Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education Studies)
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

189
(FIVE YEARS 26)

H-INDEX

2
(FIVE YEARS 0)

Published By "State Islamic University (Uin) Of Sunan, Ampel"

2527-4511, 2089-1946

Author(s):  
Lilik Huriyah ◽  
Muhammad Fahmi ◽  
Rohaizan Baru ◽  
Wahyu Ilaihi

Input sumber daya manusia di perguruan tinggi dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skills, HOTS) yang meliputi kemampuan menganalisis, mengevaluasi dan mengkreasi materi. Dengan demikian, keberadaan tes masuk perguruan tinggi menjadi salah satu intrumen penting dalam melakukan seleksi sumber daya manusia. Artikel ini bertujuan  mengeksplorasi peta HOTS pada soal Ujian Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (UM-PTKIN) materi Pendidikan Agama Islam (PAI) tahun 2018 dan perbandingan tingkat HOTS pada soal kelompok materi ujian PAI. Artikel ini juga didukung oleh hasil kajian kepustakaan. Hasil kajian menunjukkan bahwa item soal UM-PTKIN materi PAI berada pada kategori HOTS dan kemampuan berpikir tingkat rendah (Low Order Thinking Skill, LOTS). Materi Akidah Akhlak menjadi penyumbang terbanyak dan Al-Quran Hadith sebagai penyumbang paling sedikit pada soal kategori HOTS. Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah prodi yang sangat diminati sekaligus lulusannya sangat dinanti untuk dapat menyemai pemahaman keislaman untuk menjawab berbagai tantangan sosial, politik, dan keagamaan di Indonesia. Artikel ini memberikan rekomendasi bagi pemangku kebijakan UM-PTKIN untuk dapat meningkatkan jumlah komposisi soal HOTS dalam seleksi-seleksi selanjutnya agar dapat meningkatkan kualitas input mahasiswa PAI di periode-periode berikutnya.


Author(s):  
Muttaqin Choiri ◽  
Galuh Widitya Qomaro

Pendidikan menjadi salah satu instrumen dalam mewujudkan ketahanan keluarga dalam mendukung pembangunan nasional. Bagi masyarakat Madura secara umum, pendidikan agama memiliki akar yang sangat kuat. Penelitian ini dilakukan dalam rangka identifikasi tingkat ketahanan keluarga melalui pendidikan agama yang berfungsi sebagai salah satu aspek pendukung kesejahteraan keluarga bagi petani garam yang terukur dan terstruktur. Penelitian kualitatif ini menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi sebagai instrument pengumpul datanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketahanan keluarga dari sisi ekonomi, sosial dan budaya menunjukkan indeks Tahan bagi keluarga utuh, sebaliknya untuk keluarga tunggal menunjukkan indeks kurang Tahan, hal ini juga berdampak pada keberlangsungan pada pendidikan agama Islam bagi anak pada keluarga petani garam, pada tiga aspek; yakni harapan keluarga, ketersediaan sumber dan internalisasi nilai agama dalam kehidupan keluarga utuh dan keluarga tunggal. Bagi keluarga utuh, terpenuhinya variabel pembangunan ketahanan keluarga memiliki peran dalam mendukung keberlangsungan pendidikan agama bagi anak, seperti pada fasilitas dan perhatian yang mengarah pada munculnya kebiasaan anak dalam lingkup keluarga petani garam.


Author(s):  
Auliya Ridwan

Sebagai lembaga Pendidikan Islam yang berakar pada sejarah dan budaya nusantara, pesantren telah menjadi objek diskursus akademik dalam bingkai ilmu-ilmu sosial. Di berbagai seting sosial yang beragam, pesantren memiliki berbagai dimensi khasnya yang menjadikan ciri pembeda antara satu pesantren dan yang lainnya. Beberapa diantara objek kajian sosial kepesantrenan meliputi hubungan sosial antara pesantren dan lingkungan masyarakat di luar pesantren, pedagogi dalam proses pendidikannya, dan perubahan sosial akibat dari keberadaan pesantren dan elemen-elemennya itu sendiri. Artikel ini membahas pembingkaian fenomena sosial kepesantrenan dalam kerangka teori praktis Bourdieu dan Giddens yang notabene memiliki pendekatan strukturasi yang berbeda. Bourdieu menerapkan strukturasi dalam pendekatan kuasa (power) dan Giddens dalam pendekatan pengetahuan (knowledgeability). Penggunaan kedua paradigma strukturasi ini dapat memberikan penjelasan proses preservasi dan perubahan dalam institusi pesantren dalam kendali agen. Namun demikian, hanya fenomena sadar (conscious phenomena) yang dapat dibingkai. Fenomena tak sadar (unconscious phenomena) rupanya tidak dapat dibingkai dalam strukturasi dan memerlukan bantuan dari disiplin pengetahun yang lain, seperti antropologi psikologis, untuk dapat menjelaskan fenomena secara ilmiah.


