Sapientia Et Virtus
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

44
(FIVE YEARS 10)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 1)

Published By -

2716-2273, 2355-343x

2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 179-200
Author(s):  
Jennis Kristina

Kegiatan kredit oleh bank yang dilaksanakan dengan segala kebijakan internal harus menerapkan prisnip kehati-hatian. PPJB yang merupakan perjanjian pengikatan antara para pihak yang peralihan hak nya belum terjadi secara sempurna, ketika digunakan sebagai jaminan kredit hak tanggungan maka dapat menjadi penyebab tidak terpenuhinya prinsip kehati-hatian. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, menggunakan pendekatam kepustakaan. Hasil pembahasan dan kesimpulan penelitian ini menunjukkan: Kebijakan internal bank yang menyebutkan bahwa PPJB yang digunakan sebagai jaminan hak tanggungan dapat dilakukan dengan melalui proses pembuatan Cover Note. Hal ini dapat membawa bank dalam posisi yang digurikan karena pembuatan Cover Note tidak menggantikan akta otentik apapun terkait proses jual beli seperti, akta jual beli atau sertifikat. Kemudian apabila terdapat debitor yang lalai atau tidak beritikad baik maka, Cover Note tersebut tidak ditingkatkan menjadi suatu sertifikat. Keadaan tersebut menjadikan objek yang akan dijaminkan atau diikat dengan hak tanggungan masih bersifat menggantung, maka kedudukan bank kreditor sangat terancam sebagai kreditor konkuren yang tidak memiliki kedudukan istimewa ketika dalam proses kredit. Kata Kunci: Kredit, PPJB, Cover Note.


2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 137-154
Author(s):  
Felix Kurniawan

Penelitian berjudul “Aspek Hukum Pemberian HPL Atas Bidang Tanah Yang Telah Dikuasai, Diduduki Atau Digarap Oleh Warga”, dengan membahas permasalahan akibat hukum pemberian HPL atas bidang tanah yang telah dikuasai, diduduki atau digarap oleh warga, disimpulkan sebagai berikut: Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas tanah, kekuasaan tersebut meliputi mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatanperbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.Atas dasar hak menguasai dari Negara tersebut ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum. Kekuasaan Negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh.Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional menerbitkan Keputusan No. 53/ HPL/BPN/1997 tentang Pemberian HPL  Atas Nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya, padahal bidang tanah tersebut telah dikuasai, diduduki atau digarap oleh warga cacat hukum.


2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 155-177
Author(s):  
Veronica Andriani

Perdagangan elektronik merupakan sarana baru untuk melakukan transaksi jual beli, di mana transaksi ini dilakukan secara online untuk mempermudah dan menjangkau setiap orang tanpa batas geografi tertentu. Selain mempermudah perdagangan elektronik memiliki kekurangan yaitu identitas para pihak yang tidak dapat diketahui. Pentingnya informasi terkait identitas sangat diperlukan untuk mengetahui apakah pihak yang bertransaksi tersebut telah dewasa dan cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Hal ini menjadi penting untuk mengetahui tolak ukur usia dewasa mana yang dapat melakukan transaksi secara daring.


2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 121-136
Author(s):  
Edwin Horianto

Masyarakat seringkali memandang perempuan sebagai mahkluk yang lemah lembut, perasa, serta sabar. Pandangan tersebut seringkali ditemukan di dalam kehidupan masyarakat patriakhal yaitu masyarakat yang mempunyai pandangan bahwa laki-laki yang mempunyai kekuasaan absolut. Akibat pandangan dari masyarakat tersebut, perempuan seringkali mendapat perlakuan yang diskriminatif serta perempuan seringkali menjadi objek kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis. Salah satu bentuk dari kejahatan perempuan adalah adalah perdagangan orang. Di Indonesia, perdagangan orang telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Filosofi dari terbentuknya Undang-undang ini di dasarkan bahwa perdagangan orang khususnya perempuan dan anak merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dan melanggar hak asasi manusia, sehingga harus diberantas serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perdagangan orang belum memberikan landasan hukum yang menyeluruh dan terpadu bagi upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. RBA sebagai pelaku dalam penelitian telah terbukti memenuhi Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, RBA mampu bertanggungjawab karena telah dewasa dan cakap, mempunyai suatu bentuk kesalahan berupa kesengajaan dan dalam perbuatanya tidak memiliki alasan pemaaaf. Harapan dari penelitian ini adalah: terhadap korban perdagangan orang perlu diberikan rehabilitasi serta majelis hakim harus memahami substansi permasalahan yang sedang ditangani agar penjatuhan putusan menjadi efektif.


