DE RECHTSSTAAT
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

90
(FIVE YEARS 41)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Djuanda

2549-9874, 2442-5303

2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 91
Author(s):  
Sri Hartini ◽  
Abdu Rahmat Rosyadi ◽  
Imas Nurhayati

Perbankan syariah di Indonesia telah mengalami perkembangan, dalam ativitas bank syariah sesuai dengan dibuatnya beberapa aturan yang mengaturnya. Bahwa aktivitas bank syariah,untuk menjalankan aktivitasnya sesuai dengan prinsip syariah. Maka harus meluruskan yang tidak lurus dan mengoreksi yang salah. Sehingga bank syariah dalam opersionalnya atas produk dan jasanya berdasarkan prinsip syariah.Sesuai dengan UU N0.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bahwa setiap Bank Syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS), tugas dan fungsinya adalah peran DPS untuk mengawasi Bank Syariah yang harus menerapkan prinsip syariah, adapun pengawasan dilaksanakan setiap semester, dan setelah dilakukan pengawasan, DPS melaporkan atas pengawasannya kepada direksi, jika memang bank syariah telah menerapkan prinsip syariah, dibuat pernyataan, kemudian dilaporkan kepada Bank Indonesia, yang sekarang harus kepada Otoritas Jasa Keuangan  (OJK). Dalam hal ini peran DPS belum optimal, merupakan suatu kendala, diakibatkan SDM dan kinerja DPS kurang memahami system dan mekanisme operasional lembaga keuangan syariah.


2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 21
Author(s):  
Andrie Budiman ◽  
Nurwati Nurwati ◽  
Aal Lukmanul hakim

Merek memegang peranan penting dalam perkembangan ekonomi global, dan keberadaan merek itu sendiri berguna untuk membedakan produk sejenis. Jika pemilik merek belum terdaftar atau belum memperoleh lisensi, ia dapat merugikan dirinya sendiri karena persaingan komersial yang semakin ketat dan adanya penipuan atau peniruan terhadap barang bermerek tersebut. Perlindungan merek dagang di Indonesia mengikuti prinsip konstitutif (pendaftaran) dan prinsip first-to-file. Artinya merek dagang hanya dapat dilindungi jika didaftarkan pada pemerintah melalui Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dalam hal ini menjadi tanggung jawab Direktorat Kekayaan Intelektual. Apabila pelaku IKM memiliki produk berupa barang atau jasa yang menggunakan merek  dagang tetapi tidak terdaftar, maka pelaku IKM akan kehilangan perlindungan hukum atas mereknya tersebut. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan merek dagang pada Industri Kecil Menengah pangan di Kabupaten Bogor, dan mendapatkan informasi perlindungan merek dagang pada Industri Kecil Menengah pangan  di wilayah Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil penelitian upaya dalam memberikan perlindungan merek dagang terhadap pada Industri Kecil Menengah pangan adalah dengan cara mendaftarkan mereknya. Sehingga, pemerintah Kabupaten Bogor dalam hal ini Dinas Perdagangan dan Perindustrian melakukan upaya untuk meningkatkan pelaku industri kecil menengah agar mendaftarkan merek produknya seperti, memberikan sosialisasi dan proses pendampingan Hak Kekayaan Intelektual bagi para IKM pangan, dan memberikan fasilitasi berupa pendaftaran merek untuk industri binaan secara gratis.


2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 45
Author(s):  
Wilda Nurfitriani

In the Warnasari Village Sukabumi Sub-district Sukabumi District there are still many farmers who carry out agricultural land production sharing agreements (maparo bati) to fulfill their daily needs. Production sharing agreements between landowners and tenants are made orally. The problem that often occurs in production sharing agreements in Warnasari Village is that the cultivators do not report the actual results of the claim to the land owner. The research method used in writing this thesis is a normative juridical approach with analytical descriptive research specifications. The study was conducted with library research supported by field research. Secondary data collection techniques with library research and supported by primary data in the form of interviews which are then analyzed by qualitative juridical methods. Based on the results of the discussion, it can be concluded that the implementation of agricultural land-sharing agreements in the Warnasari Village, Sukabumi Sub-district, Sukabumi District has not yet fully applied the provisions of the Production Sharing Law. In the elucidation of Article 7 of the Production Sharing Law it is determined that the profit sharing balance is 1: 1 but the community uses a 60% balance for tenants and 40% for landowners. Legal protection of landowners in Warnasari Village as a result of verbally sharing agreements on agricultural land is carried out by applying the principles of good faith, reprimanding, and deliberation.Keywords: Profit Sharing Agreement, Agricultural Land, Law Number 2 of 1960.


