scholarly journals Are disadvantaged schools slow to adopt school-based management reforms? Evidence from India

2021 ◽  
pp. 1-17
Author(s):  
Panchali Guha
2018 ◽  
Vol 4 (01) ◽  
pp. 57
Author(s):  
Busthomi Ibrohim

Abstract. Politically, School Based Management (SBM) becomes the mouthpiece of all issues in the field of education that will be portrayed in schools, because the school is the last network of educational bureaucracy. SBM is also a form of operationalization of the decentralization or education autonomy policy in relation to regional autonomy. Theoretically, SBM is also a concept that offers autonomy to schools in order to improve quality, efficiency and equity of education in order to accommodate the interests of local communities as well as establishing close cooperation between schools, communities and governments. Operationally SBM is an idea that places the authority of school management in a system entity. Based on the above view, this article outlines the basic framework of SBM as a strategy for improving the quality of education. With SBM, principals, teachers and learners get the opportunity to innovate and improvise in schools related to curriculum, learning, managerial and others. So the principal serves as an educator, manager, administrator, supervisor, leader, innovator, motivator, figure, and mediator. SBM also calls for the creation of new institutional arrangements and institutions, including: the establishment of school boards, development of school strategy planning, develop of annual school planning, internal monitoring and self-assessment, annual reporting, school opinion surveys of school stakeholders. Keywords. School Based Management, Decentralization of Education, Quality Assurance, Autonomy of Education, School Committee Abstrak. Secara politis, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan muara dari semua kebijakan dibidang pendidikan akan tergambarkan di sekolah, sebab sekolah merupakan jaringan terakhir dari rangkaian birokrasi pendidikan. MBS juga sebagai bentuk operasionalisasi dari kebijakan desentralisasi atau otonomi pendidikan dalam hubungannya dengan otonomi daerah. Secara teoretis, MBS merupakan suatu konsep yang menawarkan suatu otonomi kepada sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodir kepentingan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antar sekolah, masyarakat dan pemerintah. Secara operasional MBS merupakan gagasan yang menempatkan kewenangan pengelolaan sekolah dalam suatu keutuhan entitas sistem. Berdasarkan pandangan di atas, artikel ini menguraikan kerangka dasar MBS sebagai strategi dalam peningkatan mutu pendidikan. Dengan MBS, kepala sekolah, guru dan peserta didik mendapatkan peluang untuk melakukan inovasi dan improvisasi di sekolah berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manajerial dan lain-lain. Maka kepala sekolah berfungsi sebagai educator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, motivator, figure, dan mediator. MBS juga menuntut penciptaan tatanan dan budaya kelembagaan baru, yang mencakup: pembentukan dewan sekolah, pengembangan perencanaan strategi sekolah, pengembangan perencanaan tahunan sekolah, melakukan internal monitoring, self-assesment, menyusun laporan tahunan, melakukan survei pendapat sekolah terhadap stakeholder sekolah. Kata Kunci.     School Based Management, Desentralisasi Pendidikan, Jaminan Mutu, Otonomi Pendidikan, Komite Sekolah   Daftar Pustaka Fiske, Edward. 1999. Decentrilization of Education atau Desentralisasi Pengajaran (Terjemah). Jakarta: Grasindo. Bappenas. 1999. School Based Management. Jakarta: Bappenas bekerja sama dengan Bank Dunia. Binde, Brome. 2001. Keys to the 21st Century. Paris: UNESCO Publishing. Bryson, Jhon M.. 1995. Strategic Planning For Public and Nonprofit Organiztions. San Francisco: Jossey-Bass Publishers. Delors, Jacques. 1996. Learning: The Treasure Within. Australia: UNESCO. Engkoswara. 2002. Lembaga Pendidikan sebagai Pusat Pembudayaan. Bandung: Yayasan Amal Keluarga. Finn, C.E dan Prash J.C dalam Dimmock Clive. 1993. School Based Management and School Effectiveness. London: Routledge. Formasi, Jurnal Kajian Manajemen Pendidikan, No. 2, Tahun II Maret 2000. ---------, No. 8 tahun IV November 2003. Gorton, Richart, A. 1976. School Administration Challenge and Opportunity For Leadership. Lowa: Brown Company Publishers. Malen, Ogawa, Kranz dalam Abu-Duhon Ibtisam, School Based Management. Paris: UNESCO, 1990. Mulyasa, E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: Rosdakarya. --------. 2003. Menjadi Kepala Sekolah Professional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK. Bandung: Rosdakarya. Naisbitt, John. 1994. Global Paradox, terjemah Budijanto. Jakarta: Binarupa Aksara. Paul I, Dressel. 1980. The Autonomy of Public Colleges. San Francisco: Jossey-Bass Inc. Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Satori, Djam’an. 1999. Pengembangan Sistem “Quality Assurance” Pada Sekolah, Naskah Akademik Untuk Pusat Pengujian. Jakarta: Balitbang Depdiknas. Slamet et.al. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (buku 1, 2 dan 3) Konsep dan Pelaksananya. Jakarta : Depdinas Dirjen Dikdasmen. Suyatno. 2001. Penerpan Manajemen Berbasis Sekolah. Makalah disajikan pada Colloqium Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof. Hamka Jakarta 15 Mei 2001 di Jakarta. Thomas L. Wheeler dan J. David Hunger. tt. Strategic Management and Business Pilicy. New Jersey: Upper Saddle iver. Tilaar, H.A.R. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta. Wahjosumidjo. 2000. Dasar-Dasar Kepemimpinan dan Komitmen Kepemimpinan Abad XXI. Jakarta: LAN-RI.