2019 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 103-120
Author(s):  
Maraja Malela Marpaung

Pasal 13 UU Jabatan Notaris (UUJN) mengatur bahwa Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Ketentuan Pasal 13 UUJN tersebut berkaitan erat dengan KUHAP yang merupakan hukum acara formil, dalam ketentuan Pasal 1 angka 12 KUHAP mendefinisikan upaya hukum yaitu hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Berkaitan dengan upaya hukum dan Pasal 13 UUJN sesungguhnya notaris masih memiliki hak untuk membuktikan dirinya tidak bersalah, dalam hal ini dengan mengajukan peninjauan kembali berdasarkan ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP. Sesungguhnya karena tidak adanya keselarasan antara UUJN sebagai hukum materiil dan KUHAP sebagai hukum formiil, maka tidak mencerminkan suatu kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi notaris yang sedang berperkara atau sedang berhadapan dengan permasalahan hukum. Selanjutnya dalam hal notaris telah diberhentikan secara tidak hormat berdasarkan Pasal 13 UUJN, namun berdasarkan putusan peninjauan kembali diputus tidak bersalah. Maka notaris berhak menuntut pemulihan hak-hak yang dimilikinya. Salah satu hak yang pasti akan diminta oleh notaris yaitu berkaitan dengan statusnya sebagai notaris, maksudnya meminta pengangkatan kembali sebagai seorang notaris karena sebelumnya telah diberhentikan secara tidak hormat berdasarkan Pasal 13 UUJN. Namun karena tidak diatur mengenai prosedur dan mekanisme pengangkatan kembali notaris dalam UUJN maupun peraturan perundang-undangan terkait, maka dalam hal ini dapat dikatakan sebagai sebuah kekosongan hukum dan tidak mencerminkan perlindungan hukum bagi para notaris yang sedang berperkara atau sedang berhadapan dengan permasalahan hukum.


2019 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 82-102
Author(s):  
Celia Santa Katarina
Keyword(s):  

Penelitian ini menjelaskan tentang pencabutan hak politik terpidana korupsi dalam persepektif hak asasi manusia. Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya wacana untuk mencabut hak politik terpidana korupsi secara permenen. Wacana tersebut timbul karena banyaknya mantan terpidana korupsi yang mencalonkan diri menjadi wakil rakyat pada pemilu 2019. Selain itu, wacana tersebut muncul karena makin melemahnya kepercayaan rakyat terhadap wakilnya, hal itu dipicu dari tidak terpenuhinya tujuan pemidanaan dan sistem peradilan pidana di Indonesia. Namun wacana pencabutan hak politik secara permenen tersebut bukan berarti tanpa penolakan. Berbagai pihak menyatakan bahwa pencabutan hak politik terhadap terpidana korupsi secara permenen merupakan pelanggaran HAM karenanya tidak boleh dilakukan. Penelitian ini memiliki rumusan masalah antara lain, bagaimana konsep pencabutan hak politik di Indonesia dan bagaimana pencabutan hak politik terhadap terpidana korupsi ditinjau dari hak asasi manusia. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka digunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki konsep pencabutan hak poltik sebagai mana diatur dalam Pasal 35 dan 38 KUHP namun kurang kuat untuk memenuhi tujuan pemidanaan karenanya harus dirubah, dan pencabutan hak politik bukanlah merupakan bentuk diskriminasi terhadap hak asasi manusia.