2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 63
Author(s):  
Yuliana Yuliana

Masalah kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berada dalam tanggungjawab rumah sakit yang menyebabkan hilangnya nyawa seorang manusia. Sering kali menjadi salah satu perbincangan panas di tengah masyarakat kita, tentunya hal ini menimbulkan presepsi yang liar di tengah masyarakat. Sehingga dalam hal ini pengkajian mengenai letak (1) Tanggungjawab rumah sakit yang menjadi tempat pelayanan kesehatan tersebut kepada pasien serta (2) Tanggungjawab tenaga kesehatan atas kelalain yang ditimbulkan yang mengakibatkan hilangnya nyawa. Bertujuan untuk mencari letak tanggungjawab masing-masing pihak terutama tanggungjawab hukum. Mengingat masing-masing pihak tersebut berdiri sendiri akan tetapi saling terkait dengan hubungan kerja.Kerugian mengenai kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa seorang manusia. Serta beberapa kesimpulan lainnya berdasarkan aturan yang tersedia dan sumber data yang lainnya maka hasil kesimpulannya (1) rumah sakit adalah sebuah korporasi yang bergerak dibidang kesehatan yang mana ketika terjadi masalah hukum terutama kelalaian yang diakibatkan oleh tenga kesehatannya. Pengurus dari koporasi atau rumah sakit turut menanggung konsekuensi hukumnya. (2) selain rumah sakit pihak tenaga kesehatan juga menanggung akibat atas kelalaian yang menimbulkan kehilangan nyawa seorang pasien tersebut. Sehingga dengan timbulnya masing-masing konsekuensi hukum ini masing-masing pihak memiliki tanggungjawab dan kesadarannya dalam menjalankan tugasnya.


2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Dirga Adil Fauzan

Financial services are an important and inseparable aspect of our life, one of them is life insurance provided by insurance company. In running their business, a company certainly have employees who work for them to reach company’s targets. Insurance company must follow the standards set in the relevant regulations. Even though an insurance company has followed the applicable regulations in day-to-day operations, mistakes made by employees are still unavoidable; one of the mistake is mis-selling by insurance agents to life insurance policyholders. Mis-selling can be defined as an event where an insurance agent fails to explain clearly and comprehensively to a prospective life insurance policyholder about an insurance product from an insurance company, so that the life insurance policyholder incurs a loss. The purpose of this study is to explain the definition of mis-selling, to explain the legal protection of life insurance policyholders against mis-selling by insurance agents, and to explain the responsibility of PT. BNI Life Insurance as an insurance company in overcoming disputes caused by mis-selling done by insurance agents. The author uses the empirical juridical research method, where at first the data studied is secondary data for initial data, then continued by examining primary data, namely real practice and direct data from the field. This study showed the result that there are regulations that protect life insurance policyholders and PT. BNI Life Insurance in the process of resolving problems or disputes, mis-selling by insurance agents, and that the Company acts firmly, simply, and responsibly by following the problem resolution procedure written in the relevant regulations.  Jasa keuangan merupakan salah satu aspek penting yang tak terpisahkan dalam kehidupan bermasyarakat, salah satu jenisnya adalah asuransi jiwa yang disediakan oleh perusahaan asuransi. Dalam menjalankan usahanya perusahaan asuransi tentu memiliki tenaga pemasar yang yang mewakili perusahaan asuransi untuk memasarkan produk asuransi. Dalam menjalankan usaha, perusahaan asuransi harus mengikuti standar yang telah ditetapkan pada peraturan-peraturan yang berkaitan. Meskipun suatu perusahaan asuransi telah mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku dalam menjalankan usaha, namun kesalahan yang dilakukan oleh tenaga pemasar masih belum dapat terhindarkan. Salah satu kesalahan dari tenaga pemasar tersebut adalah mis-selling yang dilakukan oleh agen asuransi terhadap pemegang polis asuransi jiwa. mis-selling dapat diartikan kejadian dimana agen asuransi gagal untuk menjelaskan secara jelas dan menyeluruh atau komprehensif kepada calon pemegang polis asuransi jiwa tentang suatu produk asuransi dari perusahaan asuransi, sehingga pemegang polis asuransi jiwa mengalami kerugian. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan definisi dari mis-selling, menjelaskan perlindungan hukum pemegang polis asuransi jiwa terhadap mis-selling oleh agen asuransi, dan untuk menjelaskan pertanggungjawaban dari PT. BNI Life Insurance selaku perusahaan asuransi dalam mengatasi permasalahan mis-selling oleh agen asuransi. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis empiris, dimana data yang diteliti lebih dahulu adalah data sekunder untuk data awal, kemudian dilanjutkan dengan meneliti data primer, yaitu praktik nyata dan data langsung dari lapangan. Penelitian ini memiliki hasil bahwa sudah ada peraturan-peraturan yang melindungi pemegang polis asuransi jiwa dan PT. BNI Life Insurance dalam proses penyelesaian masalah atau sengketa mis-selling oleh agen asuransi bertindak tegas, sederhana, dan bertanggung jawab dengan mengikuti prosedur penyelesaian masalah yang tertulis di peraturan-peraturan yang berkaitan.