TARBAWI ◽  
2018 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 26-50
Author(s):  
Moh Faizin

Realisasi terhadap desentralisasi pendidikan di tingkat sekolah adalah diberikannya otonomi yang luas dalam pengelolaan sumber daya yang ada. Pemberdayaan sekolah, di samping untuk memenuhi tuntutan desentralisasi, juga ditujukan sebagai sarana peningkatan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Di Indonesia, bentuk otonomi sekolah tersebut akan dilaksanakan dalam konteks “School Based Management” (SBM), di mana selain memiliki otonomi yang luas, sekolah wajib mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan, dan pengelolaan sekolah dilakukan dalam kerangka kebijakan nasional. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian yang bersifat kualitatif-deskriptis yang menggunakan pendekatan studi kasus. Dan untuk mendapatkan data-datanya, diperlukan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Sedangkan dalam menganalisa digunakan analisa data SWOT Analisis (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) yang mempertimbangkan faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Dari penelitian yang dilakukan dihasilkan kesimpulan, pertama School Based Management (SBM) merupakan alternatif yang dapat diterapkan dalam mengelola sekolah/madrasah. Kedua, penerapan SBM pada beberapa sekolah unggulan ternyata amat bervariasi jika dilihat dari sudut strategi pelaksanaan dan hambatan yang dihadapi. Ketiga, hambatan yang dihadapi tersebut dalam melaksanakan SBM meliputi: rendahnya partisipasi masyarakat, rendahnya kualitas SDM dan faktor eksternal. Keempat, di samping hal yang dapat menghambat penerapan SBM, ada peluang yaitu SDM yang memadai, dukungan partisipasi masyarakat serta konteks sosial yang cenderung untuk menyekolahkan anaknya di madrasah.


Author(s):  
Mukani Mukani

Dikotomi <em>secul</em><em>ar science </em>dan <em>religious science</em> merubah pola pikir masyarakat muslim dalam beragama. Dari periode klasik yang memandang Islam sebagai ajaran komprehensif, berubah menjadi sebuah pemahaman yang memandang Islam sebagai agama yang hanya berorientasi kepada ritual. Dipahami bahwa pendidikan adalah proses yang memiliki <em>continuity </em>dan secara sadar dilakukan untuk mempersiapkan generasi yang memiliki pengetahuan dan nilai secara seimbang. Di sisi lain, dampak negatif dari kehidupan modern tidak dapat dihindari lagi oleh manusia modern, terutama dari aspek pendidikan. Untuk itu, berbagai unsur pada pendidikan harus terus menjaga keterkaitan yang telah ada untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Partisipasi dan kepedulian masyarakat yang masih rendah terhadap kemajuan dunia pendidikan harus  diakhiri, seiring realisasi konsep <em>school based management </em>atau SBM. Aspek lain yang harus disiapkan adalah kualitas guru. Secara konsepsional, guru memiliki tiga fungsi, yaitu kognitif, moral dan inovatif. Agar menjadi sosok ideal di Indonesia, guru harus memenuhi delapan indikator, yaitu prinsip teologis, prinsip formal, prinsip fungsional, prinsip kultural, prinsip komprehensivitas, prinsip subtstansial, prinsip sosial dan prinsip identitas.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document