2019 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 1-17 ◽  
Author(s):  
Kurniawan Sinambung Agung
Keyword(s):  
New York ◽  

Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata, hukum administrasi, maupun hukum pidana. Untuk menunjang tercapainya keberhasilan pembangunan kesehatan, maka diperlukan keserasian antara kepentingan pasien dengan kepentingan tenaga kesehatan. Selain itu rumah sakit sebagai penyelenggara kesehatan juga harus memenuhi tugas dan fungsinya untuk mencapai pelayanan kesehatan yang berkualitas baik dengan memenuhi kewajibannya yaitu duty ofcare yang berarti memberikan pelayanan secara baik dan wajar. Hak-hak pasien telah diatur dengan tegas dalam Pasal 32 UndangUndang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, sehingga apabila pasien dirugikan akibat kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maka rumah sakit dapat dimintakan pertanggungjawaban. Pandangan bahwa rumah sakit kebal terhadap hukum sudah tidak berlaku sejak munculnya kasus Bing V Thuning yang diputus oleh New York Court of Appeals yang menyatakan bahwa rumah sakit harus bertanggungjawab dan pandangan tersebut sudah tidak lagi berlaku. Pertanggungjawaban rumah sakit sendiri di Indonesia sudah diatur dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Untuk menentukan pertanggungjawaban rumah sakit tersebut harus juga dilihat dari segi hubungan terapeutik antara rumah sakit-pasien, maupun dokter-pasien.


2019 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 46-65
Author(s):  
Nadia Putri Pascawati

Perempuan dalam jeratan dunia prostitusi tanpa disadari menjadi hal yang marak terjadi. Dunia prostitusi terbagi menjadi beberapa kelas sosial. Berbicara prostitusi pasti juga berbicara tentang kelas sosial. Undang-undang menjamin penghidupan yang layak, dan sama kedudukannya di mata hukum bagi tiap-tiap warga negaranya. Seperti yang diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 27 tentang Hak Asasi Manusia. Disamping itu perempuan dianggap sebagai mahkluk yang lemah yang dapat diperdagangkan adalah perspektif yang harus kita semua perangi. Banyak buku sejarah yang mengatakan bahwa menjadi seorang perempuan artinya menjadi perhiasan bagi laki-laki. Pemikiran-pemikiran seperti ini yang melemahkan mental perempuan. Padahal banyak undang-undang di Indonesia yang melindungi hak-hak perempuan. Akibatnya banyak perempuan yang putus asa dan memilih jalan pintas untuk bertahan hidup dengan masuk ke dunia prostitusi. Hukum positif di Indonesia hanya mengatur tentang orang yang memperdagangkan orang lain saja. Sementara orang yang diperdagangkan tidak dikenai hukuman apapun. Faktanya, banyak di masyarakat yang terjadi adalah orang yang diperdagangkan meminta secara aktif kepada mucikari untuk diperdagangkan. Adanya perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 untuk memberi sanksi kepada pelaku prostitusi diharapkan sebagai bentuk peringatan keras untuk memberantas prostitusi itu sendiri. Perlu disadari bahwa dalam prostitusi perempuan bukan hanya berperan sebagai korban tetapi juga sebagai pelaku. Jika tidak ada pelaku maka perbuatan prostitusi tersebut juga tidak akan ada. Sehingga tidak saja mucikari dan pengguna jasa yang menjadi sasaran hukum sementara perempuan yang menjajahkan dirinya dilindungi oleh hukum dan dianggap sebagai korban, sementara faktanya perempuan tersebut tidak memenuhi syarat sebagai korban yang berada dibawah paksaan ataupun ancaman kekerasan. Pada kenyataannya prostitusi itu ada dan tetap akan terus ada walaupun kita membuat peraturan-peraturan untuk melarang keberadaannya bahkan prostitusi telah melibatkan anak-anak dibawah umur yang seharusnya dilindungi hak-haknya oleh orang-orang dewasa disekitarnya. Pada kondisi seperti itu, yang terbaik adalah kita membuat peraturan-peraturan untuk mengaturnya. Jadi, prostitusi tetap dapat dilakukan tetapi kondisi pelaksanaannya harus secara jelas didefinisikan di dalam undang-undang. Dalam karya ilmiah ini menggunakan metode teknik pengumpulan data kepustakaan dari data primer dan sekunder dengan analisis data deskriptif.