2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 81
Author(s):  
Sudiman Sihotang ◽  
Martin Roestamy ◽  
Adi Sulistiyono

Undang-Undang Rumah Susun (UURS) mewajibkan pelaku pembangunan untuk memisahkan Rusun atas satuan Rusun, bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, ketika pelaku pembangunan membangun suatu Rusun. Untuk itu  pembentukan pengembangan kelembagaan Perhimpunan Pemilik Dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi pemilik dan penghuni rumah susun. Untuk itu perlindungan bagi pemilik dan penghuni satuan rumah susun perlu di perjuangkan untuk melindungi hak atas pengelolaan rumah susun. P3SRS seharusnya difasilitasi oleh pengembang dengan melakukan sosialisasi, sehingga tidak ada Pemilik dan Penghuni yang merasa dirugikan. Kewajiban Pelaku Pembangunan rumah susun tidak sepenuhnya ikut campur dalam proses pembuatan P3SRS namaun sebagai fasilitator para Pemilik dan/atau Penghuni Rusun.


2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 33
Author(s):  
Nova Monaya ◽  
Adi Sulistiyono ◽  
Burhanudin Burhanudin
Keyword(s):  

Wakaf yang diberikan kpd lembaga keagamaan pada mulanya dimaksudkan  untuk mendukung sumber keuangan utk memutar aktifitas kelembagan sesuai dengan  tujuan ataupun maksud pendiriannya. Wakaf sebagaimana telah diatur pada UU Wakaf memiliki rigiditas sebagaimana pembatasan yang sama diatur dalam Kaedah agama Islam yang membatasi dan melarang  benda wakaf utk dihibahkan, dijual belikan dan diwariskan.   Pembatasan tsb mengakibatkan benda wakaf berada pada area rigiditas dan kurang produktif. Keadaan ini berdampak kpd sukarnya lembaga keagamaan khususnya pendidikan berbasis yayasan yang dilahirkan dg benda wakaf berkembang dan memasuki persaingan bebas.Penelitian ini dimaksud mencari solusi dari kekosongan hukum  terhadap produktifitas benda wakaf  yang justru menjadi beban bagi pengelola, seperti kewajiban perawatan dan pemelihataa  benda wakaf termasuk beban pajak dan iuran, dengan merekonstruksi rigiditas tanah wakaf dengan model BOT sebagaimana dilakukan antara pemerintah atau lembaga swasta lain agar dpt meningkat produktifitas tanah wakaf, Metode penelitian dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif, dengan melihat kedalaman kaidah dan asas yang mengatur dan berhubungan demgan hukum wakaf, disamping pendekatan yuridis sosiologis dengan melakukan indept interview kpd pengelola tanah wakaf antara lain nazir wakaf, pimpinan perguruan dan yayasan pendidikan islam yang didirikan diatas tanah wakaf,  penelitian ini di tujukan untuk memberikan alternatif solusi peningkatan produktifitas tanah wakaf dg mengkombinasikan praktik hukum perdata dan hukum bisnis dalam ruang lingkup tanah wakaf. key words : Produktifitas, Tanah Wakaf,.