Author(s):  
Mo'tasim Mo'tasim ◽  
Maskuri Bakri ◽  
Junaidi Mistar ◽  
Djunaidi Ghony ◽  
Nia Indah Purnamasari

Kerukunan masyarakat multi etnis dan agama di satu daerah selalu menarik untuk dibahas, karena dapat memberikan solusi kepada daerah sejenis yang masih berkonflik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses adaptasi nilai-nilai multikultural yang dilakukan Pesantren Miftahul Qulub dalam menciptakan kerukunan masyarakat multi etnis dan agama di desa Polagan Pamekasan Madura. Penelitian fenomenologis ini menemukan bahwa proses adaptasi nilai multikultural dilakukan melalui pendekatan tradisi kemasyarakatan, mazhab moderat, dakwah, dan modal sosial. Beberapa pendekatan tersebut merupakan aktualisasi dari pembudayaan nilai keislaman dan jiwa Nahdhatul Ulama (NU), sehingga membuat pesantren begitu mudah diterima dan membaur dengan masyarakat multikultur. Dilihat dari kaca mata pedagogis, pesantren Miftahul Qulub menekankan proses pembelajaran berbasis masyarakat. Oleh sebab itu, konsep tersebut dapat menjadi refleksi bagi lembaga lain adalah kurikulum dan budaya akademik harus diadaptasi dengan kebutuhan masyarakat yang beragam, dinamis dan berkembang.


Author(s):  
Mochammad Zaka Ardiansyah
Keyword(s):  

Artikel ini mengungkap bahwa dalam merespons diskriminasi beragama yang menimpanya selama belajar di lembaga pendidikan, pemuda Aboge tak menerimanya dengan pasrah. Alih-alih diam dan menerima menjadi sasaran labeling heresy di lembaga pendidikan, pemuda Aboge mengembangkan beragam survival tactics dan meresponsnya dengan melakukan mimikri dan perlawanan diam. Bentuknya, pertama, melakukan mimikri dalam multiple identity, antara NU dan Aboge. Kedua, berpura-pura sedang menstruasi sebagai bentuk kamuflase di pesantren namun diam-diam salat dan baru memulai puasa Ramadan ala Aboge keesokan harinya. Ketiga, berpura-pura melakukan ibadah sunah untuk mengesankan keesokan harinya dirinya telah mulai “puasa wajib” Ramadan bersama mayoritas. Artikel ini adalah hasil penelitian kualitatif dengan teknik wawancara mendalam yang menempatkan mimikri Homi K. Bhabha dan perlawanan diam James C. Scott sebagai teori, dan pos kolonial sebagai pendekatan. Hasil studi ini mengungkap bahwa meski salah seorang pemuda Aboge belajar di tengah lanskap komunitas ordinat kampus Muhammadiyah, ia tak menjadi obyek subordinat. Mereka melakukan kamuflase dengan mimikri menggunakan identitas ordinat Muhammadiyah serta memanfaatkan in-between space untuk dapat survive. Nampaknya, pemuda Aboge justru menciptakan ruang baru dengan mengkonstruksi identitas lain secara artifisial, yakni mimikri dengan identitas NU sebagai taktik bertahan. Kertas kerja ini menghasilkan sebuah implikasi penting dalam studi poskolonial, yakni ruang ketiga yang berbeda dengan in-between space yang ditawarkan Homi K. Bhabha. Ruang ketiga yang diciptakan pemuda Aboge adalah ruang identitas baru yang tak mengadopsi identitas kultural penjajah dan terjajah, karena pemuda Aboge meminjam identitas NU untuk melakukan mimikri saat menghadapi sang ordinat.


Author(s):  
Naufal Ahmad Rijalul Alam

This study investigates religious education practices through Kyai leadership characteristics as the caregiver as well as a decision-maker in pesantren. qualitative data are gathered through documentation, observation, and interview at Pesantren Bina Insani, Yogyakarta. The education at Pesantren Bina Insani has been well known as community-based education, derived from the aspirations of the community, and to meet their interests. As a community-based educational institution, the Pesantren is very dependent upon the initiative and charisma of the Kyai as the leader. The results demonstrate that Kyai Teguh’s charismatic leadership characteristics have turned into unwritten standards for people under his influence in managing the Pesantren and developing their social skills. From leadership theory perspective, Kyai Teguh’s characteristics are the rational grounds for his followers in terms of decision making, wok-ethics, and social interactions.