2019 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 66-81
Author(s):  
Sharon Eunice

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan akta di bawah tangan dan akta notarill. Dalam kasus ini Putusan Nomor 738/Pdt.6/2016/PN.Sby menyatakan batal akta jual beli antara Nyonya Hierawati dan Nyonya Maria Magda. Putusan Pengadilan Negeri tersebut dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 83/PDT/2018/PT.SBY. Akta jual beli yang merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat (Pasal 1867 KUH Perdata), sedangkan Surat pernyataan yang merupakan akta di bawah tangan, kekuatan pembuktiannya hilang apabila disangkal dan dalam putusan ini pihak tergugat tidak membenarkan isi dari surat pernyataan tersebut. Bahwa sesuai dengan yurisprudensi MA RI Nomor 167 K/SIP/1959 menyatakan bahwa jika tanda tangan surat yang merupakan akta di bawah tangan diakui namun isi dari akta dibawah tangan itu disangkal maka nilai kekuatan formil dan pembuktian surut tersebut runtuh dan anjlok. Sehingga akta jual beli tidak dapat dibatalkan oleh surat pernyataan yang merupakan akta di bawah tangan.


2019 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 18-45
Author(s):  
Hasan Firdaus

Salah satu kewajiban notaris memberikan pelayanan hukum dalam hal pembuatan akta secara cuma-cuma atau tanpa memungut biaya kepada masyarakat yang tidak mampu secara tegas diatur baik dalam UUJN maupun dalam Kode Etik Notaris. Hal ini menegaskan bahwa notaris wajib mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarat dan Negara dalam menjalankan kewenangannya juga diharuskan sesuai dengan amanat UUJN dan kode etik, antara lain misalnya terhadap orang-orang yang miskin, notaris membebaskan honorarium dalam pembuatan akta atau jasa hukum lainnya berkenaan dengan akta, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 37 UUJN. Rumusan masalah dalam peneliitan yuridis normative ini adalah 1) Apakah penolakan pemberian jasa hukum cuma-cuma oleh notaris dapat dibenarkan? 2) Bagaimana perlindungan hukum bagi orang yang tidak mampu dalam mendapatkan jasa hukum cuma-cuma oleh notaris? Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa : 1) Notaris tidak dibenarkan menolak permohonan klien yang tidak mampu untuk meminta layanan jasa hukum Notaris di bidang kenotariatan secara cuma-cuma tanpa memungut honorarium, karena hal pemberian jasa hukum dibidang kenotariatan secara cumacuma kepada orang yang tidak mampu tersebut merupakan kewajiban Notaris yang harus dilaksanakan sebagaimana ketentuan Pasal 37 ayat (1) UUJN. Penolakan terhadap klien yang meminta jasa hukum merupakan pelanggaran Notaris sebagaimana ketentuan Pasal 37 ayat (2) UUJN. 2) Bentuk perlindungan hukum dari orang yang tidak mampu yang tidak mendapatkan layanan jasa hukum dari seorang Notaris secara cuma-cuma adalah: a. Notaris yang bersangkutan dijatuhi sanksi administratif yang bersangkutan. Sanksi administratif tersebut bisa berupa pemberhentian sementara, atau pemberhentian dengan hormat, atau pemberian dengan tidak hormat disesuaikan dengan tingkat dan beratnya pelanggaran. Penjatuhan sanksi administratif kepada Notaris ini dengan tujuan ada efek jera baik terhadap Notaris yang bersangkutan maupun terhadap Notaris lain. b. Orang tidak mampu tersebut dapat meminta jasa hukum bidang kenotariatan kepada Notaris lain.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document