2020 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 143
Author(s):  
Surya Nita ◽  
Joko Susilo

Jenis Perjanjian kerja di dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketanagakerjaan terdiri dari perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), dan perjanjian kerja bersama (PKB). Untuk jenis PKWT dan PKWTT dibuat antara pengusaha dengan pekerja, sedangkan PKB perjanjian kerja dibuat berdasarkan kesepakatan antara serikat pekerja dan pengusaha. Tujuan dibentuknya Serikat Pekerja dalam suatu perusahaan untuk membantu pekerja mengaspirasikan kebutuhannya untuk disampaikan kepada pengusaha, agar hak dan kewajiban pekerja dapat dilindungi sesuai ketentuan undang-undang dan bahkan lebih dari aturan perundang-undangan yang ada. Berdasarkan data yang dikumpul bahwa penelitian ini menjeleskan pembentukan perjanjian kerja bersama diatur diatur di dalam pasal 22 PERMENAKERTRANS No. 16 tahun 2011 yang berbunyi “PKB dibuat serikat pekerja dengan pengusaha, Undang-Undang No. 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh pada pasal 4 ayat 2 angka 1 yakni sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB), materi pekerjaan kerja bersama (PKB) diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mulai dari pasal 116 sampai dengan pasal 135. Bahwa Peranan Serikat Pekerja memberikan kontribusi bagi pembentukan PKB sebagai kekuatan bagi pekerja dalam memberikan perlindungan hak dan kewajiban. Bahwa PKB yang dibuat dengan pekerja dan pengusaha hendaknya harus diawasi oleh Dinas Tenagakerja terkait untuk memberikan perlindungan bagi para pihak agar terlaksananya fungsi sistem hukum yang baik berupa aturan hukum, peranan aparatur hukum dalam menerapkan hukum di masyarakat dan budaya masyarakat khususnya pekerja dan pengusaha dalam menciptakan Hubungan Industrial Pancasila.


2020 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 99
Author(s):  
Desimawati Sinaga

 Prenuptial Agreement has been changed by the Constitutional Court Decision Number 69/PUU-XIIII/2015. This decision issued toward a suit made by a woman named Ike Farida, who is married to a man with different nationality without making Prenuptial Agreement. This research aims to ascertain the legal standing of Prenuptial Agreement and the authority of Notary in legalizing Prenuptial Agreement after the establishment of Constitutional Court Decision Number 69/PUU-XIIII/2015.This research uses normative legal method through the statute approach and secondary data analysis. This research comprises two phases, there are conducting literature review to learn the regulation of the authority of Notary in legalizing Prenuptial Agreement after the establishment of Constitutional Court Decision Number 69/PUU-XIIII/2015 and various literature. Afterward, researcher established a field research method by interviewing Notary, the Official of Office of Religious Affairs (Kantor Urusan Agama) and the Official of Civil Registry Office (Dinas Kependudukan or Kantor Catatan Sipil).The Constitutional Court Decision Number 69/PUU-XIIII/2015 permits married couple to make Prenuptial Agreement after the marriage ceremony. Additionally, the Agreement may be canceled based on their consent as long as it does not inflict a financial loss to the third party. Subsequently, since the establishment of such Decision, the Legalization of Prenuptial Agreement by Notary is no longer similar to Prenuptial Agreement Legalization established by the Staff of Marriage Registry. The Notary does have authority to make an Authentic Deed concerning Prenuptial Agreement in question, and such Deed will be used for Prenuptial Agreement registration in the Office of Religious Affairs and Civil Registry Office. However, the Deed in question must legalized by the Staff of Marriage Registry hence it binds the third party.Key words: Prenuptial Agreement, Legalization, Notary, The Constitutional Court Decision Number 69/PUU-XIIII/2015.


2020 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 173
Author(s):  
Nadia Maulida Zuhra
Keyword(s):  

Hukum internasional telah mengatur sejumlah mekanisme penyelesaian sengketa antar negara di dunia yang mengharuskan cara-cara damai sebagai pendekatan utama. Namun apabila penyelesaian sengketa secara damai tidak tercapai dapat pula digunakan cara-cara kekerasan atau tindakan menggunaan kekerasan (use of force) terhadap negara yang bersangkutan, akan tetapi terbatas hanya untuk beberapa alasan tertentu atas legitimasi Dewan Keamanaan PBB. Hal tersebut tergambarkan pada tindakan penggunaan kekerasan Negara Perancis dalam Konflik Republik Mali yang menyebabkan 5 (lima) warga sipil termasuk anak-anak diantaranya tewas, sehingga tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu kejahatan agresi. Oleh karena itu tolak ukur pembolehan limitatif akan penggunaan kekerasan yang dimaksud menjadi hal yang cukup krusial bagi pertimbangan negara dalam mengambil tindakan intervensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kedudukan tindakan use of force yang dilakukan oleh Negara Perancis terhadap Republik Mali sebagai suatu kejahatan agresi dan akibat hukum terhadap negara pelaku kejahatan agresi.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document