Author(s):  
Fauzul Hanif Noor Athief ◽  
Azhar Alam ◽  
Nurul Latifatul Inayati

Jumlah alumni program studi Hukum Ekonomi Syariah belum terlalu banyak yang dapat terserap sebagai praktisi industri. Salah satu faktor yang kemudian menjadi sorotan utama bagi lembaga penyedia pendidikan adalah kurikulum yang belum mampu menunjang alumninya untuk bisa terjun di profesi hukum. Berbagai penelitian terkait keterlibatan praktisi industri dalam pengembangan kurikulum yang mampu menambah daya serap alumni sebagai praktisi menjadi titik tolak penting. Penelitian ini berusaha untuk menyelesaikan masalah terkait apa saja mata kuliah yang dibutuhkan dalam sebuah kurikulum agar mampu membekali alumni dengan kompetensi yang cukup. Dengan menggunakan metode ANP yang mensyaratkan pakar sebagai responden, kami berusaha menyelesaikan persoalan tersebut. Jumlah responden yang digali opininya adalah 10 yang terdiri dari praktisi profesi hukum, lembaga keuangan syariah serta asosiasi profesi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kompetensi Hukum adalah sorotan utama dari para pakar. Kemudian Bahasa Arab Dasar, Analisa Laporan Keuangan, Kajian Fatwa, Arbitrase serta Etika Profesi Hukum menjadi fokus terpenting untuk mata kuliah tambahan di luar kompetensi yang disepakati seluruh kampus. Kemudian untuk profil lulusan yang paling relevan dari 5 rumpun mata kuliah yang ada adalah Hakim. Terakhir, pengembangan yang perlu dilakukan untuk menghasilkan para lulusan tersebut adalah Perkuliahan.


Author(s):  
Rubaidi Rubaidi

Artikel ini menelaah dan mendiskusikan kembali arti penting dimensi nilai-nilai sufisme sebagai ruh dasar bagi pendidikan Islam Indonesia dewasa ini di tengah berbagai problematika sosialnya. Tulisan yang didasarkan atas riset partisipatoris pada psudo-sufi, yakni Majelis Shalawat Adlimiyah di Bojonegoro dan Pasuruan. Temuan menunjukkan efektifitas dimensi sufisme dalam mereduksi dekadensi moral di satu sisi dan menguatkan pendidikan karakter di sisi lain. Relasi guru-murid sebagai inti ajaran sufisme menjadi titik masuk sekaligus modal bagi proses-proses pembentukan kepribadian dan akhlaq yang keduanya merupakan essensi dari pendidikan karakter. Praktik demikian ini telah terjadi selama ratusan tahun dalam tradisi pendidikan sufisme dan masih berjalan hingga saat ini. Salah satu representasinya melalui pendidikan sufisme dalam Majelis Shalawat Adlimiyah. Tulisan ini menyarankan bahwa kebutuhan melakukan pengarusutamaan nilai-nilai sufisme ke dalam pendidikan Islam menjadi kebutuhan mendesak dalam menjawab problematika pendidikan Islam Indonesia kontemporer.


Author(s):  
Mufiqur Rahman ◽  
Maskuri Bakri ◽  
Hasan Busri ◽  
Zainullah Zainullah ◽  
Roro Kurnia Nofita Rahmawati

Salah satu nilai moderasi Islam adalah kesetaraan. Kesetaraan dalam pendidikan menjadi sangat penting untuk memastikan proses pendidikan yang berkeadilan (equity) dan berkesetaraan (equality). Pesantren Mu’ādalah adalah satuan pendidikan yang ekslusif, dengan sistem pendidikan yang otonom, mandiri dan berbeda baik dengan sekolah, madrasah atau pesantren lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi nilai dan praktik kesetaraan dalam pendidikan Pesantren Mu’ādalah secara inklusif.  Dengan pendekatan penelitian etnografi, Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep dipilih sebagai lokus penelitian. Penelitian ini menemukan bahwa, Pesantren Al-Amien tidak hanya menjadi Pesantren Mu’ādalah yang setara secara institusional, tetapi juga memiliki substansi dan praktis kesetaraan itu sendiri. Nilai-nilai spiritual, integrasi keislaman dan keindonesiaan, dan implementasi budaya lokal pesantren dalam praktik kelembagaan memberikan justifikasi esensi kesetaraan pesantren mu’ādalah dengan lembaga pendidikan lainnya.


Author(s):  
Ishom Fuadi Fikri

Pemikiran Islam kontemporer banyak disibukkan oleh konflik antara tradisi (al-turāth) dan modernitas (al-hadāthah). Di tengah polemik ini, terdapat arus pemikiran Post-Tradisionalisme Islam di Indonesia di era pasca-reformasi yang menawarkan transformasi tradisi tanpa meninggalkan nilai dasar tradisi itu sendiri. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan format Post-Tradisionalisme Islam dalam kultur pendidikan agama Islam di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum STEP-2 Kemenag RI-IDB Jombang dan implikasinya terhadap formulasi kurikulum madrasahnya. Metode penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif-fenomenologis dengan pengumpulan data melalui wawancara semi-terstruktur, pengamatan berperan-serta, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kultur pendidikan agama Islam di madrasah ini terdapat unsur otentisitas (al-aṣālah) dan kekinian (al-mu’āṣirah) yang mana keduanya mengindikasikan adanya aspek kontinuitas dan transformasi tradisi. Hal ini berimplikasi pada perumusan kurikulum madrasah yang didasarkan pada prinsip konservasi dan hibridasi, sehingga para siswa dapat mengikuti perkembangan dunia modern tanpa tercerabut dari akar tradisi mereka sendiri.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document