 % dilakukan oleh bidan. Presentase inisiasi menyusui dini di Brebes 40,39%. TUJUAN : Untuk mengetahui dan menganalisis faktor determinan pelaksanaan inisiasi menyusui dini (IMD) oleh bidan di Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes. METODE : Jenis penelitian observasional dengan metode survey dan pendekatan cross sectional. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner terstruktur yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Menggunakan analisis bivariat dengan uji chi square dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik. Jumlah sampel 213 orang responden yaitu bidan desa di wilayah Kabupaten Brebes. HASIL :  Hasil uji regresi logistik menunjukan variabel yang berpengaruh terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini adalah usia bidan (OR 0.026 CI 95% 0.0050-0.14), pelatihan (OR 2.77 CI 95% 1.29-5.97) dan lama kerja (OR 9.63 CI 95% 3.85-24.1). Sedangkan faktor yang tidak berhubungan dengan pelaksanaan IMD adalah sikap, refreshing pelatihan, dukungan, dan kebijakan atasan. KESIMPULAN : Dapat disimpulkan variabel yang paling berpengaruh terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini adalah lama kerja (OR 9.63 CI 95% 3.85-24.1).


2021 ◽  
Vol 8 (3) ◽  
pp. 273-280
Author(s):  
Fahmi Syarif ◽  
Neni Susilaningsih ◽  
Yuriz Bakhtiar

ABSTRACT    Burn wounds remain a serious problem in several countries. The presence of burn wounds might trigger local or in severe cases also triggers systemic response. Immediate treatment is required to prevent further tissue damage. Silver sulfadiazine cream is commonly used as a burn therapy. However, long-time usage might cause negative side effects. Several effective alternatives with better safety are opted, including virgin coconut oil (VCO). Originating from Cocos nucifera, commonly known as the coconut plant, VCO is a product that contains a lot of beneficial substances, such as lauric acid, polyphenol, and alpha-tocopherol. Hydrolyzed VCO can be an alternative to topical drugs in second-degree burns as it increases Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) expression and collagen thickness in the burn wound healing phase.    This randomized post-test only with parallel-group experiment was done using Wistar rats induced to a second-degree burn. The effect of 70% and 100% on second-degree burn healing, measured by hydrolyzed VCO on VEGF expression and collagen thickness was observed between 6 and 12 days of therapy. VEGF expression and collagen expression increased higher in groups treated with 70% and 100% hydrolyzed VCO compared with the control group treated with base cream.


2021 ◽  
Vol 8 (3) ◽  
pp. 369-373
Author(s):  
Muhammad Naufal Zuhair ◽  
Jumraini Tammasse ◽  
Susi Aulina ◽  
Muhammad Yunus Amran

LATAR BELAKANG : Selama masa pandemi, pemerintah menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menurunkan kasus infeksi COVID-19 sehingga intensitas kejadian LBP lebih meningkat daripada sebelum karantina yang mencerminkan efek negatif dari peraturan tersebut. Hal tersebut disebabkan karena adanya perubahan gaya hidup yang signifikan seperti waktu yang dihabiskan untuk duduk meningkat, waktu berolahraga yang berkurang, dan persentase individu melaporkan lebih banyak mengalami stress selama karantina daripada sebelum ditetapkan PSBB. Studi saat ini melaporkan dampak nyeri punggung bawah yang mengakibatkan terganggunya status fungsional penderita disebabkan oleh kebutuhan biaya pengobatan setiap tahun dan keterbatasan kunjungan penderita ke layanan kesehatan, sehingga hal tersebut mengindikasikan penderita nyeri punggung bawah perlu dilakukan evaluasi seberapa besar ketidakmampuan fungsional yang terjadi dan faktor yang mempengaruhinya.   TUJUAN :  Untuk mengetahui hubungan intensitas nyeri dengan status fungsional penderita LBP di Poliklinik Saraf RSUP Dr. Wahidin Sudirohosudo. METODE :  Observasi analitik dengan pendekatan cross sectional  dan teknik pengambilan sampel adalah simple random sampling.  Data menggunakan kuesioner Numerical Rating Scale dan Indeks Barthel. Penelitian dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo selama dua bulan yang dimulai dari Maret 2021 hingga April 2021. HASIL :   Pada hasil analisis data sampel menggunakan uji korelasi kendall's tau-b , didapatkan nilai korelasi (-0,644) dengan nilai kemaknaan hubungan ( p.sig  0,000) menunjukkan korelasi antara intensitas nyeri dengan status fungsional. KESIMPULAN : Intensitas nyeri memiliki hubungan dengan status fungsional penderita Low Back Pain  (LBP) di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. KATA KUNCI  : Nyeri Punggung Bawah , NRS, Indeks Barthel  


2021 ◽  
Vol 8 (3) ◽  
pp. 335-343
Author(s):  
Nurika Amalina ◽  
Lanny Indriastuti ◽  
Hari Peni Julianti ◽  
Hindun Zuhdiana ◽  
Noviolita Dwi Kusumawati

Pendahuluan : Carpal Tunnel Syndrome (CTS), terjadi akibat kompresi lokal pada nervus medianus, merupakan neuropati jebakan yang sering terjadi. Latihan gliding nervus medianus membutuhkan kombinasi terapi konservatif lain untuk dapat memberikan perbaikan klinis pada CTS yang optimal. Radial shock wave therapy (RSWT) sebagai metode terapi yang aman, efektif, praktis, dan non-invasif, dapat digunakan sebagai terapi tambahan untuk menghilangkan nyeri dan disabilitas pada pasien CTS.   Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek RSWT pada latihan gliding nervus medianus terhadap perbaikan derajat nyeri dan skor fungsional tangan pada penderita CTS.   Metode : Penelitian ini merupakan randomized controlled trial. Sampel adalah 22 pasien poliklinik Rehabilitasi Medik RSUD KRMT Wongsonegoro, Semarang dibagi menjadi 2 kelompok secara acak. Kelompok perlakuan (n=11) mendapatkan penambahan RSWT 4 kali pada latihan gliding nervus medianus 3 kali sehari setiap hari selama 4 minggu. Kelompok kontrol (n=11) melakukan latihan gliding nervus medianus saja. Derajat nyeri diukur algometer manual dan skor fungsional tangan dinilai dengan BCTQ.   Hasil : Penelitian ini merupakan randomized controlled trial. Sampel adalah 22 pasien poliklinik Rehabilitasi Medik RSUD KRMT Wongsonegoro, Semarang dibagi menjadi 2 kelompok secara acak. Kelompok perlakuan (n=11) mendapatkan penambahan RSWT 4 kali pada latihan gliding nervus medianus 3 kali sehari setiap hari selama 4 minggu. Kelompok kontrol (n=11) melakukan latihan gliding nervus medianus saja. Derajat nyeri diukur algometer manual dan skor fungsional tangan dinilai dengan BCTQ.   Simpulan : RSWT memperbaiki derajat nyeri dan skor fungsional tangan penderita CTS yang mendapatkan latihan gliding nervus medianus.   Kata kunci : radial shock wave therapy, carpal tunnel syndrome, latihan gliding


2021 ◽  
Vol 8 (3) ◽  
pp. 356-362
Author(s):  
Sofyan Harahap ◽  
Harry Mulyono ◽  
Danu Soesilowati

LATAR BELAKANG : Sars-Cov2 telah menjadi pandemi dan mengakibatkan masalah kesehatan dunia. Beberapa faktor yang memperburuk kondisi penderita Covid-19 antara lain usia, penyakit komorbid sebelumnya, infeksi sekunder, serta peningkatan indicator inflamasi. Banyak penelitian tentang faktor yang mempengaruhi luaran penyakit covid-19, namun hasilnya tidak konsisten. Dengan demikian, diperlukan penelitian yang spesifik pada daerah tertentu sehingga dapat digunakan dalam pengelolaan kasus setempat. TUJUAN : mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap luaran penyakit covid-19 di intensive care unit RSUP Dr Kariadi. METODE : Penelitian ini menganalisa pasien covid 19 di ICU RSUP Dr Kariadi periode Maret-September 2020 dengan metode retrospektif dan purposive sampling. Uji hipotesis yang digunakan disesuaikan dengan skala pengukuran tiap variabel. Analisa awal secara univariat menggunakan chisquare, fisher, T-test, dan mann-whitney. HASIL : Dari penelitian ini didapatkan faktor yang berpengaruh terhadap luaran covid-19 secara bivariat antara lain riwayat penyakit jantung (p=0,037), temperatur (p=0,012), respiratory rate (p=0,030), saturasi oksigen (p=0,021), trombosit (p=0,015), ureum (p=0,034), PO2 (p=0,002), fraksi oksigen (FiO2) (p=0,034), AaDO2 (p=0,004), dan PFR (p=0,001). Adanya variabel yang berasal dari pemeriksaan analisis gas darah, menjadi penghambat jika tempat pemeriksaan (rumah sakit) tidak mempunyai fasilitas analisis gas darah. KESIMPULAN : Dari penelitian ini didapatkan bahwa riwayat penyakit jantung, temperatur, respiratory rate, saturasi oksigen, trombosit, ureum, PO2, fraksi oksigen (FiO2) yang diperlukan, AaDO2, dan PFR merupakan prediktor mortalitas Covid- 19 yang bermakna secara teoritis maupun statistika, secara sendiri-sendiri maupun bersamaan.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document